Produk Terbaik Diciptakan SDM Terbaik
A
A
A
INDUSTRI automotif di Tanah Air berada dalam fase pasang surut. Namun, industri padat teknologi ini tetap menunjukkan gairah yang agresif. Salah satunya adalah persiapan menuju era mobil listrik. Lantas, bagaimana strategi produsen automotif menyongsong era teknologi baru itu? Berikut wawancara KORAN SINDO dengan Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono.
Industri automotif di Indonesia terus berkembang. Bagaimana TMMIN meresponsnya?
Kuncinya pada sumber daya manusia (SDM). Kami menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. Kami terus memperkuat SDM sehingga memiliki keahlian dan keterampilan mumpuni. Selain itu, research and development (R&D) juga penting. Kami memperkuat riset untuk menjawab kebutuhan konsumen. Sebab industri automotif tidak terlepas dari investasi SDM karena dengan SDM yang berkualitas akan mampu membangun produk berkualitas pula. Dalam pengembangan industri automotif, SDM ini faktor yang penting selain industri hulu dan rantai pasok.
Seberapa besar investasi di Sumber Daya Manusia (SDM) ini?
Bukan nilai (cost) yang menjadi soal, memang investasi di human resources ini lama. Kadang-kadang berpikir cost di awal besar, tapi dampaknya akan terasa di akhir. Nah, kami berusaha membuat karyawan selalu merasa nyaman untuk menjaga semangat dalam bekerja. Pekerjaan menuntut mereka harus fokus. Maka itu, lingkungan kerja juga harus dibuat nyaman sehingga karyawan bisa bekerja dengan penuh dedikasi demi menghasilkan produk terbaik. Ini sejalan dengan upaya kami memahami perkembangan tren guna menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Lalu bagaimana dengan kesiapan menghadapi kompetisi ke depan?
Kalau saya lebih fokus ke pengembangan SDM-nya. Bagaimana menyiapkan tenaga kerja kita lebih terampil. Karena empat atau lima tahun lagi mereka akan mengelola teknologi baru yang lebih complicated. Saya kira tantangan di bidang human resources ini penting.
Konkretnya, tantangan kita secara internal maupun eksternal adalah bagaimana membangun SDM lebih spesifik lagi. Misalnya tantangan seperti apa sih ke depan? Bidang apa sih yang paling penting? Contohnya maintenance SDM itu penting karena banyak teknologi baru, logistik juga, rantai pasok, dan produksi. Jadi, kita harus mengidenfitikasi area apa saja yang penting bagi pengembangan SDM ke depan. Bagaimana melakukan sertifikasi, bagaimana memberi nilai tambah bagi lulusan SMA dan SMK. Untuk SMK misalnya, kita bekali dengan keterampilan khusus, sebab ini yang akan membawa mereka ke dunia kerja. Kami menyiapkan komite vokasi Karawang, Kudus, Sulawesi Selatan (Sulsel), agar tercipta tenaga kerja lebih baik.
Bukankah soal SDM itu domain pemerintah lebih besar karena menyangkut kurikulum pendidikan?
Nah, kemarin memang wacana yang berkembang apabila industri atau suatu perusahaan melakukan Vokasi akan ada insentif. Sebenarnya kami (industri) bukan mau cari untung dalam penyiapan SDM. Tapi, jika perlu peralatan, trainer, dan fasilitas lainnya, mungkin bisa didukung oleh pemerintah. Sebab di negara lain juga begitu. Oleh karena itu, kami menilai perlu regulasi agar perusahaan giat melakukan mengembangkan SDM. Negara juga untung karena diringankan bebannya.
Terkait industri, selama ini industri automotif kerap mengeluhkan soal regulasi yang tidak kompetitif. Apa yang menjadi perhatian Toyota di Indonesia?
Hal sering kami garis bawahi apakah regulasi kita (Indonesia) cukup kompetitif dibandingkan dengan regulasi negara industri yang lain, seperti Thailand, Vietnam, atau lainnya. Dari situ dulu pintu masuknya. Sebab jika regulasinya tidak kompetitif, tentu akan berdampak tidak baik bagi industri.
