IRI Usulkan Indonesia Dibagi 3 Poros Wilayah Ekonomi
A
A
A
SOLO - Indonesia Raya Incorporated (IRI) mengusulkan agar Indonesia dibagi dalam tiga poros wilayah ekonomi yang disebut Poros Ekonomi Indonesia (PEI). Tujuannya untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan ekonomi di wilayah Nusantara.
Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Semangat Satu Bangsa (Unmada) AM Putut Prabantoro mengatakan, kriteria untuk menentukan poros ekonomi itu adalah kekuatan ekonomi di suatu wilayah ekonomi, sumber daya (alam, penduduk, finansial, posisi geografis), infrastruktur, jalur telekomunikasi dan political will.
Ketiga poros ekonom usulan IRI adalah Poros Ekonomi Indonesia Barat (PEIB) yakni Kepulauan Riau-Sumatra-Jawa bagian Barat. Sedangkan Poros Ekonomi Indonesia Tengah (PEIT) yakni Kalimantan-Jawa Tengah sampai dengan Nusa Tenggara Timur.
“Dan Poros Ekonomi Indonesia Timur yakni Sulawesi-Maluku sampai dengan Papua,” kata AM Putut Prabantoro di Kampus Universitas Sebelas Maret, Solo, Selasa (30/5/2017).
Penggagas sistem IRI ini menyebut pembagian tiga poros wilayah ekonomi diharapkan ada skala prioritas dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan ekonomi di masing-masing wilayah. Dengan demikian, tidak ada daerah yang akan tertinggal dalam pembangunan tersebut.
Prioritas dan fokus pembangunan PEIB adalah pada multi bisnis dan niaga serta multi industri pembuatan barang jadi (assembly factory). Sedangkan PEIT pada multi energy primer, kawasan industri pembuatan dan pengolahan barang setengah jadi multi komoditas, multi moda untuk interkonektivitas darat, laut, udara dan sungai.
Sementara, PEIR pada pembangunan infrastruktur interkonektivitas laut, udara dan darat serta infrastruktur pengelolaan kekuatan lokal yang meliputi sumber energi lokal, dan sumber daya alam lokal.
Dijelaskannya, sistem ekonomi baru IRI telah dipresentasikan kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) awal Maret lalu. Dan selanjutnya dibawa kepada Presiden Joko Widodo.
Selain didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), IRI terus digodok dan disempurnakan oleh akademisi dari 14 perguruan tinggi. Diantaranya: Prof Mudrajad Kuncoro PhD (Universitas Gadjah Mada), Prof Dr H Werry Darta Taifur SE MA (Universitas Andalas), Prof DR B Isyandi MS (Universitas Riau), Prof DR Ir Darsono MSi (Universitas Sebelas Maret Solo), Prof DR Djoko Mursinto MEc (Universitas Airlangga Surabaya), Prof Dr Tulus Tambunan (Universitas Trisakti Jakarta), Prof DR Munawar Ismail DEA (Universitas Brawijaya Malang).
Dr Syamsudin (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Sari Wahyuni MSc PhD (Universitas Indonesia Jakarta), DR D Wahyu Ariani MT (Universitas Kristen Maranatha Bandung), DR Y Sri Susilo MSi (Universitas Atma Jaya Yogyakarta), Dr Agus Trihatmoko (Universitas Surakarta), DR Ir Bernaulus Saragih M.Sc (Universitas Mulawarman Samarinda) dan Winata Wira SE MEc (Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepri).
Akademisi UNS Solo Prof Darsono mengemukakan, Indonesia tidak boleh lagi membiarkan dirinya menjadi objek ekonomi karena pengelolaan yang tidak berdasar pada Pasal 33 UUD 1945. Kekayaan sumber ekonomi yang dimiliki Indonesia sudah harus ditujukan untuk pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan sebesar-besarnya untuk rakyat.
