Petrokimia Gresik Jamin Pupuk Subsidi Tak Mahal dan Mudah Didapat
A
A
A
GRESIK - PT Petrokimia Gresik menjamin ketersediaan pupuk subsidi, sehingga para petani diminta tak perlu khawatir saat musim tanam ini. Sekretaris Perusahaan Petrokimia Gresik Yusuf Wibisono menegaskan, bila pupuk subsidi tidak akan dijual mahal serta gampang didapat dan juga tidak langka.
Menurutnya saat ini ada tiga isu seputar permasalahan pupuk bersubsidi di berbagai daerah. Berdasar laporan yang diterima bahwa pupuk subsidi kerap dijual lebih mahal, ditambah sulit didapat dan kerap terjadi kelangkaan. “Dalam hal ini ada hal-hal yang perlu dilihat secara mendalam. Khususnya, terkait tiga hal tersebut,” ujar Yusuf, Selasa (20/3/2018).
Terkait dengan mahalnya harga pupuk, petani dinilai harus tergabung dalam kelompok tani dan menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Dalam penyusunannya, petani dibantu oleh petugas penyuluh pertanian dari dinas setempat.
“Nah, sekarang kita perlu pastikan terlebih dahulu, apakah petani tersebut sudah tergabung dalam kelompok tani dan menyusun RDKK, atau belum? Bila belum, maka petani belum berhak dapat pupuk bersubsidi. Sehingga, menggunakan pupuk non-subsidi yang harganya jelas jauh lebih mahal dibanding pupuk bersubsidi,” ungkapnya.
Terkait pupuk yang sulit didapat, lanjut Yusuf produsen pupuk anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero), termasuk PG, pada dasarnya hanya memproduksi dan menyalurkan pupuk bersubsidi. Ini ditetapkan dalam Permendag Nomor:15 Tahun 2013. Sedangkan jumlah alokasi pupuk bersubsidi sudah ditetapkan melalui Permentan Nomor:47 Tahun 2017 yaitu sebesar 9,55 juta ton untuk tahun 2018.
Karenanya, terang dia supaya gampang mendapat pupuk subsidi, petani perlu memeriksa kembali alokasinya di suatu daerah, ada atau tidak ada. Bila alokasi habis, maka pupuk akan susah didapat, dan produsen sudah tentu tidak akan bisa menyalurkannya selama tidak ada keputusan realokasi dari pemerintah.
“Produsen tidak bisa serta merta melakukan realokasi pupuk bersubsidi tanpa adanya keputusan dari pemerintah, karena hal itu jelas menyalahi aturan Permendag dan Permentan tadi,” tegasnya.
Ia mengakui apabila alokasi secara nasional memang kurang, namun tidak membuat pupuk bersubsidi menjadi langka. Kebutuhan pupuk petani Indonesia berkisar pada angka 13 juta ton setiap tahunnya, tapi pagu anggaran negara hanya cukup memproduksi pupuk bersubsidi sebesar 9,55 juta ton. “Artinya, ada kekurangan atau gap sekitar 3-4 juta ton kebutuhan pupuk setiap tahunnya yang tidak dapat dipenuhi melalui skema subsidi,” ujar dia.
Sementara itu, Mabager Humas PG, M Ihwan menambahkan, bila PG sebagai salah satu produsen pupuk yang diberi mandat pemerintah, telah menyalurkan pupuk bersubsidi ke daerah yang menjadi tanggungjawabnya. Pada musim tanam kedua, Maret 2018, PG menyiapkan stok pupuk bersubsidi lebih dari 1 juta ton atau empat kali lebih banyak dari stok ketentuan minimum pemerintah, yaitu sebesar 227.318 ton.
“Penyaluran memang masih 72% karena petani di sejumlah daerah juga masih dalam masa panen. Namun, distribusi pupuk terus berjalan dan insya Allah akan sesuai dengan alokasi yang telah ditentukan,” ujarnya.