Solusinya?
Sebenarnya yang sering kami (industri) bicarakan terkait kecepatan itu tidak melulu soal kecepatan implementasi, karena regulasi itu sebenarnya kan memberikan sinyal kepada pihak prinsipal atau kepada investor bahwa ini lho Indonesia akan melakukan sesuatu. Itu saja sebenarnya. Misalnya, soal mobil listrik, kalau toh regulasi ditetapkan tahun ini, bukan berarti diimplementasikan tahun ini juga. Misalnya 2018 diumumkan, tentu industri (siap) pada 2022 atau 2023. Dengan penegasan soal regulasi itu sebenarnya memberi sinyal kepada para prinsipal bahwa Indonesia akan masuk ke era baru (mobil listrik) pada 2022-2023. Dengan begitu, kami (industri) siap-siap menyambut itu. Harapan kami pada periode 4- 5 tahun kami gunakan untuk menyiapkan industri itu.
Artinya persiapan kegiatan produksi mobil listrik atau mungkin riset atau persiapan lainnya termasuk investasi harus beriringan dengan dikeluarkannya kebijakan itu?
Ya pastilah itu. Kan kita tidak bisa jika produk itu disiapkan mepet-mepet. Hal yang juga penting adalah produk apa paling match dengan kondisi Indonesia. Jadi tidak bisa tahun ini regulasinya ditetapkan, lalu tahun depan produksi. Perlu persiapan-persiapan.
Apa saja yang masih perlu dibenahi pemerintah agar industri berkembang. Karena negara lain juga berikan regulasi baru?
Ada dua hal. Pertama, kehadiran investor baru itu penting. Tanpa investor baru, kami tidak bisa catch up teknologinya. Di sisi lain yang sudah investasi harus punya fighting spirit lebih tinggi. Jadi, harus memiliki daya saing. Daya saing itu ada dua, yakni dari kita sendiri (industri) di sisi lain juga harus ada upaya dari pemerintah meningkatkan daya saing di bidang regulasi. Artinya harus melindungi industri. Bukan berarti protektif, Tapi secara logis harus mengutamakan produk lokal daripada impor. Kalau memang bisa lokal kan tidak perlu impor. Semua negara juga begitu. Sekarang jika kita ditetapkan ingin jadi negara industri, pasti kalangan industri akan berusaha mencapainya.
Untuk mobil listrik, apakah masyarakat kita sudah siap menerima teknologi itu?
Kami masih berpendapat bahwa customer yang menentukan pilihan itu. Kami sih inginnya hybrid . Tapi, kami tidak mendikte pasar. Kami ingin customer yang ngomong sehingga berdasarkan customer need itulah kami melakukan pengembangan produk di Indonesia.
Untuk pengembangan produk dalam lima tahun ke depan, apa yang cocok di Indonesia?
Sepertinya ke depan mobil jenis sport utility vehicle (SUV) terutama city SUV akan booming di kota besar seperti Jakarta karena stylish, dari sisi capacity point of view juga logis masih bisa mengangkut banyak orang. Saya melihat pergerakan market automotif itu kan 60% di Jakarta. Apakah nanti perjalanan market di kota lain akan mencontoh Jakarta atau tidak. Kalau misalnya kota lain bisa seperti Jakarta, maka mobil kategori low sampai medium level masih menjanjikan.
Pada tahun politik 2018 dan 2019 apa ada imbas ke industri?
Pasti ada. Kapasitas produksi nasional kan dua juta per tahun, tapi market-nya tidak beranjak dari satu juta unit. Ini tentu tantangan untuk industri. Saya perkirakan ini akan berjalan beberapa tahun ke depan sampai tiga tahun ke depan. Size market-nya belum berubah. Bagi kita, pasar domestik penting, tapi ekspor juga harus makin kuat. Maka, ayo bareng-bareng (industri dan pemerintah) meningkatkan daya saing. Sebab dari sisi industri automotif daya saing kita masih tertinggal. Kami memang harus teriak. Bahaya negeri kita, pasarnya besar, masa dipasok dari luar. Harus dari dalam negeri dan industri dalam negeri didorong untuk ekspor.
