Disrupsi Ekonomi Ancam 50 Juta Peluang Kerja

Rabu, 07 Februari 2018 - 10:27 WIB
Disrupsi Ekonomi Ancam 50 Juta Peluang Kerja
Disrupsi Ekonomi Ancam 50 Juta Peluang Kerja
A A A
NUSA DUA - Sekitar 50 juta peluang kerja akan hilang di Indonesia sebagai dampak disrupsi ekonomi (economic disruption). Kondisi ini terjadi karena banyak pekerjaan yang awalnya dilakukan manusia akan digantikan robot dan kecerdasan buatan.

Potensi ancaman ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Menteri PPN Bambang Brodjo negoro, mengutip hasil simulasi lembaga riset internasional MC Kinsey. Dia juga mengkhawatirkan terjadinya disrupsi ekonomi akan meng hilangkan momen pertumbuhan ekonomi yang berasal dari bonus demografi.

Sejumlah pengamat ekonomi menilai ancaman disrupsi ekonomi tidak bisa dihindarkan. Namun, di sisi lain, perubahan tersebut juga menghadirkan sejumlah peluang. Untuk itu, mereka meminta pemerintah melakukan menghadirkan inovasi yang mampu memanfaatkan disrupsi ekonomi, termasuk memberdayakan tenaga kerja yang menjadi korban.

“Kondisi ini juga berpotensi akan memunculkan kesenjangan baru sebagai dampak hilangnya pekerjaan tadi. Orang-orang yang bekerja pada sektor yang tergantikan oleh teknologi menjadi kelompok yang sangat rentan,” ujar Bambang saat membuka seminar internasional bertema “Perluasan Jaminan Perlindungan Sosial di Era Ekonomi Disruptif” yang digelar BPJS Ketenagakerjaan di Nusa Dua, Bali, kemarin.

Meski di satu sisi disrupsi ekonomi merugikan kalangan pekerja, di sisi lainnya juga memunculkan begitu banyak peluang pekerjaan baru. Hal inilah harus menjadi perhatian pemerintah. Misalnya saja, kata dia, perlu adanya upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Tujuannya agar disrupsi ekonomi menjadi momentum meraih kesempatan baru. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto meng akui adanya ancaman disrupsi ekonomi. Dengan banyaknya pekerjaan manusia yang bisa diambilalih secara digital, akan banyak pekerjaan yang diprediksi akan hilang yang pada akhir nya memunculkan pemutusan hubungan kerja.

Selain itu, digitalisasi dan otomatisasi juga berdampak terhadap keberlangsungan ketenagakerjaan, hubungan industrial, keberlangsungan sistem jaminan sosial, bahkan juga berdampak pada cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi.

Mengantisipasi ancaman itu, dia melihat perlunya inovasi dan terobosan teknologi yang mengimbangi perkembangan digitalisasi saat ini. Konsekuensinya, semua orang mendapatkan kesempatan yang sama dan bisa bekerja tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.

“Semua bisa dilakukan dalam genggaman, baik itu pekerja maupun pasar sasarannya. Semua menjadi semakin tidak terlihat, dan dari sisi jaminan sosial tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri,” jelas Agus.

Pengamat ekonomi UII Yogyakarta yang juga Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta Edy Suandi Hamid mengatakan disrupsi ekonomi terjadi sebagai akibat adanya inovasi-inovasi yang menimbulkan dampak pada industri atau aktivitas ekonomi yang sudah ada.

Contoh hadirnya transportasi online seperti Grab, Gojek, Uber, dan sejenisnya dengan inovasi teknologi, telah mengancam moda-moda transpor tasi yang sudah lama ada. Situasi seperti itu terjadi pada semua sektor, baik sektor riel maupun jasa.

Berbagai temuan yang ada mengancam efisiensi luar biasa dalam segala hal, termasuk dalam ketenaga kerja an sehingga banyak pekerja dihemat dan digantikan dengan perangkat teknologi hingga hadirnya artificial inteligence products.

“Jangankan pekerja kasar, pekerja white collar pun bisa terpinggirkan. Misalnya dengan sistem pendidikan jarak jauh adanya robot, bisa menggantikan tenaga dosen sekalipun. Nah, ini mengancam semua pekerja di lapangan kerja apa pun,” tandasnya.

