Bappenas Dorong Keragaman dan Kompleksitas Produk Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakan acara The 4th Industrial Dialogue Grand Session: The Study on the Promotion of Globally Competitive Industry.
Melalui diskusi tersebut diharapkan dapat menggalang kesepahaman dan komitmen di antara masing-masing instansi pemerintah lndonesia, khususnya dalam menyikapi perkembangan sektor industri nasional.
Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pengembangan industri nasional diarahkan untuk memecahkan tiga masalah utama. Pertama, stagnansi produktivitas tenaga kerja industri. Kedua, daya saing industri nasional. Ketiga, ekspor produk manufaktur Indonesia didominasi produk teknologi rendah.
"Saat ini karakteristik produk ekspor Indonesia bersifat homogen, dan kita tertinggal dalam mengembangkan produk baru di bidang manufaktur. Rendahnya proporsi ekspor dengan kandungan teknologi tinggi mengindikasikan Indonesia belum berpartisipasi optimal dalam rantai nilai global," ujarnya di di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (17/4/2018).
Menurut Bambang, produk ekspor Indonesia terkonsentrasi pada produk hasil komoditi dan barang pertambangan, seperti batubara, CPO, dan karet, dengan sedikit kontribusi dari ekspor barang permesinan.
Sementara Thailand dan Malaysia memiliki karakteristik produk ekspor yang lebih heterogen dan berada dalam posisi yang lebih baik dalam menangkap perubahan konsumsi global, mendorong nilai tambah yang tinggi, serta lebih kuat dalam menghadapi fluktuasi harga komoditas. "Untuk itu, kami mendorong upaya untuk meningkatkan keragaman dan kompleksitas produk ekspor lndonesia agar mampu bersaing di pasar global," jelasnya.
Kajian empris membuktikan tingkat kompleksitas dan keragaman produk ekspor suatu negara memiliki korelasi positif dengan tingkat pendapatan per kapita suatu negara. Berdasarkan data Atlas of Economic Complexity yang diterbitkan Harvard University menunjukkan produk yang diekspor Indonesia memiliki ragam yang terbatas, didominasi produk commodity-based.
Ditambah memiliki kaitan yang terbatas (limited forward and backward linkage) dengan sektor-sektor lain. Hal ini membuat Indonesia belum mampu menghasilkan produk baru dengan teknologi yang lebih tinggi.
"Produk ekspor lndonesia masih terbatas untuk ekspor tekstil, hasil perkebunan dan kayu, dan produk kimia. Untuk menjadi industri maju dan dapat bersaing di pasar global, kita perlu meningkatkan kemampuan know-how dari sektor industri nasional," kata Bambang.
Di sisi lain, Indonesia harus mengidentifikasi jalur tercepat meningkatkan kemampuan, baik melalui kebijakan industri yang tepat maupun dengan fokus pada beberapa produk strategis yang dapat memberikan daya ungkit paling tinggi pada perekonomian nasional.
"Kapasitas manufaktur lokal juga perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk ekspor dengan kompleksitas dan nilai tambah yang tinggi. Studi Bappenas - JICA yang berfokus pada sektor automotif, elektronika, dan pengolahan makanan memberikan gambaran atas strategi yang dapat ditempuh lndonesia dalam jangka menengah," jelas Menteri Bambang.
Melalui diskusi tersebut diharapkan dapat menggalang kesepahaman dan komitmen di antara masing-masing instansi pemerintah lndonesia, khususnya dalam menyikapi perkembangan sektor industri nasional.
Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pengembangan industri nasional diarahkan untuk memecahkan tiga masalah utama. Pertama, stagnansi produktivitas tenaga kerja industri. Kedua, daya saing industri nasional. Ketiga, ekspor produk manufaktur Indonesia didominasi produk teknologi rendah.
"Saat ini karakteristik produk ekspor Indonesia bersifat homogen, dan kita tertinggal dalam mengembangkan produk baru di bidang manufaktur. Rendahnya proporsi ekspor dengan kandungan teknologi tinggi mengindikasikan Indonesia belum berpartisipasi optimal dalam rantai nilai global," ujarnya di di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (17/4/2018).
Menurut Bambang, produk ekspor Indonesia terkonsentrasi pada produk hasil komoditi dan barang pertambangan, seperti batubara, CPO, dan karet, dengan sedikit kontribusi dari ekspor barang permesinan.
Sementara Thailand dan Malaysia memiliki karakteristik produk ekspor yang lebih heterogen dan berada dalam posisi yang lebih baik dalam menangkap perubahan konsumsi global, mendorong nilai tambah yang tinggi, serta lebih kuat dalam menghadapi fluktuasi harga komoditas. "Untuk itu, kami mendorong upaya untuk meningkatkan keragaman dan kompleksitas produk ekspor lndonesia agar mampu bersaing di pasar global," jelasnya.
Kajian empris membuktikan tingkat kompleksitas dan keragaman produk ekspor suatu negara memiliki korelasi positif dengan tingkat pendapatan per kapita suatu negara. Berdasarkan data Atlas of Economic Complexity yang diterbitkan Harvard University menunjukkan produk yang diekspor Indonesia memiliki ragam yang terbatas, didominasi produk commodity-based.
Ditambah memiliki kaitan yang terbatas (limited forward and backward linkage) dengan sektor-sektor lain. Hal ini membuat Indonesia belum mampu menghasilkan produk baru dengan teknologi yang lebih tinggi.
"Produk ekspor lndonesia masih terbatas untuk ekspor tekstil, hasil perkebunan dan kayu, dan produk kimia. Untuk menjadi industri maju dan dapat bersaing di pasar global, kita perlu meningkatkan kemampuan know-how dari sektor industri nasional," kata Bambang.
Di sisi lain, Indonesia harus mengidentifikasi jalur tercepat meningkatkan kemampuan, baik melalui kebijakan industri yang tepat maupun dengan fokus pada beberapa produk strategis yang dapat memberikan daya ungkit paling tinggi pada perekonomian nasional.
"Kapasitas manufaktur lokal juga perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk ekspor dengan kompleksitas dan nilai tambah yang tinggi. Studi Bappenas - JICA yang berfokus pada sektor automotif, elektronika, dan pengolahan makanan memberikan gambaran atas strategi yang dapat ditempuh lndonesia dalam jangka menengah," jelas Menteri Bambang.
(akr)