PPA Pasang Target Pendapatan Tumbuh 20% Tahun Depan
A
A
A
MALANG - PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PT PPA menargetkan tahun depan pendapatan bisa tumbuh 20% atau Rp7,6 triliun dibanding prediksi akhir tahun 2017 (prognosa) sebesar Rp6,4 triliun. Pendapatan tersebut sebagian besar disokong dari sektor investasi terkait kepemilikannya terhadap PT Nindya Karya.
General Manajer (GM) Investasi PT PPA, Boedi Djatmiko mengatakan laba bersih hingga akhir tahun yang diprediksi mencapai Rp304 miliar. Sebesar 65% di antaranya berasal dari konsolidasi laba dari Nindya Karya.
"65% laba bersih itu dari Nindya Karya. Sedangkan 35% sisanya dari PPA Induk maupun PPA Finance. Sehingga tahun depan kami prediksi pendapatan bisa bertumbuh 20%," kata dia, pada media gathering PPA bersama awak media di Malang Jawa Timur, Jumat (17/11/2017).
Pendapatan dari Nindya Karya ditopang berbagai proyek yang dikerjakan saat ini, salah satunya pembangunan proyek jalan Layang Kuningan. Selain itu, Nindya Karya juga memiliki anak usaha melalui Nindya Beton sehingga konsolidasi di sektor kontruksi terus dilakukan bersama BUMN lain yang berada dibawah naungan PT PPA.
"Nindya Karya ini punya Nindya Beton. Artinya setiap ada pekerjaan kontruksi kami berdayakan, didukung pembiayaan dan hasilnya semakin maksimal," ungkapnya.
Saat ini PT PPA memiliki sektor bisnis investasi, restrukturisasi dan revitalisasi, advisory serta sektor pembiayaan. Di sektor Retrukturisasi dan Revitalisasi PPA masih memanfaatkan dana eksisting dari Penyertaan Modal Negara yang tersisa Rp500 miliar.
General Manager Business Advisory & Asset Management PT PPA, Dikdik Permadi menambahkan, fokus PT PPA saat ini masih pada penugasan dari pemerintah untuk melakukan restrukturisasi dan revitalisasi pada BUMN-BUMN yang tidak sehat.
Namun sejak dua tahun lalu perseroan merencanakan adanya modal masuk yang dihitung sebagai pendapatan. Sebab, jika hanya memanfaatkan dana PMN untuk kegiatan restrukturisasi dan revitalisasi melalui penugasan pemerintah modal yang masuk melalui pinjaman bunga juga semakin berkurang.
"Kalau hanya memanfaatkan dana PMN untuk kegiatan restrukturisasi dan revitalisasi lama-lama anggaran PMN dari Kemenkeu juga semakin berkurang. Makanya sejak dua tahun lalu direksi mengkrete pendapatan baru dari sektor investasi," ungkap dia.
Dalam perjalanannya, hingga 30 September 2017 PT PPA telah memberikan bantuan pendanaan dalam mendukung implementasi program restrukturisasi dan revitalisasi kepada PT Dirgantara Indonesia dengan oustanding pinjaman Rp605 miliar, PT Merpati Nusantara Airlines Rp604,2 miliar, PT PAL Indonesia Rp225 miliar PT Kertas Kraft Aceh Rp277 miliar PT Industri Gelas Rp122.8 miliar, PT Industri Kapal Indonesia Rp32,1 miliar, PT Kertas Leces Rp50 miliar serta PT Survai Udara Penas Rp22,5 miliar.
Sedangkan di sektor jasa adisory, PT PPA telah mendampingi 16 perusahaan BUMN di antaranya PT Krakatau Steel, PT Pertamina maupun PT PANN. Adapun di sektor investasi PT PPA melakukan kegiatan investasi dalam menunjang core bisnis lain yang berada di PPA.
NK Terbitkan Surat Utang 2018
Sementara itu, PT Nindya Karya (NK/Persero) dijadwalkan akan menerbitkan surat utang (obligasi) sebesar Rp1 triliun pada 2018. GM Investment PT PPA Boedi Djatmiko dalam paparannya mengatakan dana hasil penerbitan obligasi tersebut untuk memenuhi modal kerja perseroan pada tahun depan.
"Sebelum menerbitkan obligasi, Nindya Karya sudah menawarkan medium term notes (MTN) sebesar Rp300 miliar baru-baru ini," kata dia.
Setelah merealisasikan dua aksi korporasi tersebut, maka PPA berencana menawarkan saham perdana (IPO) Nindya Karya pada 2020. Saat ini, Nindya Karya tengah masuk dalam program Restrukturisasi dan Revitalisasi (RR) PPA.
"Penyehatan Nindya Karya sudah dilakukan sejak 2012. Kita sangat optimistis dengan Nindya Karya, jadi kita akan lihat timing yang bagus, lalu kita akan IPO-kan," ungkapnya.
Dia memperkirakan, kapitalisasi pasar Nindya Karya berkisar Rp4-4,5 triliun jika dilakukan IPO. Sampai kuartal III 2017, total aset perusahaan sudah mencapai Rp4,7 triliun. Ditambahkan olehnya PPA sudah melakukan penyetoran modal kepada Nindya Karya sebesar Rp500 miliar.
