Ketegangan di Asia, Penjualan Alutsista Swedia Meningkat
A
A
A
CANBERRA - Produsen senjata asal Swedia, Svenska Aeroplan Aktiebolaget (SAAB) mengatakan meningkatnya ketegangan di Asia telah mengubah kawasan ini menjadi salah satu pasar senjata dengan pertumbuhan paling cepat.
Mengutip dari Bloomberg, Selasa (16/5/2017), Kepala SAAB Asia Pasifik Dan Enstedt berujar meningkatnya ancaman pembajakan, ambisi teritorial China, program nuklir Korea Utara telah mendorong penjualan alat utama sistem persenjataan (alutsista) SAAB. “Asia menyumbang sekitar 18 persen dari pendapatan SAAB di tahun 2016,” ujarnya di kantor SAAB Asia Pasifik di Canberra, Australia.
Menurut Endstedt, kejadian di kawasan Asia belakangan ini membuat banyak negara sadar untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya. Bahkan banyak negara sudah dan sedang melakukan modernisasi angkatan bersenjata mereka, terutama angkatan udara dan angkatan laut.
Pemerintah di Asia kini telah meningkatkan belanja militernya untuk segala hal, mulai dari kapal selam hingga pesawat tempur. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat mendorong mereka menambah anggaran pertahanan guna mengantisipasi meningkatnya ancaman.
SAAB pun melalui sistem peringatan dini dan pengendalian darurat udara, SAAB Global Eye, mendapat berkah dari maraknya aksi pembajakan, penangkapan ikan ilegal, dan perdagangan narkoba trans nasional.
Menurut Enstedt, sistem SAAB Global Eye dapat mendeteksi kapal dan benda lainnya dari jarak sejauh 600 kilometer atau 373 mil. “Negara-negara di Asia mulai menyadari banyak hal terjadi di sekitar mereka, di jalur laut mereka, di sepanjang perbatasan mereka. Dan ada kebutuhan besar untuk mengatasi masalah ini,” katanya.
Ketegangan militer di seluruh dunia, terutama di Asia, telah membantu membangkitkan bisnis SAAB. Swedia, negara yang berbatasan dengan Rusia dan Ukraina itu, meraup keuntungan penjualan hingga 9% pada tahun ini. Kontribusi terbesar berasal dari sistem rudal dan jet tempur Gripen.
Bulgaria, salah satu negara bekas Pakta Warsawa, berencana mengganti delapan jet tempur era Uni Soviet dengan pesawat tempur Gripen.
Ceruk pasar terbesar SAAB datang dari India, dimana Perdana Menteri Narendra Modi berkeinginan membeli 100 unit jet tempur Gripen. Apalagi dalam klausul kontrak pesawat tempur tersebut terdapat transfer teknologi, sebagai upaya India membangun pesawat tempur “Made in India” di masa mendatang.
India kini berada dalam tahap akhir antara memilih F-16 lansiran Lockheed Martin Corp. asal Amerika Serikat atau Gripen dari SAAB. Saat ini, India memiliki 650 pesawat tempur, namun sepertiga berusia lebih dari 40 tahun. Lockheed sendiri berupaya merayu India untuk sepakat melakukan kontrak, dimana jika setuju akan mengubah lini produksinya ke India.
Sedangkan SAAB mengusulkan untuk menyediakan India, “ekosistem industri militer yang lengkap”, yaitu melibatkan transfer teknologi untuk merancang, mengembangkan, memproduksi, meningkatkan dan memperbaiki kekuatan pertahanan udara India hingga 50 tahun mendatang.
“Sebuah proyek dari India akan mengubah arah bagi SAAB,” tukas Enstedt. Ia menambahkan bahwa perusahaan tersebut sudah mendapat dukungan 100% dari Kerajaan Swedia.
Kepala Komunikasi SAAB Asia Pasifik, Rob Hewson mengatakan pesanan ekspor terbesar mereka adalah pada 2014, yang datang dari Brasil sebanyak 36 unit jet tempur Gripen bermesin tunggal senilai USD4,5 miliar. Kedua adalah Thailand yang membeli 12 unit jet Gripen.
Selain pesawat tempur, SAAB sedang mengembangkan kapal selam setelah membeli perusahaan Swedia lainnya Thyssen Krupp AG pada 2014. Namun saat ini, belum ada tender kapal selam dari negara Asia soal kapal selam Kockums buatan mereka. Yang jelas, sejak ketegangan di Asia, meningkatnya penjualan SAAB telah mendongkrak 25% saham mereka sepanjang tahun ini.