Lantas, siapa yang bisa bertahan? Menurut dia, mereka yang selalu improvisasi dan ino vasi dan mengikuti perkembangan yang ada, sehingga semua unit bisnis, semua bidang harus dinamis agar tidak tergilas dan bangkrut yang berakibat pada lenyapnya lapangan kerja mereka.

Pengamat dari Universitas Brawijaya Imron Rojuli juga menilai revolusi industri fase 4 berdampak pada penggantian SDM dengan nonmanusia yang lebih efisien. Seperti di perbankan, keberadaan teknologi informasi akan mengganti tugas pekerjaan yang selama ini dilakukan manusia. Beragam aplikasi sistem online juga akan berdampak pada dunia usaha yang selama ini mengedepankan tenaga manusia.

“Artinya, jelas situasi ini sudah kita hadapi, yakni disrupsi,” tandasnya. Menghadapi ancaman itu, menurut dia, pemerintah harus melakukan berbagai langkah sehingga masyarakat tidak menjadi korban.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah mengembangkan industri kreatif yang berbasis startup, yang mampu beradaptasi dengan revolusi yang terjadi. Hal ini sekaligus untuk mengalihkan penerapan pekerja yang tereliminasi atau kehilangan pekerjaan.

Senada Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Sri Susilo menyebut perkembangan teknologi informasi tidak bisa dielakkan telah menimbulkan disrupsi ekonomi. Ini terjadi karena ada pergeseran pekerjaan yang awalnya dilakukan manusia akan bergeser dilakukan sistem atau bisa juga robot atau mesin.

“Ini memang tidak bisa dielakkan, dan tanda-tanda ini sudah terjadi sejak perusahaan rokok tidak lagi menggunakan tenaga kerja manusia untuk melinting kertas sigaret, dan beralih menggunakan mesin,” ungkapnya tadi malam. Hal itu terus berlanjut sehingga saat ini banyak hal yang sudah bergeser dari manusia ke mesin dan sistem.

Begitu juga perbankan yang terus melaku kan riset sehingga akan menggunakan sistem dan tidak lagi banyak menggunakan karyawan. Merespons kondisi tersebut, kehadiran negara sangat diperlukan melalui regulasi yang melindungi keseimbangan tenaga kerja manusia dan sistem informasi. “Negara tidak bisa membebaskan pasar karena dampaknya besar bagi rakyat Indonesia,” tegasnya.

Antisipasi BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan sendiri terus mendorong sumber daya manusia (SDM) yang menciptakan inovasi baru, diantaranya dengan memperbaharui sistem teknologi guna mengantisipasi tantangan ekonomi saat ini yang lebih banyak mengandalkan digitalisasi.

“Kami sudah melakukan pembaruan sistem teknologi yang sudah 100% dan dalam waktu dekat akan kami umumkan,” ujar Agus Susanto Salah satu inovasi yang dilakukan adalah pada sistem pendaftaran peserta jaminan sosial.

Ke depan, calon peserta bisa hanya mengandalkan telepon seluler dengan dibantu oleh petugas Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai). “Kami meluncurkan inovasi jaminan sosial, yakni Perisai, dengan melibatkan masyarakat bersama melakukan perlindungan sosial tenaga kerja. Mereka kami rekrut dari komunitas untuk membantu edukasi dan sosialisasi,” ucapnya.

Dalam seminar itu, President Director International Social Security Association Joachim Breuer mengatakan economic disruptive juga akan berdampak kepada institusi dana pensiun.

Dalam hal ini, disrupsi ekonomi membuat hubungan karyawan dan pemberi kerja tidak jelas. Hadirnya pekerja-pekerja indi vidual membuat lembaga dana pensiun seperti halnya BPJS Ketenagakerjaan perlu men definisikan status baru dari para pekerja tersebut. “Karena itu, perlu didefinisikan ulang mengenai bagaimana seharusnya jaminan sosial untuk para pekerja ini,” jelas dia. (Vitrianda Hilba Siregar/Masdarul Kh/ Suharjono/ Priyo Setyawan)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3449 seconds (0.1#10.140)