Saat ini, pemegang saham Nindya Karya adalah PPA sebesar 99% dan negara 1%. "Kami targetkan Nindya Karya menjadi BUMN atau lepas dari program restrukturisasi PPA lagi pada 2020 dan ditargetkan Nindya Karya IPO 2018," pungkasnya.
General Manajer (GM) Investasi PT PPA, Boedi Djatmiko mengatakan laba bersih hingga akhir tahun yang diprediksi mencapai Rp304 miliar. Sebesar 65% di antaranya berasal dari konsolidasi laba dari Nindya Karya.
"65% laba bersih itu dari Nindya Karya. Sedangkan 35% sisanya dari PPA Induk maupun PPA Finance. Sehingga tahun depan kami prediksi pendapatan bisa bertumbuh 20%," kata dia, pada media gathering PPA bersama awak media di Malang Jawa Timur, Jumat (17/11/2017).
Pendapatan dari Nindya Karya ditopang berbagai proyek yang dikerjakan saat ini, salah satunya pembangunan proyek jalan Layang Kuningan. Selain itu, Nindya Karya juga memiliki anak usaha melalui Nindya Beton sehingga konsolidasi di sektor kontruksi terus dilakukan bersama BUMN lain yang berada dibawah naungan PT PPA.
"Nindya Karya ini punya Nindya Beton. Artinya setiap ada pekerjaan kontruksi kami berdayakan, didukung pembiayaan dan hasilnya semakin maksimal," ungkapnya.
Saat ini PT PPA memiliki sektor bisnis investasi, restrukturisasi dan revitalisasi, advisory serta sektor pembiayaan. Di sektor Retrukturisasi dan Revitalisasi PPA masih memanfaatkan dana eksisting dari Penyertaan Modal Negara yang tersisa Rp500 miliar.
General Manager Business Advisory & Asset Management PT PPA, Dikdik Permadi menambahkan, fokus PT PPA saat ini masih pada penugasan dari pemerintah untuk melakukan restrukturisasi dan revitalisasi pada BUMN-BUMN yang tidak sehat.
Namun sejak dua tahun lalu perseroan merencanakan adanya modal masuk yang dihitung sebagai pendapatan. Sebab, jika hanya memanfaatkan dana PMN untuk kegiatan restrukturisasi dan revitalisasi melalui penugasan pemerintah modal yang masuk melalui pinjaman bunga juga semakin berkurang.
"Kalau hanya memanfaatkan dana PMN untuk kegiatan restrukturisasi dan revitalisasi lama-lama anggaran PMN dari Kemenkeu juga semakin berkurang. Makanya sejak dua tahun lalu direksi mengkrete pendapatan baru dari sektor investasi," ungkap dia.
Dalam perjalanannya, hingga 30 September 2017 PT PPA telah memberikan bantuan pendanaan dalam mendukung implementasi program restrukturisasi dan revitalisasi kepada PT Dirgantara Indonesia dengan oustanding pinjaman Rp605 miliar, PT Merpati Nusantara Airlines Rp604,2 miliar, PT PAL Indonesia Rp225 miliar PT Kertas Kraft Aceh Rp277 miliar PT Industri Gelas Rp122.8 miliar, PT Industri Kapal Indonesia Rp32,1 miliar, PT Kertas Leces Rp50 miliar serta PT Survai Udara Penas Rp22,5 miliar.
Sedangkan di sektor jasa adisory, PT PPA telah mendampingi 16 perusahaan BUMN di antaranya PT Krakatau Steel, PT Pertamina maupun PT PANN. Adapun di sektor investasi PT PPA melakukan kegiatan investasi dalam menunjang core bisnis lain yang berada di PPA.
NK Terbitkan Surat Utang 2018
Sementara itu, PT Nindya Karya (NK/Persero) dijadwalkan akan menerbitkan surat utang (obligasi) sebesar Rp1 triliun pada 2018. GM Investment PT PPA Boedi Djatmiko dalam paparannya mengatakan dana hasil penerbitan obligasi tersebut untuk memenuhi modal kerja perseroan pada tahun depan.
"Sebelum menerbitkan obligasi, Nindya Karya sudah menawarkan medium term notes (MTN) sebesar Rp300 miliar baru-baru ini," kata dia.
Setelah merealisasikan dua aksi korporasi tersebut, maka PPA berencana menawarkan saham perdana (IPO) Nindya Karya pada 2020. Saat ini, Nindya Karya tengah masuk dalam program Restrukturisasi dan Revitalisasi (RR) PPA.
"Penyehatan Nindya Karya sudah dilakukan sejak 2012. Kita sangat optimistis dengan Nindya Karya, jadi kita akan lihat timing yang bagus, lalu kita akan IPO-kan," ungkapnya.
Dia memperkirakan, kapitalisasi pasar Nindya Karya berkisar Rp4-4,5 triliun jika dilakukan IPO. Sampai kuartal III 2017, total aset perusahaan sudah mencapai Rp4,7 triliun. Ditambahkan olehnya PPA sudah melakukan penyetoran modal kepada Nindya Karya sebesar Rp500 miliar.
Saat ini, pemegang saham Nindya Karya adalah PPA sebesar 99% dan negara 1%. "Kami targetkan Nindya Karya menjadi BUMN atau lepas dari program restrukturisasi PPA lagi pada 2020 dan ditargetkan Nindya Karya IPO 2018," pungkasnya.
(akr)