Membengkaknya Utang BUMN Karena Salah Kelola

Rabu, 12 Desember 2018 - 22:22 WIB
Membengkaknya Utang BUMN Karena Salah Kelola
Membengkaknya Utang BUMN Karena Salah Kelola
A A A
JAKARTA - Koalisi Prabowo-Sandiaga menilai membengkaknya utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena salah urus. Penyebabnya, BUMN saat ini dianggap sudah menjadi alat politik.

"BUMN itu Badan Usaha Milik Negara bukan badan usaha milik penguasa. Seperti Tentara Nasional Indonesia, bukan tentara penguasa Indonesia. Ini harus dibersihkan," ujar ekonom Said Didu dalam diskusi bertajuk 'Menyelamatkan BUMN kita, Menjadi Benteng Ekonomi Nasional' di Hotel Ambhara, Jalan Iskandarsyah Raya, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (12/12/2018).

Sekretaris Kementerian BUMN periode 2004-2012 itu pun mengkritik penugasan pemerintah terhadap BUMN. Pasalnya, penugasan itu telah membuat BUMN merugi, bukan untung.

Adapun dalam penugasan itu, PT Pertamina (Persero) yang harus menanggung beban akibat menjual BBM premium di bawah harga keekonomian. Akhirnya BUMN itu pun harus menanggung nilai selisihnya dari harga keekonomisan.

Selain itu, kepada PT PLN (Persero) yang juga terbebani dengan menjual tarif listrik. Pemerintah tidak memperbolehkan PT PLN menaikkan tarif dasar listrik hingga tahun 2019.

Hal ini tentunya membebani PLN, dimana harga BBM dan batubara untuk menggerakkan pembangkit listrik harganya naik. Meski pada belakangan pemerintah menetapkan DMO batubara.

"Apabila ada penugasan kepada BUMN tidak ekonomis, pemerintah mustinya mengganti (dengan ABPN). Tapi ini malah memberi penugasan tapi kerugian itu ditanggung oleh BUMN," katanya.

Dia melanjutkan, bila BUMN sudah mendapat intervensi untuk kepentingan politik, maka kehancuran perusahaan plat merah itu tinggal menunggu waktu. Seperti saat ini, sebagian BUMN yang sudah terlilit utang besar.

"Jadi jangan ada penguasa yang menggunakan BUMN karena bukan milik dia, tapi milik negara. Ini pengkhayatan yang prinsip," paparnya.

Adapun data Kementerian BUMN dengan komisi VI DPR pada 3 Desember lalu, hingga akhir September 2018, total utang BUMN di Indonesia mencapai Rp5.271 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp3.311 triliun disumbang dari BUMN sektor keuangan, dengan komponen terbesarnya berupa dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang mencapai 74% dari total utang.

Sementara itu, Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno menilai, utang BUMN saat ini sangat mengkhawatirkan. Sebab utang perusahaan pelat merah sudah mencapai Rp5.000 triliun.

"Kuncinya BUMN ini kalau bisa digerakan enggak akan membebani APBN. Sekarang utangnya capai Rp5.000 triliun, sudah diatas 60%. Ini hati-hati, mustinya kita khawatir," ujar Sandiaga dalam kesempatan sama.

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini mengakui hal itu tidak akan menjadi masalah besar jika kondisi ekonomi global dan dalam negeri baik-baik saja. Namun apabila ekonomi dalam kondisi tidak menentu, maka utang itu bakal membahayakan BUMN. "Ada yang bilang dianggap dalam batas kewajaran kalau ada eksternal shock gimana," tanya dia.

Sandi berpendapat, kondisi BUMN akan baik-baik saja jika dikelola dengan baik, dan tidak dipakai untuk kepentingan pemerintah. "Saya baru pulang dari Sumatra Utara, mengeluh semua sawit jeblok, sawit jeblok maka saya ke depan, BUMN ini harus jadi benteng kita dengan dikelola profesional," katanya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3411 seconds (0.1#10.140)