Dari alokasi nasional 9,55 juta ton, lanjut Ihwan, PG mendapat alokasi penyaluran sebesar 5,3 juta ton. Hingga saat ini PG sendiri sudah menyalurkan sebesar 1.057.632 ton atau 72% dari tanggung jawab alokasi sampai dengan Maret 2018.
Menurutnya saat ini ada tiga isu seputar permasalahan pupuk bersubsidi di berbagai daerah. Berdasar laporan yang diterima bahwa pupuk subsidi kerap dijual lebih mahal, ditambah sulit didapat dan kerap terjadi kelangkaan. “Dalam hal ini ada hal-hal yang perlu dilihat secara mendalam. Khususnya, terkait tiga hal tersebut,” ujar Yusuf, Selasa (20/3/2018).
Terkait dengan mahalnya harga pupuk, petani dinilai harus tergabung dalam kelompok tani dan menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Dalam penyusunannya, petani dibantu oleh petugas penyuluh pertanian dari dinas setempat.
“Nah, sekarang kita perlu pastikan terlebih dahulu, apakah petani tersebut sudah tergabung dalam kelompok tani dan menyusun RDKK, atau belum? Bila belum, maka petani belum berhak dapat pupuk bersubsidi. Sehingga, menggunakan pupuk non-subsidi yang harganya jelas jauh lebih mahal dibanding pupuk bersubsidi,” ungkapnya.
Terkait pupuk yang sulit didapat, lanjut Yusuf produsen pupuk anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero), termasuk PG, pada dasarnya hanya memproduksi dan menyalurkan pupuk bersubsidi. Ini ditetapkan dalam Permendag Nomor:15 Tahun 2013. Sedangkan jumlah alokasi pupuk bersubsidi sudah ditetapkan melalui Permentan Nomor:47 Tahun 2017 yaitu sebesar 9,55 juta ton untuk tahun 2018.
Karenanya, terang dia supaya gampang mendapat pupuk subsidi, petani perlu memeriksa kembali alokasinya di suatu daerah, ada atau tidak ada. Bila alokasi habis, maka pupuk akan susah didapat, dan produsen sudah tentu tidak akan bisa menyalurkannya selama tidak ada keputusan realokasi dari pemerintah.
“Produsen tidak bisa serta merta melakukan realokasi pupuk bersubsidi tanpa adanya keputusan dari pemerintah, karena hal itu jelas menyalahi aturan Permendag dan Permentan tadi,” tegasnya.
Ia mengakui apabila alokasi secara nasional memang kurang, namun tidak membuat pupuk bersubsidi menjadi langka. Kebutuhan pupuk petani Indonesia berkisar pada angka 13 juta ton setiap tahunnya, tapi pagu anggaran negara hanya cukup memproduksi pupuk bersubsidi sebesar 9,55 juta ton. “Artinya, ada kekurangan atau gap sekitar 3-4 juta ton kebutuhan pupuk setiap tahunnya yang tidak dapat dipenuhi melalui skema subsidi,” ujar dia.
Sementara itu, Mabager Humas PG, M Ihwan menambahkan, bila PG sebagai salah satu produsen pupuk yang diberi mandat pemerintah, telah menyalurkan pupuk bersubsidi ke daerah yang menjadi tanggungjawabnya. Pada musim tanam kedua, Maret 2018, PG menyiapkan stok pupuk bersubsidi lebih dari 1 juta ton atau empat kali lebih banyak dari stok ketentuan minimum pemerintah, yaitu sebesar 227.318 ton.
“Penyaluran memang masih 72% karena petani di sejumlah daerah juga masih dalam masa panen. Namun, distribusi pupuk terus berjalan dan insya Allah akan sesuai dengan alokasi yang telah ditentukan,” ujarnya.
Dari alokasi nasional 9,55 juta ton, lanjut Ihwan, PG mendapat alokasi penyaluran sebesar 5,3 juta ton. Hingga saat ini PG sendiri sudah menyalurkan sebesar 1.057.632 ton atau 72% dari tanggung jawab alokasi sampai dengan Maret 2018.
(akr)