Investor Menanti Kebijakan 100 Hari Donald Trump
A
A
A
JAKARTA - Bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin ditutup variatif dengan Indeks Dow Jones dan S&P tercatat menguat, sedangkan Nasdaq melemah. Hal ini disebabkan investor sedang mengamati arah kebijakan dari Presiden AS terpilih Donald Trump.
Initial Jobless Claims AS untuk pekan kedua November menurun dibanding pekan sebelumnya. Pada pekan ini initial jobless claims AS tercatat sebesar 254 ribu dan pada pekan lalu tercatat 265 ribu.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pelaku pasar cenderung masih wait and see terkait 100 hari pemerintahan Trump. Terlebih lagi orang orang yang akan ditunjuk sebagai menteri keuangan, menteri luar negeri dan menteri perdagangan.
"Apabila kebijakan yang disampaikan Trump saat debat capres, lebih fokus pada ekonomi dalam negeri, proteksionisme dengan rencana menaikkan bea impor untuk barang Tiongkok, lalu kebijakan fiskal yang longgar dengan memangkas pajak tentunya akan mendorong risiko pelebarang defisit anggaran yang berujung pada kenaikan utang luar negeri pemerintah AS," tutu Josua saat dihubungi, Jakarta, Jumat (11/11/2016).
Menurutnya, kebijakan fiskal Trump yang longgar yaitu akan memangkas tax ratio dan cenderung akan mendorong kenaikan inflasi lebih cepat dari perkiraan.
Yield UST sudah naik hampir 30 bps sejak jelang pengumuman hasil Pilpres karena ekspektasi kenaikan inflasi yang lebih cepat dengan kebijakan fiskal yang longgar sehingga mendorong sell-off di pasar obligasi.
"Sekarang UST yield di posisi 2,15%. Dan kemarin yield obligasi ASEAN juga cenderung naik karena kenaikan yield US Treasury," pungkas Josua.
Initial Jobless Claims AS untuk pekan kedua November menurun dibanding pekan sebelumnya. Pada pekan ini initial jobless claims AS tercatat sebesar 254 ribu dan pada pekan lalu tercatat 265 ribu.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pelaku pasar cenderung masih wait and see terkait 100 hari pemerintahan Trump. Terlebih lagi orang orang yang akan ditunjuk sebagai menteri keuangan, menteri luar negeri dan menteri perdagangan.
"Apabila kebijakan yang disampaikan Trump saat debat capres, lebih fokus pada ekonomi dalam negeri, proteksionisme dengan rencana menaikkan bea impor untuk barang Tiongkok, lalu kebijakan fiskal yang longgar dengan memangkas pajak tentunya akan mendorong risiko pelebarang defisit anggaran yang berujung pada kenaikan utang luar negeri pemerintah AS," tutu Josua saat dihubungi, Jakarta, Jumat (11/11/2016).
Menurutnya, kebijakan fiskal Trump yang longgar yaitu akan memangkas tax ratio dan cenderung akan mendorong kenaikan inflasi lebih cepat dari perkiraan.
Yield UST sudah naik hampir 30 bps sejak jelang pengumuman hasil Pilpres karena ekspektasi kenaikan inflasi yang lebih cepat dengan kebijakan fiskal yang longgar sehingga mendorong sell-off di pasar obligasi.
"Sekarang UST yield di posisi 2,15%. Dan kemarin yield obligasi ASEAN juga cenderung naik karena kenaikan yield US Treasury," pungkas Josua.
(izz)