Ekonom Prediksi Peningkatan Cadev Akan Tetap Terjaga
A
A
A
JAKARTA - Peningkatan Cadangan Devisa (Cadev) sampai akhir Agustus 2016 menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede didorong oleh penerimaan pajak dan devisa sektor migas (minyak dan gas bumi) Ditambah lagi penarikan utang luar negeri pemerintah, sementara permintaan valas dalam negeri masih terkendali.
(Baca Juga: Cadangan Devisa RI Meningkat Capai USD113,5 Miliar)
"Kenaikan cadev terjadi meskipun rupiah cenderung melemah sekitar 0,40% mom," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Ke depannya, dia menerangkan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah perlu meningkatkan koordinasi supaya menjaga iklim investasi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah serta meningkatkan fundamental ekonomi di tengah meningkatnya risiko fiskal.
Menurunya dengan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter BI pada akhir tahun ini diharapkan dapat mendorong capital inflows di pasar keuangan. Dengan meningkatnya tren cadev mengindikasikan bahwa neraca pembayaran berpotensi untuk kembali surplus pada kuartal III tahun ini.
"Dan meskipun ada ekspektasi kenaikan FFR (fed funds rate/suku bunga AS) pada bulan Desember tahun ini, menurut saya dampak nya dapat diredam dengan kondisi iklim investasi yang makin membaik sehingga rupiah diperkirakan cukup tahan dari shock external sehingga tidak menyebabkan capital outflow yang signifikan," ungkapnya.
Disamping itu juga, dana repatriasi dari program tax amnesty dinilai belum signifikan. Jadi peningkatan cadev bukan disebabkan karena tax amnesty, tapi karena supply dollar dalam negeri meningkat karena penerimaan devisa dan ekspor.
Sementara permintaan dollar dalam negeri khususnya dari korporasi juga menurun cukup signifikan karena utang luar negeri swasta yang trend nya menurun dan juga karena upaya BI untuk menjaga permintaan valas dengan PBI kewajiban penggunaan rupiah dalam negeri.
Di sisi lain Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan, cadangan devisa diperkiraka akan terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah yang menambah Utang Luar Negeri (ULN), seperti menerbitkan global bonds.
Dengan demikian, kata David, Bank Indonesia sudah memiliki pasokan yang cukup di market sehingga BI tidak perlu lagi intervensi. "Karena kan banyak utang luar negeri yang masuk, nah pasti sudah masuk ke cadev," ungkapnya.
(Baca Juga: Cadangan Devisa RI Meningkat Capai USD113,5 Miliar)
"Kenaikan cadev terjadi meskipun rupiah cenderung melemah sekitar 0,40% mom," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Ke depannya, dia menerangkan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah perlu meningkatkan koordinasi supaya menjaga iklim investasi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah serta meningkatkan fundamental ekonomi di tengah meningkatnya risiko fiskal.
Menurunya dengan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter BI pada akhir tahun ini diharapkan dapat mendorong capital inflows di pasar keuangan. Dengan meningkatnya tren cadev mengindikasikan bahwa neraca pembayaran berpotensi untuk kembali surplus pada kuartal III tahun ini.
"Dan meskipun ada ekspektasi kenaikan FFR (fed funds rate/suku bunga AS) pada bulan Desember tahun ini, menurut saya dampak nya dapat diredam dengan kondisi iklim investasi yang makin membaik sehingga rupiah diperkirakan cukup tahan dari shock external sehingga tidak menyebabkan capital outflow yang signifikan," ungkapnya.
Disamping itu juga, dana repatriasi dari program tax amnesty dinilai belum signifikan. Jadi peningkatan cadev bukan disebabkan karena tax amnesty, tapi karena supply dollar dalam negeri meningkat karena penerimaan devisa dan ekspor.
Sementara permintaan dollar dalam negeri khususnya dari korporasi juga menurun cukup signifikan karena utang luar negeri swasta yang trend nya menurun dan juga karena upaya BI untuk menjaga permintaan valas dengan PBI kewajiban penggunaan rupiah dalam negeri.
Di sisi lain Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan, cadangan devisa diperkiraka akan terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah yang menambah Utang Luar Negeri (ULN), seperti menerbitkan global bonds.
Dengan demikian, kata David, Bank Indonesia sudah memiliki pasokan yang cukup di market sehingga BI tidak perlu lagi intervensi. "Karena kan banyak utang luar negeri yang masuk, nah pasti sudah masuk ke cadev," ungkapnya.
(akr)