BPH Migas Akui Masyarakat Sudah Mulai Tinggalkan Premium
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengakui bahwa masyarakat kini sudah mulai bermigrasi, dari bahan bakar minyak (BBM) berkadar research octane number (RON) 88 atau premium ke BBM jenis pertalite atau premium yang kadar oktannya lebih tinggi.
Anggota Komite BPH Migas, Henry Ahmad, mengungkapkan peralihan konsumsi dari premium ke pertalite dan pertamax juga terasa dalam realisasi penyaluran BBM tahun lalu. Disebutkannya, tahun lalu, jumlah premium yang disalurkan untuk di luar wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) hanya sekitar 5 juta kiloliter (KL) dari kuota yang ditetapkan sebesar 12,5 juta KL.
"Terkait premium, ada banyak berita yang menyampaikan bahwa ada beberapa wilayah di mana masyarakat sulit mendapatkan premium. Tahun 2017, memang kuota premium ditetapkan BPH Migas yang di luar Jamali atau BBM penugasan itu 12,5 juta KL," katanya di Gedung BPH Migas, Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Oleh sebab itu, lanjutnya, pada tahun ini, kuota BBM jenis premium untuk di luar wilayah Jamali diturunkan menjadi hanya sekitar 7,5 juta KL. "Dalam realisasi di 2017 untuk premium sekitar 5 juta KL, tapi BPH Migas berupaya untuk lebih mengamankan makanya kita lebihkan kuota tersebut jadi 7,5 juta KL," imbuh dia.
Menurutnya, penurunan konsumsi premium ini disebabkan karena masyarakat saat ini sudah mulai sadar untuk menggunakan BBM yang lebih bersih. Apalagi untuk kendaraan dengan performa mesin di atas tahun 2000 maka dituntut untuk menggunakan bensin yang lebih bersih.
Jika tidak, maka biaya untuk perawatan (maintenance) akan jauh lebih besar. "Performa mesin tahun 2000 ke atas itu sudah menuntut untuk optimalisasi performa mesinnya. Dan itu memang terasa memang kalau menggunakan premium. Sehingga masyarakat sadar untuk migrasi ke pertalite dan pertamax," tandasnya.
Anggota Komite BPH Migas, Henry Ahmad, mengungkapkan peralihan konsumsi dari premium ke pertalite dan pertamax juga terasa dalam realisasi penyaluran BBM tahun lalu. Disebutkannya, tahun lalu, jumlah premium yang disalurkan untuk di luar wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) hanya sekitar 5 juta kiloliter (KL) dari kuota yang ditetapkan sebesar 12,5 juta KL.
"Terkait premium, ada banyak berita yang menyampaikan bahwa ada beberapa wilayah di mana masyarakat sulit mendapatkan premium. Tahun 2017, memang kuota premium ditetapkan BPH Migas yang di luar Jamali atau BBM penugasan itu 12,5 juta KL," katanya di Gedung BPH Migas, Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Oleh sebab itu, lanjutnya, pada tahun ini, kuota BBM jenis premium untuk di luar wilayah Jamali diturunkan menjadi hanya sekitar 7,5 juta KL. "Dalam realisasi di 2017 untuk premium sekitar 5 juta KL, tapi BPH Migas berupaya untuk lebih mengamankan makanya kita lebihkan kuota tersebut jadi 7,5 juta KL," imbuh dia.
Menurutnya, penurunan konsumsi premium ini disebabkan karena masyarakat saat ini sudah mulai sadar untuk menggunakan BBM yang lebih bersih. Apalagi untuk kendaraan dengan performa mesin di atas tahun 2000 maka dituntut untuk menggunakan bensin yang lebih bersih.
Jika tidak, maka biaya untuk perawatan (maintenance) akan jauh lebih besar. "Performa mesin tahun 2000 ke atas itu sudah menuntut untuk optimalisasi performa mesinnya. Dan itu memang terasa memang kalau menggunakan premium. Sehingga masyarakat sadar untuk migrasi ke pertalite dan pertamax," tandasnya.
(ven)