Industri automotif di Indonesia terus berkembang. Bagaimana TMMIN meresponsnya?
Kuncinya pada sumber daya manusia (SDM). Kami menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. Kami terus memperkuat SDM sehingga memiliki keahlian dan keterampilan mumpuni. Selain itu, research and development (R&D) juga penting. Kami memperkuat riset untuk menjawab kebutuhan konsumen. Sebab industri automotif tidak terlepas dari investasi SDM karena dengan SDM yang berkualitas akan mampu membangun produk berkualitas pula. Dalam pengembangan industri automotif, SDM ini faktor yang penting selain industri hulu dan rantai pasok.
Seberapa besar investasi di Sumber Daya Manusia (SDM) ini?
Bukan nilai (cost) yang menjadi soal, memang investasi di human resources ini lama. Kadang-kadang berpikir cost di awal besar, tapi dampaknya akan terasa di akhir. Nah, kami berusaha membuat karyawan selalu merasa nyaman untuk menjaga semangat dalam bekerja. Pekerjaan menuntut mereka harus fokus. Maka itu, lingkungan kerja juga harus dibuat nyaman sehingga karyawan bisa bekerja dengan penuh dedikasi demi menghasilkan produk terbaik. Ini sejalan dengan upaya kami memahami perkembangan tren guna menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Lalu bagaimana dengan kesiapan menghadapi kompetisi ke depan?
Kalau saya lebih fokus ke pengembangan SDM-nya. Bagaimana menyiapkan tenaga kerja kita lebih terampil. Karena empat atau lima tahun lagi mereka akan mengelola teknologi baru yang lebih complicated. Saya kira tantangan di bidang human resources ini penting.
Konkretnya, tantangan kita secara internal maupun eksternal adalah bagaimana membangun SDM lebih spesifik lagi. Misalnya tantangan seperti apa sih ke depan? Bidang apa sih yang paling penting? Contohnya maintenance SDM itu penting karena banyak teknologi baru, logistik juga, rantai pasok, dan produksi. Jadi, kita harus mengidenfitikasi area apa saja yang penting bagi pengembangan SDM ke depan. Bagaimana melakukan sertifikasi, bagaimana memberi nilai tambah bagi lulusan SMA dan SMK. Untuk SMK misalnya, kita bekali dengan keterampilan khusus, sebab ini yang akan membawa mereka ke dunia kerja. Kami menyiapkan komite vokasi Karawang, Kudus, Sulawesi Selatan (Sulsel), agar tercipta tenaga kerja lebih baik.
Bukankah soal SDM itu domain pemerintah lebih besar karena menyangkut kurikulum pendidikan?
Nah, kemarin memang wacana yang berkembang apabila industri atau suatu perusahaan melakukan Vokasi akan ada insentif. Sebenarnya kami (industri) bukan mau cari untung dalam penyiapan SDM. Tapi, jika perlu peralatan, trainer, dan fasilitas lainnya, mungkin bisa didukung oleh pemerintah. Sebab di negara lain juga begitu. Oleh karena itu, kami menilai perlu regulasi agar perusahaan giat melakukan mengembangkan SDM. Negara juga untung karena diringankan bebannya.
Terkait industri, selama ini industri automotif kerap mengeluhkan soal regulasi yang tidak kompetitif. Apa yang menjadi perhatian Toyota di Indonesia?
Hal sering kami garis bawahi apakah regulasi kita (Indonesia) cukup kompetitif dibandingkan dengan regulasi negara industri yang lain, seperti Thailand, Vietnam, atau lainnya. Dari situ dulu pintu masuknya. Sebab jika regulasinya tidak kompetitif, tentu akan berdampak tidak baik bagi industri.
Solusinya?
