Jadikan Ekonomi RI Ketujuh Dunia Butuh 58 Juta Tenaga Kerja Terampil
A
A
A
BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan, pada tahun 2030 nanti diperlukan tambahan 58 juta tenaga terampil untuk menjadikan ekonomi Indonesia bisa masuk pada peringkat tujuh dunia. Jika saat ini fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur, menurut Presiden, pada tahapan besar kedua akan masuk kepada pembangunan sumber daya manusia.
Terkait hal itu seperti dilansir situs resmi Setkab, Kamis (16/11/2017) Kepala Negara mengatakan pendidikan Indonesia sudah lebih dari 30 tahun tidak ada perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Ia menunjuk contoh, di universitas misalnya, lebih dari 30 tahun, Fakultas Ekonomi jurusannya itu-itu saja, yaitu akuntansi, ekonomi perusahaan, atau ekonomi pembangunan.
“Sudah, enggak pernah berubah dari itu,” ujar Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung memimpin Rapat Terbatas mengenai Pendidikan Vokasi dan Implementasinya, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Lebih lanjut Ia juga mengemukakan, perlunya ada revisi Undang-Undang Pendidikan, agar universitas atau akademi, politeknik luar bisa mendirikan perguruan tinggi di Indonesia. Jokowi juga menyayangkan stagnannya pendidikan di Tanah Air, padahal dunia sudah berubah begitu sangat cepatnya.
Bahkan Ia mempertanyakan kenapa tidak ada yang berani mendirikan fakultas digital ekonomi, yang jurusannya toko online, misalnya. Demikian juga jurusan mengenai ritel manajemen, logistik manajemen.
“Enggak ada saya lihat, 30 tahun kita seperti ini terus. Padahal dunia betul-betul sudah sangat berubah sekali. Inilah saya kira terobosan yang harus kita lakukan,” ucap Presiden Jokowi.
Untuk itu, kompetisi persaingan antar universitas, agar ada pembanding-pembanding yang baik, Presiden menginginkan agar ada universitas dari luar negeri yang bisa mendirikan entah politeknik, entah universitas di Indonesia.
“Biar kita memiliki pembanding, baik dari sisi manajemen, dari sisi kurikulum, dan yang lain-lainnya. Tanpa itu kita enggak akan mempunyai pembanding yang baik. Apakah kita ini sudah benar atau belum benar,” paparnya.
Dalam Rapat Terbatas ini, Presiden juga mengundang Nadiem Makarim, CEO dan pendiri Go Jek Indonesia, serta Adamas Belva Syah, CEO Ruangguru, untuk memberikan pandangan-pandangan apa yang diperlukan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang sangat cepat ini.
Tampak hadir dalam Rapat Terbatas itu antara lain Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mendikbud Muhadjir Effendy, Menristekdikti M. Nasir, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menhub Budi K. Sumadi, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Kepala BKPM Thomas Lembong.
Terkait hal itu seperti dilansir situs resmi Setkab, Kamis (16/11/2017) Kepala Negara mengatakan pendidikan Indonesia sudah lebih dari 30 tahun tidak ada perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Ia menunjuk contoh, di universitas misalnya, lebih dari 30 tahun, Fakultas Ekonomi jurusannya itu-itu saja, yaitu akuntansi, ekonomi perusahaan, atau ekonomi pembangunan.
“Sudah, enggak pernah berubah dari itu,” ujar Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung memimpin Rapat Terbatas mengenai Pendidikan Vokasi dan Implementasinya, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Lebih lanjut Ia juga mengemukakan, perlunya ada revisi Undang-Undang Pendidikan, agar universitas atau akademi, politeknik luar bisa mendirikan perguruan tinggi di Indonesia. Jokowi juga menyayangkan stagnannya pendidikan di Tanah Air, padahal dunia sudah berubah begitu sangat cepatnya.
Bahkan Ia mempertanyakan kenapa tidak ada yang berani mendirikan fakultas digital ekonomi, yang jurusannya toko online, misalnya. Demikian juga jurusan mengenai ritel manajemen, logistik manajemen.
“Enggak ada saya lihat, 30 tahun kita seperti ini terus. Padahal dunia betul-betul sudah sangat berubah sekali. Inilah saya kira terobosan yang harus kita lakukan,” ucap Presiden Jokowi.
Untuk itu, kompetisi persaingan antar universitas, agar ada pembanding-pembanding yang baik, Presiden menginginkan agar ada universitas dari luar negeri yang bisa mendirikan entah politeknik, entah universitas di Indonesia.
“Biar kita memiliki pembanding, baik dari sisi manajemen, dari sisi kurikulum, dan yang lain-lainnya. Tanpa itu kita enggak akan mempunyai pembanding yang baik. Apakah kita ini sudah benar atau belum benar,” paparnya.
Dalam Rapat Terbatas ini, Presiden juga mengundang Nadiem Makarim, CEO dan pendiri Go Jek Indonesia, serta Adamas Belva Syah, CEO Ruangguru, untuk memberikan pandangan-pandangan apa yang diperlukan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang sangat cepat ini.
Tampak hadir dalam Rapat Terbatas itu antara lain Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mendikbud Muhadjir Effendy, Menristekdikti M. Nasir, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menhub Budi K. Sumadi, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Kepala BKPM Thomas Lembong.
(akr)