Mencari Jalan Keluar dari Kemiskinan Lewat Urbanisasi
A
A
A
JAKARTA - Kota-kota di Asia Timur dan Pasifik dengan tingkat urbanisasi paling tinggi di dunia tidak dapat menyediakan infrastruktur, lapangan kerja, dan layanan secepat terjadinya pembangunan perkotaan.
Menurut laporan baru Bank Dunia yang berjudul Expanding Opportunities for the Urban Poor menyebutkan, hal tersebut menyebabkan melebarnya ketimpangan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan perpecahan sosiai.
Dalam laporan tersebut, rata-rata tingkat urbanisasi tahunan kawasan sebesar 3% telah membantu mengangkat 655 juta orang keluar dari kemiskinan dalam dua dekade terakhir.
"Namun, kawasan ini juga memiliki populasi kumuh terbesar di dunia yakni 250 juta orang dengan perumahan berkualitas rendah, akses terbatas terhadap layanan dasar dan berisiko terhadap bencana seperti banjir," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Ketidakmampuan untuk memperluas peluang bagi kaum miskin kota dapat memengaruhi potensi pertumbuhan negara-negara tersebut. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, seperti Jepang dan Korea Selatan, urbanisasi inklusif menciptakan ruang bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dalam periode 1970 hingga 1980, ekonomi Singapura tumbuh rata-rata 8% per tahun, terutama karena strategi perencanaan kota yang menyediakan infrastruktur, perumahan terjangkau, dan layanan sosial yang efektif.
"Kata-kota di Asia Timur telah mendorong pertumbuhan luar biasa di kawasan ini. Tantangan kolektif kami adalah memperluas kesempatan bagi semua orang di kota mulai dari migran baru yang tinggal di pinggiran pabrik hingga pekerja pabrik yang berjuang untuk membayar uang sewa sehingga mereka dapat memperoleh manfaat lebih dari urbanisasi dan membantu pertumbuhan yang lebih kuat," tutur Victoria.
Menurut laporan baru Bank Dunia yang berjudul Expanding Opportunities for the Urban Poor menyebutkan, hal tersebut menyebabkan melebarnya ketimpangan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan perpecahan sosiai.
Dalam laporan tersebut, rata-rata tingkat urbanisasi tahunan kawasan sebesar 3% telah membantu mengangkat 655 juta orang keluar dari kemiskinan dalam dua dekade terakhir.
"Namun, kawasan ini juga memiliki populasi kumuh terbesar di dunia yakni 250 juta orang dengan perumahan berkualitas rendah, akses terbatas terhadap layanan dasar dan berisiko terhadap bencana seperti banjir," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Ketidakmampuan untuk memperluas peluang bagi kaum miskin kota dapat memengaruhi potensi pertumbuhan negara-negara tersebut. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, seperti Jepang dan Korea Selatan, urbanisasi inklusif menciptakan ruang bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dalam periode 1970 hingga 1980, ekonomi Singapura tumbuh rata-rata 8% per tahun, terutama karena strategi perencanaan kota yang menyediakan infrastruktur, perumahan terjangkau, dan layanan sosial yang efektif.
"Kata-kota di Asia Timur telah mendorong pertumbuhan luar biasa di kawasan ini. Tantangan kolektif kami adalah memperluas kesempatan bagi semua orang di kota mulai dari migran baru yang tinggal di pinggiran pabrik hingga pekerja pabrik yang berjuang untuk membayar uang sewa sehingga mereka dapat memperoleh manfaat lebih dari urbanisasi dan membantu pertumbuhan yang lebih kuat," tutur Victoria.
(izz)