Menkeu Sri Mulyani Pamer Pengelolaan Anggaran RI di Amerika
A
A
A
JAKARTA - Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan reformasi sektor Fiskal dan Moneter yang telah dicapai Indonesia pasca 20 tahun krisis ekonomi di tahun 1998. Menkeu memamerkan dirinya bisa kelola anggaran Indonesia dengan baik.
Pengelolaan anggaran, Indonesia kini sudah memiliki pencatatan aset yang lebih baik. Lantaran, neraca keuangan dibuat dengan disclamer karena tidak bisa dipastikan berapa aset negara sebenarnya.
"Kemudian Indonesia juga mereformasi pengelolaan anggaran APBN. Anda tidak akan percaya bahwa Indonesia baru punya pencatatan aset induk setelah 10 tahun lalu ketika saya menjadi Menteri Keuangan. Balance sheet (neraca keuangan) dulu adalah disclaimer, karena kami tidak tahu berapa aset sesungguhnya dari pemerintah Indonesia karena tidak terdaftar dan diinventarisir," ujar Menkeu lewat keterangan resmi di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Acara yang melibatkan investor, pembuat kebijakan, maupun para pemimpin-pemimpin di Washington DC, baik dari sektor publik pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun kelompok swasta ini, sekaligus termasuk dalam rangkaian kegiatan IMF-World Bank Group Spring Meetings 2018.
"Contoh reformasi institusi Indonesia yaitu menempatkan Bank Sentral menjadi independen dari pemerintahan. Sebelumnya bagian dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang saya bayangkan Menterinya sangat punya kekuatan untuk menekan kebijakan ke mereka," jelas Sri Mulyani.
Ia melanjutkan capaian Indonesia dengan adanya lembaga pengawas sektor finansial Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Kemudian kami punya pengawas sektor keuangan yaitu, OJK yang menguatkan pengawasan pertumbuhan makro, kebijakan fiskal, moneter, perbankan, sistem dan regulasi keuangan," lanjutnya.
Indonesia terang dia, kini menerapkan I-account agar menyajikan data yang riil mengenai keuangan negara setelah sebelumnya menggunakan T-account yang membuat asumsi APBN selalu dalam keadaan seimbang.
"Kami mengadopsi praktek yang lebih global dalam mengelola fiskal. Di masa lalu Indonesia mengklaim bahwa APBN selalu balance karena kami menggunakan T-account dalam menyajikan data," terangnya.
"Sisi kiri adalah pendapatan termasuk pinjaman. Pinjaman dianggap pendapatan. Di sisi kanan adalah belanja, kemudian mengklaimnya seimbang. Kemudian kami mengubahnya dengan format I-account yang banyak digunakan oleh negara-negara di dunia," sambung Sri Mulyani.
Pengelolaan anggaran, Indonesia kini sudah memiliki pencatatan aset yang lebih baik. Lantaran, neraca keuangan dibuat dengan disclamer karena tidak bisa dipastikan berapa aset negara sebenarnya.
"Kemudian Indonesia juga mereformasi pengelolaan anggaran APBN. Anda tidak akan percaya bahwa Indonesia baru punya pencatatan aset induk setelah 10 tahun lalu ketika saya menjadi Menteri Keuangan. Balance sheet (neraca keuangan) dulu adalah disclaimer, karena kami tidak tahu berapa aset sesungguhnya dari pemerintah Indonesia karena tidak terdaftar dan diinventarisir," ujar Menkeu lewat keterangan resmi di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Acara yang melibatkan investor, pembuat kebijakan, maupun para pemimpin-pemimpin di Washington DC, baik dari sektor publik pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun kelompok swasta ini, sekaligus termasuk dalam rangkaian kegiatan IMF-World Bank Group Spring Meetings 2018.
"Contoh reformasi institusi Indonesia yaitu menempatkan Bank Sentral menjadi independen dari pemerintahan. Sebelumnya bagian dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang saya bayangkan Menterinya sangat punya kekuatan untuk menekan kebijakan ke mereka," jelas Sri Mulyani.
Ia melanjutkan capaian Indonesia dengan adanya lembaga pengawas sektor finansial Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Kemudian kami punya pengawas sektor keuangan yaitu, OJK yang menguatkan pengawasan pertumbuhan makro, kebijakan fiskal, moneter, perbankan, sistem dan regulasi keuangan," lanjutnya.
Indonesia terang dia, kini menerapkan I-account agar menyajikan data yang riil mengenai keuangan negara setelah sebelumnya menggunakan T-account yang membuat asumsi APBN selalu dalam keadaan seimbang.
"Kami mengadopsi praktek yang lebih global dalam mengelola fiskal. Di masa lalu Indonesia mengklaim bahwa APBN selalu balance karena kami menggunakan T-account dalam menyajikan data," terangnya.
"Sisi kiri adalah pendapatan termasuk pinjaman. Pinjaman dianggap pendapatan. Di sisi kanan adalah belanja, kemudian mengklaimnya seimbang. Kemudian kami mengubahnya dengan format I-account yang banyak digunakan oleh negara-negara di dunia," sambung Sri Mulyani.
(akr)