Defisit Neraca Transaksi Berjalan Bikin Rupiah Makin Tenggelam
A
A
A
JAKARTA - Seiring dengan defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2018 yang mengalami kenaikan, dinilai ekonom menjadi salah satu penyebab untuk menyeret rupiah jatuh semakin dalam. Bahkan pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) anjlok hingga menyentuh posisi Rp14.616/USD atau lebih parah dari posisi akhir pekan lalu di level Rp14.480/USD.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan anjloknya rupiah juga disebakan oleh faktor internal yakni defisit transaksi berjalan yang menembus 3% (PDB) dan tercatat tercatat USD8,0 miliar. Hal itu menjadi sentimen negatif hingga membuat investor khawatir dan di luar ekspektasi sebelumnya.
"Dari dalam negeri sentimen investor lebih dipengaruhi rilis data defisit transaksi berjalan yang menembus 3% terhadap PDB di Q2 2018. Defisit transaksi berjalan berpotensi melebar di kuartal 3 dan 4 akibat naiknya biaya kebutuhan impor. Pembayaran utang jatuh tempo dan realisasi proyek infrastruktur yang menyedot bahan baku impor," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (13/8/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, langkah Bank (BI) yang tetap mempertahkan suku bunga acuan alias BI-7days repo rate belum memberikan ekspetasi baik terhadap pasar dan investor. "Respons BI dalam menghadapi pelemahan rupiah juga masih andalkan cadev. Jadi hasil RDG BI pertahankan 7days repo di level 5,25% tidak ada surprise dari BI sehingga ekspektasi pasar cenderung menahan diri," paparnya.
Selain itu, terang dia faktor lainnya datang dari tekanan global berasal sejalan kekhawatiran krisis Turki dengan anjloknya Lira 40% ini mempengaruhi mata uang garuda terhadap dolar. Serta sanksi Amerika Serikat kepada Indonesia membuat beberapa investor memborong dolar.
"Krisis Turki diprediksi akan menyebabkan spillover effect ke Eropa dan negara berkembang lainnya. Kondisi ini diperparah oleh sanksi dari AS berupa kenaikan bea masuk alumnium asal Turki. Dampaknya aset emerging market agak dihindari. Investor global memborong dolar dan Treasury bond. US dolar index naik menjadi 96,4," terang dia.
Sebagai informasi ketika peningkatan aktivitas ekonomi domestik, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2018 mengalami kenaikan. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2018 tercatat USD8,0 miliar (3,0% PDB), lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan sebelumnya sebesar USD5,7 miliar (2,2% PDB).
Sampai dengan semester I 2018, defisit transaksi berjalan diklaim BI masih berada dalam batas yang aman, yaitu 2,6% PDB. Peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah kenaikan defisit neraca perdagangan migas.
Penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas terutama disebabkan naiknya impor bahan baku dan barang modal, sebagai dampak dari kegiatan produksi dan investasi yang terus meningkat di tengah ekspor nonmigas yang turun.
Peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi saat lebaran dan libur sekolah. Pada triwulan II 2018, sesuai dengan pola musimannya, terjadi peningkatan pembayaran dividen sehingga turut meningkatkan defisit neraca pendapatan primer.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan anjloknya rupiah juga disebakan oleh faktor internal yakni defisit transaksi berjalan yang menembus 3% (PDB) dan tercatat tercatat USD8,0 miliar. Hal itu menjadi sentimen negatif hingga membuat investor khawatir dan di luar ekspektasi sebelumnya.
"Dari dalam negeri sentimen investor lebih dipengaruhi rilis data defisit transaksi berjalan yang menembus 3% terhadap PDB di Q2 2018. Defisit transaksi berjalan berpotensi melebar di kuartal 3 dan 4 akibat naiknya biaya kebutuhan impor. Pembayaran utang jatuh tempo dan realisasi proyek infrastruktur yang menyedot bahan baku impor," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (13/8/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, langkah Bank (BI) yang tetap mempertahkan suku bunga acuan alias BI-7days repo rate belum memberikan ekspetasi baik terhadap pasar dan investor. "Respons BI dalam menghadapi pelemahan rupiah juga masih andalkan cadev. Jadi hasil RDG BI pertahankan 7days repo di level 5,25% tidak ada surprise dari BI sehingga ekspektasi pasar cenderung menahan diri," paparnya.
Selain itu, terang dia faktor lainnya datang dari tekanan global berasal sejalan kekhawatiran krisis Turki dengan anjloknya Lira 40% ini mempengaruhi mata uang garuda terhadap dolar. Serta sanksi Amerika Serikat kepada Indonesia membuat beberapa investor memborong dolar.
"Krisis Turki diprediksi akan menyebabkan spillover effect ke Eropa dan negara berkembang lainnya. Kondisi ini diperparah oleh sanksi dari AS berupa kenaikan bea masuk alumnium asal Turki. Dampaknya aset emerging market agak dihindari. Investor global memborong dolar dan Treasury bond. US dolar index naik menjadi 96,4," terang dia.
Sebagai informasi ketika peningkatan aktivitas ekonomi domestik, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2018 mengalami kenaikan. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2018 tercatat USD8,0 miliar (3,0% PDB), lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan sebelumnya sebesar USD5,7 miliar (2,2% PDB).
Sampai dengan semester I 2018, defisit transaksi berjalan diklaim BI masih berada dalam batas yang aman, yaitu 2,6% PDB. Peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah kenaikan defisit neraca perdagangan migas.
Penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas terutama disebabkan naiknya impor bahan baku dan barang modal, sebagai dampak dari kegiatan produksi dan investasi yang terus meningkat di tengah ekspor nonmigas yang turun.
Peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi saat lebaran dan libur sekolah. Pada triwulan II 2018, sesuai dengan pola musimannya, terjadi peningkatan pembayaran dividen sehingga turut meningkatkan defisit neraca pendapatan primer.
(akr)