Mendes PDTT: Kopi Indonesia Bisa Mendunia Melalui Prukades
A
A
A
JAKARTA - Bisnis yang berhubungan dengan gaya hidup (lifestyle) saat ini telah menjadi salah satu bidang usaha paling laku di Indonesia. Salah satu bisnis lifestyle yang potensial di Indonesia adalah bisnis kopi.
“Indonesia adalah penghasil kopi nomor empat dunia. Kabupaten yang potensial kopi saya minta agar fokus,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo saat menjadi keynote speaker dalam acara Seminar berseri "Gatra Bicara" di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Selasa 8 Mei 2018.
Ia menjelaskan, pengembangan kopi di desa-desa dapat dilakukan melalui program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades). Dengan Prukades, daerah potensial kopi akan memiliki skala ekonomi yang cukup sehingga menjadi magnet kuat bagi dunia usaha untuk investasi pascapanen.
“Tahun 2016 saya roadshow ke 44 kabupaten untuk mengikuti program Prukades ini, dan yang ikut hanya 22 kabupaten. Tapi mereka berhasil” ujarnya.
Tahun ini Kemendes PDTT kembali membuka pendaftaran untuk ikut program tersebut dan yang sudah mendaftar ada 168 kabupaten. “Setelah diseleksi kita luluskan 128 kabupaten, kita link-kan dengan 68 perusahaan menengah dan besar, membentuk 240 kesepakatan dengan investasi Rp47 triliun. Salah satunya adalah kopi,” ungkapnya.
Menurutnya, kopi adalah salah satu produk Indonesia yang tidak boleh diremehkan. Namun demikian, perlu keterlibatan dunia usaha agar produk kopi dapat berkembang dengan pesat. “Kalau dana desa memang masih fokus untuk infrastruktur karena desa-desa masih minim infrastruktur. Tapi pemerintah tidak hanya Kementerian Desa saja, di samping itu jangan lupa libatkan pengusaha,” ujarnya.
Selain jumlah dan kualitas produksi, nilai jual kopi juga terletak pada pengelolaannya. Selanjutnya juga dibutuhkan pengalaman untuk dapat masuk ke dalam gaya hidup masyarakat kekinian.
Eko berharap, Indonesia memiliki pengalaman yang dapat menciptakan nilai jual tersendiri. “Tujuh tahun ke depan segala yang ada di kota besar juga akan ada di desa. Kopi mahal di kota-kota tujuh tahun ke depan juga akan muncul di desa,” tegasnya.
Terkait hal tersebut, Deputi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Joshua Puji Mulia Simandjuntak mengatakan, Indonesia adalah salah satu negara dengan pemilik indikasi geografis kopi terbanyak dunia. Hal ini semakin memperkuat besarnya potensi produksi kopi di Indonesia.
Namun ia menyayangkan bahwa hingga saat ini kopi Indonesia belum banyak dikenal oleh dunia. “Sekarang kita sedang memperkenalkan dan menyebarluaskan kopi Indonesia. Kopi yakni k-o-p-i. Jadi, kalau orang ingat kata kopi, ingat Indonesia,” sebut Joshua.
“Indonesia adalah penghasil kopi nomor empat dunia. Kabupaten yang potensial kopi saya minta agar fokus,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo saat menjadi keynote speaker dalam acara Seminar berseri "Gatra Bicara" di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Selasa 8 Mei 2018.
Ia menjelaskan, pengembangan kopi di desa-desa dapat dilakukan melalui program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades). Dengan Prukades, daerah potensial kopi akan memiliki skala ekonomi yang cukup sehingga menjadi magnet kuat bagi dunia usaha untuk investasi pascapanen.
“Tahun 2016 saya roadshow ke 44 kabupaten untuk mengikuti program Prukades ini, dan yang ikut hanya 22 kabupaten. Tapi mereka berhasil” ujarnya.
Tahun ini Kemendes PDTT kembali membuka pendaftaran untuk ikut program tersebut dan yang sudah mendaftar ada 168 kabupaten. “Setelah diseleksi kita luluskan 128 kabupaten, kita link-kan dengan 68 perusahaan menengah dan besar, membentuk 240 kesepakatan dengan investasi Rp47 triliun. Salah satunya adalah kopi,” ungkapnya.
Menurutnya, kopi adalah salah satu produk Indonesia yang tidak boleh diremehkan. Namun demikian, perlu keterlibatan dunia usaha agar produk kopi dapat berkembang dengan pesat. “Kalau dana desa memang masih fokus untuk infrastruktur karena desa-desa masih minim infrastruktur. Tapi pemerintah tidak hanya Kementerian Desa saja, di samping itu jangan lupa libatkan pengusaha,” ujarnya.
Selain jumlah dan kualitas produksi, nilai jual kopi juga terletak pada pengelolaannya. Selanjutnya juga dibutuhkan pengalaman untuk dapat masuk ke dalam gaya hidup masyarakat kekinian.
Eko berharap, Indonesia memiliki pengalaman yang dapat menciptakan nilai jual tersendiri. “Tujuh tahun ke depan segala yang ada di kota besar juga akan ada di desa. Kopi mahal di kota-kota tujuh tahun ke depan juga akan muncul di desa,” tegasnya.
Terkait hal tersebut, Deputi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Joshua Puji Mulia Simandjuntak mengatakan, Indonesia adalah salah satu negara dengan pemilik indikasi geografis kopi terbanyak dunia. Hal ini semakin memperkuat besarnya potensi produksi kopi di Indonesia.
Namun ia menyayangkan bahwa hingga saat ini kopi Indonesia belum banyak dikenal oleh dunia. “Sekarang kita sedang memperkenalkan dan menyebarluaskan kopi Indonesia. Kopi yakni k-o-p-i. Jadi, kalau orang ingat kata kopi, ingat Indonesia,” sebut Joshua.
(poe)