1.000 Start up Ditargetkan Terbentuk di 2019
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menargetkan 1.000 pebisnis rintisan (startup) akan terbentuk pada 2019 mendatang.
Pengembangan startup di Ke menristek Dikti sudah dimulai sejak 2015 lalu. Diharapkan dengan semakin banyak startup, pertumbuhan perekonomian di Indonesia akan semakin meningkat. “Pada 2018 ini ada 800 startup, sedangkan di 2017 lalu sudah ada 661 startup. Kita harap target ini tercapai dengan baik,” kata Menristek Dikti Mohammad Nasir pada kickoff Inkubasi Bisnis Teknologi 2018, sosialisasi irradiator Merah Putih, dan launching ekspor perdana produk tenant TBIC di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, kemarin.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) itu menyampaikan, untuk meraih target ini peran Inkubasi Bisnis Teknologi untuk mendampingi pebisnis pemula menjadi pebisnis andal sangat penting. Saat ini sudah banyak proposal startup yang masuk ke Kemenristek Dikti.
Para calon pebisnis pemula ini akan diseleksi kembali untuk masuk inkubasi dan selanjutnya akan dibantu masuk ke dunia industri. Dukungan pemerintah lainnya adalah dorongan spinoff pada industri-industri yang berbasis inovasi.
Nasir menyampaikan pentingnya meningkatkan jumlah wirausaha di masyarakat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaya saing tinggi. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM di 2016 menunjukkan, pertumbuhan entrepreneur Indonesia masih sangat kecil, yakni hanya 1,6% dari populasi penduduk.
Sementara Singapura sudah 7%, Malaysia 5%, Thailand 4,5%, dan Vietnam 3,3%. “Indonesia masih tertinggal karena perdagangan Indonesia masih berbasis budaya. Bukan berbasis teknologi sehingga pertumbuhannya melambat,” terangnya. Nasir menyampaikan, pemerintah memiliki beberapa fasilitas yang bisa membantu produk UMKM memiliki nilai tambah.
Salah satunya dengan irradiator Gamma yang bisa mengawetkan produk makanan selama berbulan-bulan. “Jika tidak memanfaatkan teknologi, mereka akan rugi. Kita dorong mereka masuk ke Inkubasi Bisnis dan memanfaatkan teknologi yang sudah disediakan pemerintah,” jelasnya.
Diera revolusi industri 4.0 ini, lanjut dia, peran startup akan semakin dibutuhkan seiring meningginya digitalisasi. Karena itu, jika ingin membuat startup harus yang sesuai seperti perkem bangan zaman. Contoh paling utama yang dibutuhkan saat ini adalah kefleksibelan. Dampaknya beberapa bisnis yang konvensional perlahan mulai tutup.
Pergeseran pekerjaan mulai terjadi di mana pekerjaan yang diambil adalah yang berhubungan dengan teknologi. “Buatlah startup yang diperlukan masyarakat, contoh sudah ada transportasi online, belanja online, beli apa pun sekarang online, ayo buat yang banyak, tidak ada ruginya mencoba, buat sekreatif mungkin.
Bila itu dalam bentuk produk, misalnya animasi, pasti laku dijual mahal. Negara yang unggul adalah negara yang penuh dengan inovasi,” paparnya. Menurut Nasir, ada tiga bidang utama yang sesuai dan harus dikembangkan saat ini menuju kehidupan ekonomi digital, yaitu big data, coding, dan artificial intelligence.
Terkait startup ini, Nasir juga menjelaskan bahwa Kemenristek Dikti punya andil besar untuk mengembangkan startup. Selain hibah, untuk memperlancar proses pengembangan startup supaya tumbuh lebih besar lagi di Indonesia, program lain juga sudah dilaksanakan, antara lain Taman Sains dan Teknologi, Pilot Inkubator di PT, Pusat Unggulan Iptek, dan Kawasan Puspiptek yang siap menjadi kawasan pengembangan startup berbasis riset dan teknologi.
“Kalau bisa startup tersebut nantinya harus masuk ke level Technology Readiness Level (TRL) dan Innovation Readiness Level (IRL) 9 sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat. Contoh TRL dan IRL yang baik adalah Gesits dan garam farmasi,” ujarnya.
Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Sri Setiawati menjelaskan, perkembangan startup yang dibina melalui proses inkubasi sangat menggembirakan. Ada dua perusahaan yang lulus dari Inkubator dan saat ini melanjutkan ke tahapan scaling-up produksi di area zona bisnis teknologi.
