Pembangunan Nasional Harus Berlandaskan Karakter Bangsa
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah diyakini harus diperkuat dengan landasan karakter bangsa, alasannya rendahnya moral dan etika tidak akan membuat negara ini maju. Kepala Badan Pertimbangan Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat Widjojo Sujono mengatakan bahwa pembangunan nasional harus dilakukan dengan berlandaskan pada pembangunan karakter bangsa.
Lebih lanjut Ia menerangkan karut marutnya situasi bangsa ini disebabkan minimnya upaya pembangunan karakter, yang ditunjukkan rendahnya moral dan etika dari penyelenggara negara termasuk masyarakatnya. “Banyak tingkah laku yang meninggalkan moralitas dan nilai-nilai keindonesiaan,” kata Widjojo dalam Focus Group Disccusion (FGD) bertema Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Menyejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Forum FGD ini nantinya akan dilanjutkan dengan Simposium Nasional Kebudayaan yang diselenggarakan oleh PPAD-Mabes TNI AD-FKPPI dan Yayasan Suluh Nuswantara Bangsa (YSNB) pada November 2017. Simposium ini nantinya akan memberikan sejumlah rekomendasi terkait strategi pembangunan karakter bangsa, terutama melalui jalur budaya.
Kepala Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan AD Selamet Supriyadi mengatakan, dampak melunturnya nilai-nilai karakter kebangsaan yang paling menonjol, menurut Supriyadi adalah tingginya tindak korupsi yang terjadi di negara ini. Tidak hanya itu, anak-anak muda sudah banyak yang melupakan budaya nasional bahkan mulai menggemari budaya-budaya asing.
“Padahal kemerdekaan itu bukan sebuah pemberian, namun sesuatu yang diperjuangkan. Maka di masa kemedekaan ini seharusnya penerus bangsa harus tetap berjuang sampai titik darah terakhir, agar bangsa ini tetap ada,” tegas Supriyadi.
Penanaman nilai-nilai karakter terhadap generasi penerus bangsa yang selama ini dilakukan melalui jalur pendidikan, menurutnya juga mulai kurang efektif. “Bagaimana tidak, setiap ganti menteri pasti ganti sistem pendidikan, sehingga pendidikan karakter tidak berkesinambungan,” sambung dia.
Dari hasil sementara FGD, ada 10 saran yang ingin disampaikan kepada pemerintah. Di antaranya perlu adanya program meredukasi nilai-nilai kebangsaan kepada para pemimpin bangsa. “Karena kita sudah lama meninggalkan nilai-nilai kebangsaan,” ungkapnya.
Hasil FGD juga memetakan bahwa bangsa Indonesia ini sedang mengalami krisis kejujuran. Pancasila pun sekarang hanya menjadi simbol, sedangkan nilai-nilainya tidak diterapkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
“Bangsa kita sekarang cenderung menjadi bangsa yang tidak jujur, berkurangnya toleransi, dan patriotisme yang menurun, bahkan gotong royong sudah mulai banyak ditinggalkan,” sebut Supriyadi.
Sementara Ketua Pembina Yayasan Suluh Nusantara Bhakti Pontjo Sutowo mengatakan, simposium nantinya harus bisa menerjemahkan pemahaman dan pengertian gotong royong yang juga bisa dimengerti generasi muda. Sebab, katanya, keberagaman kita adalah hal yang luar biasa sehingga harus tetap dijaga.
Lebih lanjut Ia menerangkan karut marutnya situasi bangsa ini disebabkan minimnya upaya pembangunan karakter, yang ditunjukkan rendahnya moral dan etika dari penyelenggara negara termasuk masyarakatnya. “Banyak tingkah laku yang meninggalkan moralitas dan nilai-nilai keindonesiaan,” kata Widjojo dalam Focus Group Disccusion (FGD) bertema Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Menyejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Forum FGD ini nantinya akan dilanjutkan dengan Simposium Nasional Kebudayaan yang diselenggarakan oleh PPAD-Mabes TNI AD-FKPPI dan Yayasan Suluh Nuswantara Bangsa (YSNB) pada November 2017. Simposium ini nantinya akan memberikan sejumlah rekomendasi terkait strategi pembangunan karakter bangsa, terutama melalui jalur budaya.
Kepala Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan AD Selamet Supriyadi mengatakan, dampak melunturnya nilai-nilai karakter kebangsaan yang paling menonjol, menurut Supriyadi adalah tingginya tindak korupsi yang terjadi di negara ini. Tidak hanya itu, anak-anak muda sudah banyak yang melupakan budaya nasional bahkan mulai menggemari budaya-budaya asing.
“Padahal kemerdekaan itu bukan sebuah pemberian, namun sesuatu yang diperjuangkan. Maka di masa kemedekaan ini seharusnya penerus bangsa harus tetap berjuang sampai titik darah terakhir, agar bangsa ini tetap ada,” tegas Supriyadi.
Penanaman nilai-nilai karakter terhadap generasi penerus bangsa yang selama ini dilakukan melalui jalur pendidikan, menurutnya juga mulai kurang efektif. “Bagaimana tidak, setiap ganti menteri pasti ganti sistem pendidikan, sehingga pendidikan karakter tidak berkesinambungan,” sambung dia.
Dari hasil sementara FGD, ada 10 saran yang ingin disampaikan kepada pemerintah. Di antaranya perlu adanya program meredukasi nilai-nilai kebangsaan kepada para pemimpin bangsa. “Karena kita sudah lama meninggalkan nilai-nilai kebangsaan,” ungkapnya.
Hasil FGD juga memetakan bahwa bangsa Indonesia ini sedang mengalami krisis kejujuran. Pancasila pun sekarang hanya menjadi simbol, sedangkan nilai-nilainya tidak diterapkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
“Bangsa kita sekarang cenderung menjadi bangsa yang tidak jujur, berkurangnya toleransi, dan patriotisme yang menurun, bahkan gotong royong sudah mulai banyak ditinggalkan,” sebut Supriyadi.
Sementara Ketua Pembina Yayasan Suluh Nusantara Bhakti Pontjo Sutowo mengatakan, simposium nantinya harus bisa menerjemahkan pemahaman dan pengertian gotong royong yang juga bisa dimengerti generasi muda. Sebab, katanya, keberagaman kita adalah hal yang luar biasa sehingga harus tetap dijaga.
(akr)