Antisipasi Pelemahan Ekonomi, BTN Dorong Pertumbuhan Sektor Riil
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara Tbk atau BTN siap turut serta dalam menggerakkan pertumbuhan sektor riil, khususnya yang terkait dengan sektor properti. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi sebagai dampak krisis global yang disebabkan perang dagang dan pelemahan nilai tukar.
Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan, untuk mengatasi dampak ketidakpastian isu global yang terjadi saat ini, BTN telah siap melakukan antisipasi dengan melakukan aksi korporasi dan turut serta dalam menggerakkan sektor riil. “Jika sektor riilnya berkembang, maka akan ada suatu pergerakan ekonomi dan bisa mendorong pertumbuhan secara tidak langsung,” jelas Maryono di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Menurutnya dalam bisnis pembiayaan properti ada sekitar 117 industri yang ikut terlibat. Untuk itu, perseroan akan mendorong pertumbuhan KPR sesuai dengan target yang telah ditetapkan. “Jadi kalau bisnis properti naik, maka semua akan ikut terdorong naik,” jelasnya.
Maryono mengungkapkan, permintaan kredit saat ini masih cukup bagus, terutama untuk KPR Subsidi. Karena rumah merupakan kebutuhan pokok, permintaan KPR Subsidi di berbagai daerah sangat tinggi. “Kalau rumah menengah atas memang ada koreksi, tetapi BTN mayoritas di KPR Subsidi jadi tidak mengganggu kinerja perseroan. Secara umum KPR growth sekitar 19%,” tegasnya.
Mengenai pelemahan rupiah yang terjadi, Ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak berdampak pada bisnis BTN. Pasalnya, outstanding perseroan semuanya dalam bentuk rupiah. “BTN ini gak ada pengaruh karena semua outstanding kita rupiah dan dana kita sebagian besar hampir 100 persen adalah rupiah, jadi gak ada dampak secara langsung,” kata Maryono.
Sambung dia menuturkan, selain didukung permintaan KPR Subsidi yang tinggi, kinerja BTN juga diuntungkan dengan relaksasi aturan uang muka atau Loan to Value (LTV). “Dengan berbagai stimulus tersebut serta kesiapan Bank BTN menggarap berbagai peluang bisnis yang ada, kami meyakini akan tetap mencatatkan realisasi kinerja bisnis sesuai target yang telah ditetapkan sejak awal tahun,” jelas Maryono.
Sementara itu dihubungi terpisah, Kepala Ekonom BCA David Samual menilai kinerja perbankan nasional masih tangguh di tengah tekanan pasar keuangan yang terjadi saat ini. Bank-bank papan atas di Tanah Air diproyeksikan masih mampu membukukan pertumbuhan kredit double
digit meski tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. “Kredit mungkin saja bisa menyentuh hingga 12% [pada akhir 2018], tapi memang untuk (penghimpunan) dana masih agak berat karena masih ada tekanan eksternal,” jelas David.
Hingga Juli 2018, BTN mencatat penyaluran kredit dan pembiayaan tumbuh sekitar 19,55% yoy dari Rp178,58 triliun pada Juli 2017 menjadi sekitar Rp213,5 triliun. Untuk dana pihak ketiga (DPK), BTN berhasil menghimpun dana sekitar Rp188,33 triliun atau naik sekitar 17,27% yoy dari Rp160,59 triliun.
Dengan kinerja tersebut, Bank BTN mencatatkan total aset sekitar Rp264,51 triliun pada Juli 2018 atau naik 17,73% yoy dari Rp224,68 triliun di bulan yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan, untuk mengatasi dampak ketidakpastian isu global yang terjadi saat ini, BTN telah siap melakukan antisipasi dengan melakukan aksi korporasi dan turut serta dalam menggerakkan sektor riil. “Jika sektor riilnya berkembang, maka akan ada suatu pergerakan ekonomi dan bisa mendorong pertumbuhan secara tidak langsung,” jelas Maryono di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Menurutnya dalam bisnis pembiayaan properti ada sekitar 117 industri yang ikut terlibat. Untuk itu, perseroan akan mendorong pertumbuhan KPR sesuai dengan target yang telah ditetapkan. “Jadi kalau bisnis properti naik, maka semua akan ikut terdorong naik,” jelasnya.
Maryono mengungkapkan, permintaan kredit saat ini masih cukup bagus, terutama untuk KPR Subsidi. Karena rumah merupakan kebutuhan pokok, permintaan KPR Subsidi di berbagai daerah sangat tinggi. “Kalau rumah menengah atas memang ada koreksi, tetapi BTN mayoritas di KPR Subsidi jadi tidak mengganggu kinerja perseroan. Secara umum KPR growth sekitar 19%,” tegasnya.
Mengenai pelemahan rupiah yang terjadi, Ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak berdampak pada bisnis BTN. Pasalnya, outstanding perseroan semuanya dalam bentuk rupiah. “BTN ini gak ada pengaruh karena semua outstanding kita rupiah dan dana kita sebagian besar hampir 100 persen adalah rupiah, jadi gak ada dampak secara langsung,” kata Maryono.
Sambung dia menuturkan, selain didukung permintaan KPR Subsidi yang tinggi, kinerja BTN juga diuntungkan dengan relaksasi aturan uang muka atau Loan to Value (LTV). “Dengan berbagai stimulus tersebut serta kesiapan Bank BTN menggarap berbagai peluang bisnis yang ada, kami meyakini akan tetap mencatatkan realisasi kinerja bisnis sesuai target yang telah ditetapkan sejak awal tahun,” jelas Maryono.
Sementara itu dihubungi terpisah, Kepala Ekonom BCA David Samual menilai kinerja perbankan nasional masih tangguh di tengah tekanan pasar keuangan yang terjadi saat ini. Bank-bank papan atas di Tanah Air diproyeksikan masih mampu membukukan pertumbuhan kredit double
digit meski tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. “Kredit mungkin saja bisa menyentuh hingga 12% [pada akhir 2018], tapi memang untuk (penghimpunan) dana masih agak berat karena masih ada tekanan eksternal,” jelas David.
Hingga Juli 2018, BTN mencatat penyaluran kredit dan pembiayaan tumbuh sekitar 19,55% yoy dari Rp178,58 triliun pada Juli 2017 menjadi sekitar Rp213,5 triliun. Untuk dana pihak ketiga (DPK), BTN berhasil menghimpun dana sekitar Rp188,33 triliun atau naik sekitar 17,27% yoy dari Rp160,59 triliun.
Dengan kinerja tersebut, Bank BTN mencatatkan total aset sekitar Rp264,51 triliun pada Juli 2018 atau naik 17,73% yoy dari Rp224,68 triliun di bulan yang sama tahun sebelumnya.
(akr)