Mengutip dari Bloomberg, Selasa (16/5/2017), Kepala SAAB Asia Pasifik Dan Enstedt berujar meningkatnya ancaman pembajakan, ambisi teritorial China, program nuklir Korea Utara telah mendorong penjualan alat utama sistem persenjataan (alutsista) SAAB. “Asia menyumbang sekitar 18 persen dari pendapatan SAAB di tahun 2016,” ujarnya di kantor SAAB Asia Pasifik di Canberra, Australia.
Menurut Endstedt, kejadian di kawasan Asia belakangan ini membuat banyak negara sadar untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya. Bahkan banyak negara sudah dan sedang melakukan modernisasi angkatan bersenjata mereka, terutama angkatan udara dan angkatan laut.
Pemerintah di Asia kini telah meningkatkan belanja militernya untuk segala hal, mulai dari kapal selam hingga pesawat tempur. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat mendorong mereka menambah anggaran pertahanan guna mengantisipasi meningkatnya ancaman.
SAAB pun melalui sistem peringatan dini dan pengendalian darurat udara, SAAB Global Eye, mendapat berkah dari maraknya aksi pembajakan, penangkapan ikan ilegal, dan perdagangan narkoba trans nasional.
Menurut Enstedt, sistem SAAB Global Eye dapat mendeteksi kapal dan benda lainnya dari jarak sejauh 600 kilometer atau 373 mil. “Negara-negara di Asia mulai menyadari banyak hal terjadi di sekitar mereka, di jalur laut mereka, di sepanjang perbatasan mereka. Dan ada kebutuhan besar untuk mengatasi masalah ini,” katanya.
Ketegangan militer di seluruh dunia, terutama di Asia, telah membantu membangkitkan bisnis SAAB. Swedia, negara yang berbatasan dengan Rusia dan Ukraina itu, meraup keuntungan penjualan hingga 9% pada tahun ini. Kontribusi terbesar berasal dari sistem rudal dan jet tempur Gripen.
Bulgaria, salah satu negara bekas Pakta Warsawa, berencana mengganti delapan jet tempur era Uni Soviet dengan pesawat tempur Gripen.
Ceruk pasar terbesar SAAB datang dari India, dimana Perdana Menteri Narendra Modi berkeinginan membeli 100 unit jet tempur Gripen. Apalagi dalam klausul kontrak pesawat tempur tersebut terdapat transfer teknologi, sebagai upaya India membangun pesawat tempur “Made in India” di masa mendatang.
India kini berada dalam tahap akhir antara memilih F-16 lansiran Lockheed Martin Corp. asal Amerika Serikat atau Gripen dari SAAB. Saat ini, India memiliki 650 pesawat tempur, namun sepertiga berusia lebih dari 40 tahun. Lockheed sendiri berupaya merayu India untuk sepakat melakukan kontrak, dimana jika setuju akan mengubah lini produksinya ke India.
Sedangkan SAAB mengusulkan untuk menyediakan India, “ekosistem industri militer yang lengkap”, yaitu melibatkan transfer teknologi untuk merancang, mengembangkan, memproduksi, meningkatkan dan memperbaiki kekuatan pertahanan udara India hingga 50 tahun mendatang.
“Sebuah proyek dari India akan mengubah arah bagi SAAB,” tukas Enstedt. Ia menambahkan bahwa perusahaan tersebut sudah mendapat dukungan 100% dari Kerajaan Swedia.
Kepala Komunikasi SAAB Asia Pasifik, Rob Hewson mengatakan pesanan ekspor terbesar mereka adalah pada 2014, yang datang dari Brasil sebanyak 36 unit jet tempur Gripen bermesin tunggal senilai USD4,5 miliar. Kedua adalah Thailand yang membeli 12 unit jet Gripen.
Selain pesawat tempur, SAAB sedang mengembangkan kapal selam setelah membeli perusahaan Swedia lainnya Thyssen Krupp AG pada 2014. Namun saat ini, belum ada tender kapal selam dari negara Asia soal kapal selam Kockums buatan mereka. Yang jelas, sejak ketegangan di Asia, meningkatnya penjualan SAAB telah mendongkrak 25% saham mereka sepanjang tahun ini.
(ven)