Belanja Modal Infrastruktur Diprediksi Capai USD264 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Belanja modal infrastruktur (capital expenditure/capex) Indonesia akan menembus US264 miliar dalam periode 2016-2020 atau setara dengan 30-35% produk domestik bruto (GDP) negara. Pasalnya, saat ini iklim makro Indonesia sangat mendukung pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan Indonesia.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, suku bunga yang rendah memungkinkan pendanaan proyek infrastruktur yang kompetitif, kemudian inflasi stabil pada kisaran 3,5-4,0% dalam dua tahun terakhir dan nilai tukar Rupiah juga stabil.
"Pada sisi fiskal, Pemerintah Indonesia telah berhasil menjaga defisit neraca/PDB di bawah 3%. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat implementasi proyek infrastruktur,” kata Taswin di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Untuk pendanaan, Maybank memprediksi 70% dari total belanja modal atau US190 miliar berasal dari pendanaan swasta (dalam dan luar negeri), sementara sisa 30% disediakan Pemerintah. Dia melanjutkan, fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur juga akan mengurangi biaya logistik, mendukung Group dengan pendapatan rendah dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesenjangan pendapatan.
"Kami berharap hal ini dapat memicu pertumbuhan yang kuat di sektor konsumer mass market dalam satu dasawarsa ke depan," ujar dia.
CEO Maybank Kim Eng Group John Chong menuturkan, selama perbankan terus menjadi sumber pendanaan tradisional, pasar modal dapat menawarkan sumber pendanaan alternatif. Menurut dia, baik pasar obligasi maupun pasar modal di Indonesia masih relatif under leveraged dibandingkan pasar lain di ASEAN dan memiliki kapasitas yang signifikan untuk mendanai beberapa proyek infrastrutktur.
Obligasi khususnya lanjut John Chong, memungkinkan pihak pendukung proyek untuk menyesuaikan biaya pembiayaan dengan tagihan dalam Rupiah yang diperoleh dari proyek terkait, yang umumnya memiliki jangka waktu yang panjang.
Dia mengungkapkan, Maybank Kim Eng secara aktif telah mendukung pembiayaan infrastruktur di Indonesia, dimana belum lama ini bertindak sebagai Sole Lead Arranger untuk Programme Onshore MTN USD300 juta bagi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), BUMN yang mendapat mandat untuk mempercepat penyediaan pendanaan infrastruktur nasional.
Maybank Kim Eng juga bertindak sebagai Exclusive Financial Advisor dan Mandated Loan Arranger untuk pembiayaan PT Mabar Elektrindo untuk proyek perdana batubara listrik 300MW di Medan, Indonesia. Dirinya berharap, ada peningkatan penerbitan medium term ketika proyek pembiayaan infrastruktur berjalan dan permintaan untuk pembiayaan meningkat.
"Untuk pembangunan infrastruktur, khususnya Indonesia, belanja modal dalam periode 2016-2020 diprediksi mencapai yang tertinggi di ASEAN," tandasnya.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, suku bunga yang rendah memungkinkan pendanaan proyek infrastruktur yang kompetitif, kemudian inflasi stabil pada kisaran 3,5-4,0% dalam dua tahun terakhir dan nilai tukar Rupiah juga stabil.
"Pada sisi fiskal, Pemerintah Indonesia telah berhasil menjaga defisit neraca/PDB di bawah 3%. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat implementasi proyek infrastruktur,” kata Taswin di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Untuk pendanaan, Maybank memprediksi 70% dari total belanja modal atau US190 miliar berasal dari pendanaan swasta (dalam dan luar negeri), sementara sisa 30% disediakan Pemerintah. Dia melanjutkan, fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur juga akan mengurangi biaya logistik, mendukung Group dengan pendapatan rendah dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesenjangan pendapatan.
"Kami berharap hal ini dapat memicu pertumbuhan yang kuat di sektor konsumer mass market dalam satu dasawarsa ke depan," ujar dia.
CEO Maybank Kim Eng Group John Chong menuturkan, selama perbankan terus menjadi sumber pendanaan tradisional, pasar modal dapat menawarkan sumber pendanaan alternatif. Menurut dia, baik pasar obligasi maupun pasar modal di Indonesia masih relatif under leveraged dibandingkan pasar lain di ASEAN dan memiliki kapasitas yang signifikan untuk mendanai beberapa proyek infrastrutktur.
Obligasi khususnya lanjut John Chong, memungkinkan pihak pendukung proyek untuk menyesuaikan biaya pembiayaan dengan tagihan dalam Rupiah yang diperoleh dari proyek terkait, yang umumnya memiliki jangka waktu yang panjang.
Dia mengungkapkan, Maybank Kim Eng secara aktif telah mendukung pembiayaan infrastruktur di Indonesia, dimana belum lama ini bertindak sebagai Sole Lead Arranger untuk Programme Onshore MTN USD300 juta bagi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), BUMN yang mendapat mandat untuk mempercepat penyediaan pendanaan infrastruktur nasional.
Maybank Kim Eng juga bertindak sebagai Exclusive Financial Advisor dan Mandated Loan Arranger untuk pembiayaan PT Mabar Elektrindo untuk proyek perdana batubara listrik 300MW di Medan, Indonesia. Dirinya berharap, ada peningkatan penerbitan medium term ketika proyek pembiayaan infrastruktur berjalan dan permintaan untuk pembiayaan meningkat.
"Untuk pembangunan infrastruktur, khususnya Indonesia, belanja modal dalam periode 2016-2020 diprediksi mencapai yang tertinggi di ASEAN," tandasnya.
(akr)