Sebenarnya yang sering kami (industri) bicarakan terkait kecepatan itu tidak melulu soal kecepatan implementasi, karena regulasi itu sebenarnya kan memberikan sinyal kepada pihak prinsipal atau kepada investor bahwa ini lho Indonesia akan melakukan sesuatu. Itu saja sebenarnya. Misalnya, soal mobil listrik, kalau toh regulasi ditetapkan tahun ini, bukan berarti diimplementasikan tahun ini juga. Misalnya 2018 diumumkan, tentu industri (siap) pada 2022 atau 2023. Dengan penegasan soal regulasi itu sebenarnya memberi sinyal kepada para prinsipal bahwa Indonesia akan masuk ke era baru (mobil listrik) pada 2022-2023. Dengan begitu, kami (industri) siap-siap menyambut itu. Harapan kami pada periode 4- 5 tahun kami gunakan untuk menyiapkan industri itu.
Artinya persiapan kegiatan produksi mobil listrik atau mungkin riset atau persiapan lainnya termasuk investasi harus beriringan dengan dikeluarkannya kebijakan itu?
Ya pastilah itu. Kan kita tidak bisa jika produk itu disiapkan mepet-mepet. Hal yang juga penting adalah produk apa paling match dengan kondisi Indonesia. Jadi tidak bisa tahun ini regulasinya ditetapkan, lalu tahun depan produksi. Perlu persiapan-persiapan.
Apa saja yang masih perlu dibenahi pemerintah agar industri berkembang. Karena negara lain juga berikan regulasi baru?
Ada dua hal. Pertama, kehadiran investor baru itu penting. Tanpa investor baru, kami tidak bisa catch up teknologinya. Di sisi lain yang sudah investasi harus punya fighting spirit lebih tinggi. Jadi, harus memiliki daya saing. Daya saing itu ada dua, yakni dari kita sendiri (industri) di sisi lain juga harus ada upaya dari pemerintah meningkatkan daya saing di bidang regulasi. Artinya harus melindungi industri. Bukan berarti protektif, Tapi secara logis harus mengutamakan produk lokal daripada impor. Kalau memang bisa lokal kan tidak perlu impor. Semua negara juga begitu. Sekarang jika kita ditetapkan ingin jadi negara industri, pasti kalangan industri akan berusaha mencapainya.
Untuk mobil listrik, apakah masyarakat kita sudah siap menerima teknologi itu?
Kami masih berpendapat bahwa customer yang menentukan pilihan itu. Kami sih inginnya hybrid . Tapi, kami tidak mendikte pasar. Kami ingin customer yang ngomong sehingga berdasarkan customer need itulah kami melakukan pengembangan produk di Indonesia.
Untuk pengembangan produk dalam lima tahun ke depan, apa yang cocok di Indonesia?
Sepertinya ke depan mobil jenis sport utility vehicle (SUV) terutama city SUV akan booming di kota besar seperti Jakarta karena stylish, dari sisi capacity point of view juga logis masih bisa mengangkut banyak orang. Saya melihat pergerakan market automotif itu kan 60% di Jakarta. Apakah nanti perjalanan market di kota lain akan mencontoh Jakarta atau tidak. Kalau misalnya kota lain bisa seperti Jakarta, maka mobil kategori low sampai medium level masih menjanjikan.
Pada tahun politik 2018 dan 2019 apa ada imbas ke industri?
Pasti ada. Kapasitas produksi nasional kan dua juta per tahun, tapi market-nya tidak beranjak dari satu juta unit. Ini tentu tantangan untuk industri. Saya perkirakan ini akan berjalan beberapa tahun ke depan sampai tiga tahun ke depan. Size market-nya belum berubah. Bagi kita, pasar domestik penting, tapi ekspor juga harus makin kuat. Maka, ayo bareng-bareng (industri dan pemerintah) meningkatkan daya saing. Sebab dari sisi industri automotif daya saing kita masih tertinggal. Kami memang harus teriak. Bahaya negeri kita, pasarnya besar, masa dipasok dari luar. Harus dari dalam negeri dan industri dalam negeri didorong untuk ekspor.
(amm)