Dibayangi Sanksi Iran, Harga Minyak Merangkak Naik
A
A
A
SINGAPURA - Harga minyak mentah dunia merangkak naik dipicu sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran yang diyakini akan membuat pasar semakin ketat. AS telah mulai menerapkan sanksi baru terhadap Iran, yang mulai November nanti juga akan menargetkan sektor perminyakan negara tersebut.
Dibayangi sentimen tersebut, minyak mentah Brent berjangka bulan depan LCOc1 awal pekan ini naik ke level USD72,88 per barel, naik USD7 sen dari penutupan terakhirnya. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS CLc1 naik USD16 sen menjadi USD67,79 per barel.
"Dengan berjalannya sanksi AS terhadap Iran, semua mata kini tertuju pada dampaknya atas ekspor minyak mentah dari negara itu," ungkap Bank ANZ seperti dikutip Reuters, Senin (13/8/2018).
ANZ menilai sanksi tersebut akan menyebabkan pasokan minyak global tersendat meskipun jika AS meningkatkan produksinya, yang terlihat dari terus meningkatnya data aktivitas pengeboran di negara tersebut.
Menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes, perusahaan-perusahaan energi AS pekan lalu kembali menambahkan jumlah rig minyak sehingga jumlah total rig yang beroperasi kini menjadi 869. Angka itu menunjukkan tingkat aktivitas pengeboran tertinggi sejak Maret 2015.
Hal lain yang berpotensi mengurangi permintaan minyak di pasar adalah tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan permintaan bahan bakar, terutama di pasar negara berkembang besar Asia.
"Permintaan yang lebih rendah dari China, importir terbesar dunia, datang pada saat kritis ketika pertumbuhan permintaan dari Asia secara umum dipertanyakan. Ini karena dampak negatif dari perang dagang, dolar yang lebih kuat dan meningkatnya biaya pendanaan," papar kepala strategi komoditas di Saxo Bank Denmark, Ole Hansen.
Dibayangi sentimen tersebut, minyak mentah Brent berjangka bulan depan LCOc1 awal pekan ini naik ke level USD72,88 per barel, naik USD7 sen dari penutupan terakhirnya. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS CLc1 naik USD16 sen menjadi USD67,79 per barel.
"Dengan berjalannya sanksi AS terhadap Iran, semua mata kini tertuju pada dampaknya atas ekspor minyak mentah dari negara itu," ungkap Bank ANZ seperti dikutip Reuters, Senin (13/8/2018).
ANZ menilai sanksi tersebut akan menyebabkan pasokan minyak global tersendat meskipun jika AS meningkatkan produksinya, yang terlihat dari terus meningkatnya data aktivitas pengeboran di negara tersebut.
Menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes, perusahaan-perusahaan energi AS pekan lalu kembali menambahkan jumlah rig minyak sehingga jumlah total rig yang beroperasi kini menjadi 869. Angka itu menunjukkan tingkat aktivitas pengeboran tertinggi sejak Maret 2015.
Hal lain yang berpotensi mengurangi permintaan minyak di pasar adalah tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan permintaan bahan bakar, terutama di pasar negara berkembang besar Asia.
"Permintaan yang lebih rendah dari China, importir terbesar dunia, datang pada saat kritis ketika pertumbuhan permintaan dari Asia secara umum dipertanyakan. Ini karena dampak negatif dari perang dagang, dolar yang lebih kuat dan meningkatnya biaya pendanaan," papar kepala strategi komoditas di Saxo Bank Denmark, Ole Hansen.
(fjo)