Holding Panas Bumi Perlu Kajian Komprehensif

Jum'at, 26 Agustus 2016 - 11:44 WIB
Holding Panas Bumi Perlu Kajian Komprehensif
Holding Panas Bumi Perlu Kajian Komprehensif
A A A
JAKARTA - DPR meminta pemerintah mengkaji secara komprehensif terhadap rencana pembentukan perusahaan induk panas bumi dengan cara mengambil alih 50% saham PT Pertamina Geothermal Energy oleh PT PLN (Persero). Rencana ini dianggap tidak tepat karena PLN tidak mempunyai keberhasilan pengalaman melakukan eksplorasi.

(Baca: Holding Panas Bumi Dinilai Hambat Investasi)

"Selama ini Pertamina sudah berpengalaman dan berhasil melakukan eksplorasi panas bumi, sedangkan PLN belum menunjukkan hasil, karena memang kapasitasnya membangun transmisi dan pembangkit bukan eksplorasi di hulu. Artinya, tidak tepat jika PLN diminta mengakuisisi Pertamina sebesar 50% saham. Perlu kajian mendalam dari pemerintah karena tujuannya tidak jelas," ujar Anggota DPR Komisi VII dari Fraksi Nasional Demokrat Kurtubi di Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Menurutnya, persoalan pengembangan panas bumi di Indonesia cukup komplek di antaranya terkait perizinan berbelit, pembebasan lahan berlarut-larut, regulasi yang tidak efektif, tarif panas bumi yang kurang menarik dan iklim investasi yang tidak kondusif.

Persoalan tersebut, kata Kurtubi, tidak bisa semata-mata diselesaikan dengan akuisisi tapi perlu evaluasi secara menyeluruh dan kajian secara mendalam. Dia juga mengatakan, akuisisi 50% saham PGE oleh PLN tidak menjamin harmonisasi tarif antara pengembang dengan pembeli.

Rencana tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian investasi panas bumi di Indonesia.
"Kalau memang PLN diminta akuisisi PGE seharusnya tidak sebesar 50% saham akan tetapi maksimal 20% saham supaya keduanya bisa koordinasi. Selain itu, untuk menjamin kepastian investasi panas bumi di Indonesia," jelas Kurtubi.

Dia juga beranggapan perlunya pemerintah melaporkan hasil kajian komprehensif kepada DPR agar tujuan dari akuisisi menjadi jelas.

Anggota DPR Komisi VII dari Fraksi Gerindra Hadi Purnomo juga meminta pemerintah mengkaji secara mendalam tujuan dari pembentukan perusahaan induk tersebut. Pemerintah dianggap perlu mencermati kembali kemampuan PLN dalam mengembangkan panas bumi.

"Selama ini PLN belum menunjukkan keberhasilannya dalam mengembangkan panas bumi. Misalnya pengembangan panas bumi oleh Geo Dipa tidak berhasil dan diambil alih oleh Kementerian Keuangan," jelasnya.

Dia meminta pemerintah tidak gegabah dan meninjau kembali rencana akuisisi tersebut. Jika yang diinginkan pemerintah hanya melakukan koordinasi maka yang dilakukan bukan PGE menjadi perusahaan induk di bawah PLN, namun hanya penyertaan saham. "Selain itu sumber daya manusianya juga harus diperhatikan," kata dia.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengaku belum melihat kajian dari rencana pemerintah tersebut baik berdasarkan kajian biaya maupun kajian strategis lainnya. Dia menilai langkah pemerintah membentuk holding panas bumi tersebut tidak berdampak positif bagi pengembangan panas bumi di Indonesia.

"Dari sisi aset hanya akan menguntungkan PLN karena memiliki pembangkit PGE dan PLN akan menjadi penentu harga listrik dari panas bumi. Jika ini terjadi akan berdampak buruk terhadap pengembang lain sehingga menggangu investasi," ungkap Fabby.

Selain itu, risiko pengembangan panas bumi adalah biaya eksplorasi, mengelola kinerja dan sumber daya manusia yang mumpuni. Sehingga, akuisisi tersebut belum tentu membuat panas bumi semakin berkembang karena akan terjadi benturan pembiayaan antar keduanya.

"Mereka akan mengalami benturan benturan modal. Mengingat keuda hal ini bukan kompetensi PLN melainkan kompetensi Pertamina," tutup dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2884 seconds (0.1#10.140)