Inovasi Terbaik Saat Bisnis di Titik Paling Bawah
A
A
A
JAKARTA - Bagi dunia bisnis, tantangan dan peluang sering datang bersamaan. Para pemenang bisnis umumnya pelaku yang dengan cepat mengatasi guncangan dan keluar dari krisis.
"Saat terbaik melakukan inovasi justru saat siklus bisnis berada di titik paling bawah. Pada momen tersebut, tak sulit mengajak orang berpikir out of the box dan bertindak revolusioner. Dari situlah biasanya berbagai inovasi lahir," ujar Rektor Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya A Prasetyantoko di Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Momentum krisis finansial global justru mempercepat Revolusi Industri 4.0 yang menggabungkan aspek fisik, digital dan biologi (brain). Munculnya prototipe mobil tanpa sopir, otomatisasi robotik, serta berbagai implementasi internet of things di dunia bisnis, justru intensif di tengah gejolak dan krisis yang semakin menjadi keseharian.
Esensi dari dunia bisnis adalah terus-menerus melakukan inovasi di tengah risiko dan turbulensi yang makin tinggi. Karena itu, pertama-tama dunia bisnis harus memiliki kompetensi memahami, mengelola, dan memitigasi risiko yang akan makin intensif di masa depan.
"Pada dasarnya, bisnis menghadapi turbulensi yang kian bersifat permanen. Volatilitas selalu terjadi, dalam intensitas dan derajat yang berbeda-beda. Dulu krisis adalah situasi abnormal yang hanya terkadang saja terjadi. Kini sebaliknya, krisis menjadi sesuatu yang normal atau selalu terjadi. Hanya sesekali saja stabilitas terjadi, dan itu pun hanya sesaat untuk kemudian bergejolak lagi," tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, dunia bisnis ditantang memikirkan ulang berbagai pendekatan dalam mengkalkulasi risiko. Selanjutnya konsep dalam berbisnis itu sendiri.
"Tidak hanya risiko dalam pengertian teknis, namun juga konsepsi besar mengenai bagaimana bisnis harus berdialektika dengan berbagai perubahan, baik di bidang ekonomi, politik dan sosial," kata Prasetyantoko.
"Saat terbaik melakukan inovasi justru saat siklus bisnis berada di titik paling bawah. Pada momen tersebut, tak sulit mengajak orang berpikir out of the box dan bertindak revolusioner. Dari situlah biasanya berbagai inovasi lahir," ujar Rektor Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya A Prasetyantoko di Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Momentum krisis finansial global justru mempercepat Revolusi Industri 4.0 yang menggabungkan aspek fisik, digital dan biologi (brain). Munculnya prototipe mobil tanpa sopir, otomatisasi robotik, serta berbagai implementasi internet of things di dunia bisnis, justru intensif di tengah gejolak dan krisis yang semakin menjadi keseharian.
Esensi dari dunia bisnis adalah terus-menerus melakukan inovasi di tengah risiko dan turbulensi yang makin tinggi. Karena itu, pertama-tama dunia bisnis harus memiliki kompetensi memahami, mengelola, dan memitigasi risiko yang akan makin intensif di masa depan.
"Pada dasarnya, bisnis menghadapi turbulensi yang kian bersifat permanen. Volatilitas selalu terjadi, dalam intensitas dan derajat yang berbeda-beda. Dulu krisis adalah situasi abnormal yang hanya terkadang saja terjadi. Kini sebaliknya, krisis menjadi sesuatu yang normal atau selalu terjadi. Hanya sesekali saja stabilitas terjadi, dan itu pun hanya sesaat untuk kemudian bergejolak lagi," tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, dunia bisnis ditantang memikirkan ulang berbagai pendekatan dalam mengkalkulasi risiko. Selanjutnya konsep dalam berbisnis itu sendiri.
"Tidak hanya risiko dalam pengertian teknis, namun juga konsepsi besar mengenai bagaimana bisnis harus berdialektika dengan berbagai perubahan, baik di bidang ekonomi, politik dan sosial," kata Prasetyantoko.
(izz)