Dua perusahaan itu adalah produk Nano Propolis dan Nano Chitosan dari PT Nano Herbal Indonesi serta produk makanan Manago dari PT Djava Sukses Abadi yang sejak Februari 2018 sudah ekspor ke Korea Selatan. (Neneng Zubaidah)
Pengembangan startup di Ke menristek Dikti sudah dimulai sejak 2015 lalu. Diharapkan dengan semakin banyak startup, pertumbuhan perekonomian di Indonesia akan semakin meningkat. “Pada 2018 ini ada 800 startup, sedangkan di 2017 lalu sudah ada 661 startup. Kita harap target ini tercapai dengan baik,” kata Menristek Dikti Mohammad Nasir pada kickoff Inkubasi Bisnis Teknologi 2018, sosialisasi irradiator Merah Putih, dan launching ekspor perdana produk tenant TBIC di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, kemarin.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) itu menyampaikan, untuk meraih target ini peran Inkubasi Bisnis Teknologi untuk mendampingi pebisnis pemula menjadi pebisnis andal sangat penting. Saat ini sudah banyak proposal startup yang masuk ke Kemenristek Dikti.
Para calon pebisnis pemula ini akan diseleksi kembali untuk masuk inkubasi dan selanjutnya akan dibantu masuk ke dunia industri. Dukungan pemerintah lainnya adalah dorongan spinoff pada industri-industri yang berbasis inovasi.
Nasir menyampaikan pentingnya meningkatkan jumlah wirausaha di masyarakat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaya saing tinggi. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM di 2016 menunjukkan, pertumbuhan entrepreneur Indonesia masih sangat kecil, yakni hanya 1,6% dari populasi penduduk.
Sementara Singapura sudah 7%, Malaysia 5%, Thailand 4,5%, dan Vietnam 3,3%. “Indonesia masih tertinggal karena perdagangan Indonesia masih berbasis budaya. Bukan berbasis teknologi sehingga pertumbuhannya melambat,” terangnya. Nasir menyampaikan, pemerintah memiliki beberapa fasilitas yang bisa membantu produk UMKM memiliki nilai tambah.
Salah satunya dengan irradiator Gamma yang bisa mengawetkan produk makanan selama berbulan-bulan. “Jika tidak memanfaatkan teknologi, mereka akan rugi. Kita dorong mereka masuk ke Inkubasi Bisnis dan memanfaatkan teknologi yang sudah disediakan pemerintah,” jelasnya.
Diera revolusi industri 4.0 ini, lanjut dia, peran startup akan semakin dibutuhkan seiring meningginya digitalisasi. Karena itu, jika ingin membuat startup harus yang sesuai seperti perkem bangan zaman. Contoh paling utama yang dibutuhkan saat ini adalah kefleksibelan. Dampaknya beberapa bisnis yang konvensional perlahan mulai tutup.
Pergeseran pekerjaan mulai terjadi di mana pekerjaan yang diambil adalah yang berhubungan dengan teknologi. “Buatlah startup yang diperlukan masyarakat, contoh sudah ada transportasi online, belanja online, beli apa pun sekarang online, ayo buat yang banyak, tidak ada ruginya mencoba, buat sekreatif mungkin.
Bila itu dalam bentuk produk, misalnya animasi, pasti laku dijual mahal. Negara yang unggul adalah negara yang penuh dengan inovasi,” paparnya. Menurut Nasir, ada tiga bidang utama yang sesuai dan harus dikembangkan saat ini menuju kehidupan ekonomi digital, yaitu big data, coding, dan artificial intelligence.
Terkait startup ini, Nasir juga menjelaskan bahwa Kemenristek Dikti punya andil besar untuk mengembangkan startup. Selain hibah, untuk memperlancar proses pengembangan startup supaya tumbuh lebih besar lagi di Indonesia, program lain juga sudah dilaksanakan, antara lain Taman Sains dan Teknologi, Pilot Inkubator di PT, Pusat Unggulan Iptek, dan Kawasan Puspiptek yang siap menjadi kawasan pengembangan startup berbasis riset dan teknologi.
“Kalau bisa startup tersebut nantinya harus masuk ke level Technology Readiness Level (TRL) dan Innovation Readiness Level (IRL) 9 sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat. Contoh TRL dan IRL yang baik adalah Gesits dan garam farmasi,” ujarnya.
Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Sri Setiawati menjelaskan, perkembangan startup yang dibina melalui proses inkubasi sangat menggembirakan. Ada dua perusahaan yang lulus dari Inkubator dan saat ini melanjutkan ke tahapan scaling-up produksi di area zona bisnis teknologi.
Dua perusahaan itu adalah produk Nano Propolis dan Nano Chitosan dari PT Nano Herbal Indonesi serta produk makanan Manago dari PT Djava Sukses Abadi yang sejak Februari 2018 sudah ekspor ke Korea Selatan. (Neneng Zubaidah)
(nfl)