Kondisi politik dan keamanan Indonesia menuntut ekonomi sistem IRI segera diimplementasikan. “Pemerintah Indonesia tidak dapat membiarkan sumber-sumber dan potensi kekayaan ekonomi dikuasai sekelompok golongan, negara asing dan bahkan kejahatan transnasional,” tandas Darsono.
Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Semangat Satu Bangsa (Unmada) AM Putut Prabantoro mengatakan, kriteria untuk menentukan poros ekonomi itu adalah kekuatan ekonomi di suatu wilayah ekonomi, sumber daya (alam, penduduk, finansial, posisi geografis), infrastruktur, jalur telekomunikasi dan political will.
Ketiga poros ekonom usulan IRI adalah Poros Ekonomi Indonesia Barat (PEIB) yakni Kepulauan Riau-Sumatra-Jawa bagian Barat. Sedangkan Poros Ekonomi Indonesia Tengah (PEIT) yakni Kalimantan-Jawa Tengah sampai dengan Nusa Tenggara Timur.
“Dan Poros Ekonomi Indonesia Timur yakni Sulawesi-Maluku sampai dengan Papua,” kata AM Putut Prabantoro di Kampus Universitas Sebelas Maret, Solo, Selasa (30/5/2017).
Penggagas sistem IRI ini menyebut pembagian tiga poros wilayah ekonomi diharapkan ada skala prioritas dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan ekonomi di masing-masing wilayah. Dengan demikian, tidak ada daerah yang akan tertinggal dalam pembangunan tersebut.
Prioritas dan fokus pembangunan PEIB adalah pada multi bisnis dan niaga serta multi industri pembuatan barang jadi (assembly factory). Sedangkan PEIT pada multi energy primer, kawasan industri pembuatan dan pengolahan barang setengah jadi multi komoditas, multi moda untuk interkonektivitas darat, laut, udara dan sungai.
Sementara, PEIR pada pembangunan infrastruktur interkonektivitas laut, udara dan darat serta infrastruktur pengelolaan kekuatan lokal yang meliputi sumber energi lokal, dan sumber daya alam lokal.
Dijelaskannya, sistem ekonomi baru IRI telah dipresentasikan kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) awal Maret lalu. Dan selanjutnya dibawa kepada Presiden Joko Widodo.
Selain didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), IRI terus digodok dan disempurnakan oleh akademisi dari 14 perguruan tinggi. Diantaranya: Prof Mudrajad Kuncoro PhD (Universitas Gadjah Mada), Prof Dr H Werry Darta Taifur SE MA (Universitas Andalas), Prof DR B Isyandi MS (Universitas Riau), Prof DR Ir Darsono MSi (Universitas Sebelas Maret Solo), Prof DR Djoko Mursinto MEc (Universitas Airlangga Surabaya), Prof Dr Tulus Tambunan (Universitas Trisakti Jakarta), Prof DR Munawar Ismail DEA (Universitas Brawijaya Malang).
Dr Syamsudin (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Sari Wahyuni MSc PhD (Universitas Indonesia Jakarta), DR D Wahyu Ariani MT (Universitas Kristen Maranatha Bandung), DR Y Sri Susilo MSi (Universitas Atma Jaya Yogyakarta), Dr Agus Trihatmoko (Universitas Surakarta), DR Ir Bernaulus Saragih M.Sc (Universitas Mulawarman Samarinda) dan Winata Wira SE MEc (Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepri).
Akademisi UNS Solo Prof Darsono mengemukakan, Indonesia tidak boleh lagi membiarkan dirinya menjadi objek ekonomi karena pengelolaan yang tidak berdasar pada Pasal 33 UUD 1945. Kekayaan sumber ekonomi yang dimiliki Indonesia sudah harus ditujukan untuk pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan sebesar-besarnya untuk rakyat.
Kondisi politik dan keamanan Indonesia menuntut ekonomi sistem IRI segera diimplementasikan. “Pemerintah Indonesia tidak dapat membiarkan sumber-sumber dan potensi kekayaan ekonomi dikuasai sekelompok golongan, negara asing dan bahkan kejahatan transnasional,” tandas Darsono.
(ven)