DJSN Khawatirkan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Jebol

Sabtu, 29 Desember 2018 - 20:16 WIB
DJSN Khawatirkan Keuangan...
DJSN Khawatirkan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Jebol
A A A
BOGOR - Dewan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (DJSN) mengkhawatirkan fenomena penarikan dana kepesertaaan Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaaan yang tercatat jumlahnya mencapai Rp69 triliun hingga November 2018.

Fenomea ini, apabila terus menerus terjadi maka bisa membahayakan keuangan BPJS Ketenagakerjaan karena bisa jebol. Dampak luasnya juga bisa mengganggu keberlangsungan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

"Kondisi ini terjadi pasca keluarnya Permenaker No 19 Tahun 2015 yang membolehkan dana JHT diambil atau ditarik peserta kapan saja tanpa batasan waktu usia peserta. Akibatnya semua ingin cepat-cepat menarik dananya sebelum waktu ideal bagi pengembalian dana JHT," kata Anggota Komisi Monev DJSN, Taufik Hidayat, saat Workshop Evaluasi Kinerja Forum Media DJSN di Cikopo, Bogor, Sabtu (29/12/2018).

Taufik mengakui adanya upaya masif penarikan dana jaminan hari tua (JHT) yang dilakukan sebelum waktunya dan adanya potensi risiko program jaminan pensiun, bisa berimpak negatif terhadap keuangan BPJS Ketenagakerjaan.

Penarikan dana JHT ini dilakukan secara disengaja atau menjadi modus saat terjadi situasi keuangan yang tidak baik. Padahal menurut Taufik seharusnya tidak demikian. Penarikan uang JHT secara masif akan menjadi masalah besar di jangka panjang, dikhawatirkan terjadi rush dan krisis.

"Saya lebih memilih membiarkan tidak punya uang di saat muda, karena masih punya kemampuan untuk menghasilkan uang ketimbang nanti di hari tua," kata Taufik.

Taufik juga mengungkapkan permasalahan potensi risiko program Jaminan Pensiun (JP). Misalnya, pekerja baru membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan selama setahun, namun dalam rentang waktu tersebut terjadi kecelakaan menyebabkan peserta meninggal dunia. Dalam aturannya maka BPJS harus membayar pensiun bulanan tersebut sampai dengan janda atau duda yang meninggal dunia atau menikah lagi.

Anggota DJSN dari unsur pekerja Subiyanto mengungkapkan, fenomena penarikan dana peserta BPJS Ketenagakerjaan biasanya terjadi pada saat menjelang hari raya Idul Fitri dan saat memasukin tahun ajaran baru sekolah.

Peserta BPJS Ketenagakerjaan membutuhkan biaya sekolah untuk anak-anaknya sehingga terpaksa mengambil dana kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan karena aturannya saat ini memang memungkinkan untuk menarik dana tersebut kapan saja.

"Kondisi ini bisa jadi merupakan efek dihilangkannya fasilitas beasiswa bagi anak peserta yang pernah ada di zaman Jamsostek dulu. Namun kini fasilitas beasiswa tadi sudah dihilangkan sejak Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan," kata Subiyanto.

Ketua Komite Kebijakan DJSN, Zaenal Abidin, mengatakan permasalahan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang besar juga menjadi fokus perhatian kerja DJSN. Sebab banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran juga berkontribusi pada terjadinya defisit BPJS Kesehatan. "Masalah ini ibaratnya BPJS mengalami anemia dalam menjalankan fungsinya," ujar dia.

Seperti diketahui saat ini, BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan hingga Rp16 triliun. "Untuk itu, DJSN akan melakukan penyesuaian terhadap besaran iuran yang dipastikan besaran iuran BPJS akan naik," kata Zaenal yang mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia ini.

Kemudian, Anggota DJSN, Rudy Prayitno, mengatakan pendaftaran Jaminan sosial masih terkendala ketiadaan nomor induk kependudukan (NIK), terutama di daerah-daerah. Seharusnya ada solusi untuk mengatasi masalah NIK ini.

"Jangan sampai jaminan sosial terabaikan karena merupakan hak asasi manusia yang belum diseriusi pemerintah. Hiruk pikuk defisit JKN seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah mengamalkan Pasal 48 UU SJSN, dimana pemerintah berkomitmen menyehatkan keuangan BPJS," pungkas Rudy.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1508 seconds (0.1#10.140)