80 Ribu Karyawan Penggilingan Padi Kecil Jatim Kehilangan Pekerjaan
A
A
A
SURABAYA - Puluhan ribu pekerja Penggilingan Padi Kecil (PPK) di wilayah Jawa Timur (Jatim) harus berhenti bekerja karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha besar.
Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Jawa Timur, Hendra Tan mengatakan, saat ini PPK di wilayahnya harus mati suri karena kalah bersaing dengan pengusaha Penggilingan Padi Besar (PPB).
"Penggilingan padi kecil mati suri karena tidak mampu bersaing dengan penggilingan padi besar," katanya, kemarin.
Menurutnya, PPK hanya mampu membeli padi petani pada bulan tertentu, seperti Februari-Mei. Pasalnya, di periode tersebut para petani di seluruh Tanah Air tengah melaksanakan panen raya.
"Biasanya harga gabah di periode Februari-Juli tidak terlalu mahal dan cenderung stabil. Jadi pemilik penggilingan padi kecil mampu beli gabah," imbuh dia.
Pada saat tersebut, penggilingan beras jarang beli gabah hingga hargah gabah jatuh dan petani melarat.
Pada perioda Agustus-November dengan gabah yang umumnya terbatas, justru dijadikan pengusaha besar untuk mengambil untung besar. Caranya dengan membeli gabah petani dengan harga tinggi tapi menghindar saat harga gabah rendah pada Februari-Juli.
Hendra mengatakan, petani umumnya cenderung menjual gabah miliknya ke PPB karena dibeli dengan tinggi. Namun, akibatnya akan berpengaruh pada melonjaknya harga beras di pasaran.
"Pengusaha besar swasta mampu beli gabah petani dengan harga tinggi dan nanti beras yang akan dijual tentu jadinya mahal. Para pemilik penggilingan padi kecil akhirnya mati suri karena modalnya kecil. Jadi di periode ini mereka mati suri," jelasnya.
Kata Hendra, sejak PPB beroperasi lebih dari 40% anggota Perpadi Jawa Timur menurun. Padahal, kebanyakan anggota mereka berasal dari grup penggilingan padi kecil.
Dia berharap pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Hendra mengakui penetapan harga eceran tertinggi (HET) memang membantu menstabilkan harga besar. Namun, nilai HET diharapkan lebih fleksibel menyesuaikan harga gabah di pasaran.
"Setiap penggilingan padi kecil ada 10 karyawan. Jadi jumlahnya memang sangat besar," ujarnya.
Hendra mengatakan, saat ini ada 15.640 penggilingan padi kecil yang tersebar di Jawa Timur, dan 40% mati suri. Jika setiap PPK ada 10 karyawan, sekitar 80 ribu kehilangan pekerjaan.
Bisa dibayangkan berapa jumlah kehilangan pekerjaan untuk seluruh Indonesia karena ulah penggilingan besar, pasti mecapai ratusan ribu. Dia mengakui bila para pengusaha kecil tersebut mati suri karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha besar.
"Penggilingan padi yang mati suri tersebut ada dibeberapa kota, yakni Lumajang, Jember, Lamongan, Madiun, Ngawi, Tuban," tuturnya.
Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Jawa Timur, Hendra Tan mengatakan, saat ini PPK di wilayahnya harus mati suri karena kalah bersaing dengan pengusaha Penggilingan Padi Besar (PPB).
"Penggilingan padi kecil mati suri karena tidak mampu bersaing dengan penggilingan padi besar," katanya, kemarin.
Menurutnya, PPK hanya mampu membeli padi petani pada bulan tertentu, seperti Februari-Mei. Pasalnya, di periode tersebut para petani di seluruh Tanah Air tengah melaksanakan panen raya.
"Biasanya harga gabah di periode Februari-Juli tidak terlalu mahal dan cenderung stabil. Jadi pemilik penggilingan padi kecil mampu beli gabah," imbuh dia.
Pada saat tersebut, penggilingan beras jarang beli gabah hingga hargah gabah jatuh dan petani melarat.
Pada perioda Agustus-November dengan gabah yang umumnya terbatas, justru dijadikan pengusaha besar untuk mengambil untung besar. Caranya dengan membeli gabah petani dengan harga tinggi tapi menghindar saat harga gabah rendah pada Februari-Juli.
Hendra mengatakan, petani umumnya cenderung menjual gabah miliknya ke PPB karena dibeli dengan tinggi. Namun, akibatnya akan berpengaruh pada melonjaknya harga beras di pasaran.
"Pengusaha besar swasta mampu beli gabah petani dengan harga tinggi dan nanti beras yang akan dijual tentu jadinya mahal. Para pemilik penggilingan padi kecil akhirnya mati suri karena modalnya kecil. Jadi di periode ini mereka mati suri," jelasnya.
Kata Hendra, sejak PPB beroperasi lebih dari 40% anggota Perpadi Jawa Timur menurun. Padahal, kebanyakan anggota mereka berasal dari grup penggilingan padi kecil.
Dia berharap pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Hendra mengakui penetapan harga eceran tertinggi (HET) memang membantu menstabilkan harga besar. Namun, nilai HET diharapkan lebih fleksibel menyesuaikan harga gabah di pasaran.
"Setiap penggilingan padi kecil ada 10 karyawan. Jadi jumlahnya memang sangat besar," ujarnya.
Hendra mengatakan, saat ini ada 15.640 penggilingan padi kecil yang tersebar di Jawa Timur, dan 40% mati suri. Jika setiap PPK ada 10 karyawan, sekitar 80 ribu kehilangan pekerjaan.
Bisa dibayangkan berapa jumlah kehilangan pekerjaan untuk seluruh Indonesia karena ulah penggilingan besar, pasti mecapai ratusan ribu. Dia mengakui bila para pengusaha kecil tersebut mati suri karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha besar.
"Penggilingan padi yang mati suri tersebut ada dibeberapa kota, yakni Lumajang, Jember, Lamongan, Madiun, Ngawi, Tuban," tuturnya.
(izz)