Privatisasi JICT Disebut Pengamat Libatkan Pebisnis Kawakan
A
A
A
JAKARTA - Privatisasi PT Jakarta International Container Terminal (JICT) disebut pengamat diduga sebagai bukti nyata keterlibatan keluarga Wiryawan yang dikenal sebagai pebisnis kawakan. WS Wiryawan yang akrab dengan panggilan Maman diduga terlibat dalam privatisasi aset nasional JICT pada tahun 1999.
“Privatisasi JICT bukti nyata keterlibatan keluarga Wiryawan. Prosesnya melibatkan Goldman Sachs dan Price Waterhouse Coopers (PWC). Sementara Bahana Sekuritas menjadi penasihat keuangan pemerintah,” kata pengamat pelabuhan sekaligus Direktur Indonesia Port Watch (IPW), Syaiful Hasan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/11/2017).
Diterangkan saat itu Gita menjabat sebagai Vice President Goldman Sachs Singapore dan Dian Wiryawan duduk sebagai Direktur Utama Bahana. Sementara keluarga Stamboel (Jasmine Stamboel adalah istri Gita) merupakan pemilik PWC Consulting Indonesia.
Selain itu disebutkan, bahwa Maman menjadi CEO Ocean Terminal Petikemas (OTP), pemilik 48% saham di pelabuhan petikemas TPK Koja yang diprivatisasi kepada Hutchison tahun 1998. Kemudian OTP berganti nama menjadi Hutchison Port Indonesia pada 14 Agustus 2007.
Maman juga menjabat sebagai Direktur Utama JICT periode tahun 2000-2005, dan setelahnya duduk sebagai komisaris JICT hingga saat ini. Syaiful menerangkan bahwa Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Maman dinyatakan melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Belakangan, Maman dicopot dari jabatannya sebagai CEO OTP (TPK Koja). Lebih lanjut Ia juga diterangkan diduga tersangkut kasus sewa alat dalam kasus sewa 4 unit mobile crane yang dioperasikan oleh JICT. Serta diduga juga terlibat dalam kasus sewa 1 unit ex. Nagoya Container Crane kepada PT. Sarana Widiastana Pura (SWP).
Kasus lainnya yakni dugaan tindak pidana korupsi kasus sewa container crane dari OTP kepada JICT. Kini Audit Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan perpanjangan JICT melanggar UU nomor 17 tahun 2008 dan merugikan negara minimal Rp4,08 triliun.
Kasus perpanjangan JICT oleh PT. Pelindo II kepada Hutchison Ports milik taipan Hong Kong Li Ka Shing, mencuat ke publik pada tahun 2015 saat Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Pelindo II terbentuk. Selain kasus JICT, Pansus Angket DPR juga turut membongkar penyelewengan hukum dalam beberapa kasus di Pelindo II seperti Global Bond, proyek NPCT-1 dan perpanjangan kontrak TPK Koja yang juga diberikan kepada Hutchison.
“Privatisasi JICT bukti nyata keterlibatan keluarga Wiryawan. Prosesnya melibatkan Goldman Sachs dan Price Waterhouse Coopers (PWC). Sementara Bahana Sekuritas menjadi penasihat keuangan pemerintah,” kata pengamat pelabuhan sekaligus Direktur Indonesia Port Watch (IPW), Syaiful Hasan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/11/2017).
Diterangkan saat itu Gita menjabat sebagai Vice President Goldman Sachs Singapore dan Dian Wiryawan duduk sebagai Direktur Utama Bahana. Sementara keluarga Stamboel (Jasmine Stamboel adalah istri Gita) merupakan pemilik PWC Consulting Indonesia.
Selain itu disebutkan, bahwa Maman menjadi CEO Ocean Terminal Petikemas (OTP), pemilik 48% saham di pelabuhan petikemas TPK Koja yang diprivatisasi kepada Hutchison tahun 1998. Kemudian OTP berganti nama menjadi Hutchison Port Indonesia pada 14 Agustus 2007.
Maman juga menjabat sebagai Direktur Utama JICT periode tahun 2000-2005, dan setelahnya duduk sebagai komisaris JICT hingga saat ini. Syaiful menerangkan bahwa Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Maman dinyatakan melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Belakangan, Maman dicopot dari jabatannya sebagai CEO OTP (TPK Koja). Lebih lanjut Ia juga diterangkan diduga tersangkut kasus sewa alat dalam kasus sewa 4 unit mobile crane yang dioperasikan oleh JICT. Serta diduga juga terlibat dalam kasus sewa 1 unit ex. Nagoya Container Crane kepada PT. Sarana Widiastana Pura (SWP).
Kasus lainnya yakni dugaan tindak pidana korupsi kasus sewa container crane dari OTP kepada JICT. Kini Audit Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan perpanjangan JICT melanggar UU nomor 17 tahun 2008 dan merugikan negara minimal Rp4,08 triliun.
Kasus perpanjangan JICT oleh PT. Pelindo II kepada Hutchison Ports milik taipan Hong Kong Li Ka Shing, mencuat ke publik pada tahun 2015 saat Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Pelindo II terbentuk. Selain kasus JICT, Pansus Angket DPR juga turut membongkar penyelewengan hukum dalam beberapa kasus di Pelindo II seperti Global Bond, proyek NPCT-1 dan perpanjangan kontrak TPK Koja yang juga diberikan kepada Hutchison.
(akr)