Deflasi Bulan Agustus Karena Harga Makanan dan Transportasi

Selasa, 05 September 2017 - 15:08 WIB
Deflasi Bulan Agustus...
Deflasi Bulan Agustus Karena Harga Makanan dan Transportasi
A A A
JAKARTA - Chief Economist PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Winang Budoyo mengatakan inflasi umum pada Agustus 2017 mengalami deflasi atau inflasi yang negatif sebesar 0,07% mom, yang merupakan deflasi kedua di tahun 2017 setelah bulan Maret sebesar -0,02% mom.

Deflasi pada Maret 2017 disebabkan oleh turunnya harga-harga makanan akibat puncak masa panen. Sementara deflasi pada Agustus disebabkan oleh turunnya harga-harga yang sempat naik pada bulan Ramadan dan Idul Fitri, seperti harga makanan dan tarif transportasi.

"Kelompok bahan makanan mengalami deflasi sebesar 0,67% mom yang terutama didorong oleh turunnya harga bumbu-bumbuan dan sayuran. Sementara deflasi 0,60% mom di sektor transportasi disumbang oleh turunnya tarif angkutan udara dan angkutan antar kota ke level sebelum hari raya," ujar Winang dalam siaran resmi, Selasa (5/9/2017).

Untuk inflasi di sektor Perumahan turun dari 0,41% mom di 2016 menjadi 0,10% mom di Agustus 2017 karena pengeluaran rumah tangga untuk BBM dan listrik secara umum lebih rendah (1,0% mom di Agustus 2016 vs 0,04% mom di Agustus 2017). Sementara naiknya harga emas membuat inflasi di sektor sandang hanya turun sedikit yaitu dari 0,40% mom di Agustus 2016 menjadi 0,32% mom di Agustus 2017.

Dan meskipun orang tua tetap harus membayar uang sekolah tahunan di bulan Agustus, namun untuk Agustus 2017 besarannya lebih kecil (2,15% mom di 2016 vs 1,30% mom di 2017), yang menyebabkan inflasi di sektor pendidikan bulan Agustus 2017 lebih rendah daripada tahun 2016.

Winang menjelaskan faktor lain yang membuat inflasi umum bulan Agustus 2017 lebih rendah adalah karena adanya deflasi di inflasi volatile dan inflasi adiministered, serta lebih rendahnya inflasi inti bila dibandingkan dengan bulan Agustus 2016. Inflasi volatile adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor musiman seperti harga makanan.

Dibentuknya TPID (Tim Pemantau Inflasi Daerah) yang berfungsi memantau dan menjaga kestabilan harga makanan di setiap daerah tampaknya telah berhasil menjaga kestabilan harga pangan, yang ditandai dengan deflasi sebesar 0,87% mom di Agustus 2017

Inflasi administered atau inflasi yang berasal dari kenaikan harga-harga yang ditentukan pemerintah, untuk bulan Agustus 2017 mencapai -0,48% mom sebagai efek tidak jadi dinaikkannya tarif listrik dan BBM di semester II. Sementara inflasi inti, atau inflasi setelah mengeluarkan faktor-faktor yang bersifat volatile dan harga yang ditentukan oleh pemerintah, mencapai 0,28% mom, yang lebih rendah daripada bulan Agustus 2016 yang sebesar 0,36% mom.

Secara tahunan (year-on-year/yoy) atau jika dibandingkan dengan indeks pada bulan Agustus 2016 maka inflasi umum pada bulan Agustus 2017 mencapai sebesar 3,82%. Ini merupakan inflasi umum tahunan yang terendah sejak bulan Februari 2017. "Meskipun demikian, inflasi tahunan bulan Agustus 2017 ini masih lebih tinggi daripada bulan Agustus 2016 yang sebesar 2,79% yoy," terangnya.

Deflasi Bulan Agustus Karena Harga Makanan dan Transportasi


Yang perlu mendapat perhatian adalah inflasi inti yang sedikit banyak menunjukkan daya beli masyarakat (real demand). Inflasi inti meningkat sejak tahun 2009 seiring periode commodity boom yang mendorong daya beli masyarakat, untuk selanjutnya stabil sepanjang tahun 2015. Penurunan Inflasi Inti mulai terlihat di Desember 2015 dan terus menunjukkan tren yang menurun sampai Agustus 2017.

Ini sejalan dengan report Bank Tabungan Negara tentang Suku Bunga Acuan BI tanggal 23 Agustus 2017, yang menunjukkan bahwa Konsumsi Rumah Tangga, khususnya untuk Piranti Rumah Tangga dan Peralatan Rumah Tangga, memang sudah mengalami penurunan pertumbuhan sejak tahun 2015 akibat penurunan pendapatan riil mayoritas pekerja di Indonesia.

Hal ini perlu menjadi perhatian serius karena inflasi inti bulan Agustus 2017 sebesar 2,98% yoy merupakan level terendah dalam 14 tahun terakhir. Bila hal ini dibiarkan lebih lama, kata Winang, maka daya beli masyarakat akan semakin merosot dan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui Konsumsi Rumah Tangga menjadi tidak ada hasilnya.

Tampaknya turunnya pertumbuhan real demand inilah yang mengkonfirmasi alasan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya pada tanggal 22 Agustus 2017. Dan belum terlihatnya kejutan dari faktor global, terutama dari kebijakan moneter the Fed, membuat faktor dalam negeri menjadi pendorong utama kebijakan moneter BI selanjutnya.

"Dengan perkembangan terkini yang ternyata berbeda dengan perkiraan kami (dan pasar) sebelumnya, saat ini kami melihat tetap terbuka peluang BI untuk sekali lagi menurunkan suku bunga acuannya pada bulan September ini ke level 4,25% untuk kemudian dipertahankan sampai semester I tahun 2018. Hal ini dilakukan BI untuk dapat terus mendorong proses intermediasi perbankan, terutama dalam penyaluran kredit," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0767 seconds (0.1#10.140)