Kendalikan Inflasi, Ini Strategi TPID Jabar Tahun Ini
A
A
A
BANDUNG - Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Barat (Jabar), termasuk Bank Indonesia (BI) di dalamnya telah membuat beberapa strategi untuk melakukan pengendalian inflasi tahun ini. Strategi itu disesuaikan dengan roadmap pengendalian inflasi yang disinergikan dengan 4 Kunci strategis.
Kepala Perwakilan BI Jawa Barat Doni P Joewono mengatakan, dalam rangka menjaga stabilitas harga di Jawa Barat, TPID dan kota-kabupaten se-Jawa Barat telah menyusun strategi pengendalian inflasi 2019. “Meliputi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif,” jelas dia, Selasa (5/3/2019).
Berbagai program yang direkomendasikan, kata dia, antara lain Integrated farming antara klaster ayam ras dengan klaster jagung. Kemudian penguatan peran BUMDes pangan dengan BUMD pangan sebagai holding company-nya.
Selain itu, juga melakukan pembangunan pasar induk daerah, rekomendasi penyusunan Perda untuk menetapkan batas atas biaya pendidikan. Termasuk untuk perbaikan kualitas data neraca pangan di tingkat Provinsi dan kota/kabupaten se-Jawa Barat.
Tahun ini kata dia, pihaknya membuat kisaran sasaran infasi sebesar 3,5%±1% (yoy). Bank Indonesia pun mengapresiasi deflasi Februari 2019 lalu. Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Barat mengalami penurunan dari 133,89 pada Januari 2019 menjadi 133,82 pada Februari 2019. Penurunan IHK tersebut menunjukan angka deflasi sebesar 0,05% (mtm).
Kelompok barang yang mengalami deflasi adalah kelompok Bahan Makanan sebesar 0,85% (mtm) serta kelompok Transpor, Komunikasi & Keuangan sebesar 0,01% (mtm). Secara komoditas, andil deflasi bulanan terbesar berasal dari telur ayam ras, bawang merah, cabai merah, daging ayam ras serta bensin. Inflasi Jawa Barat pada Februari 2019 tercatat sebesar 2,61% (yoy) atau secara tahun kalender sebesar 0,28% (ytd).
Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Sandang sebesar 4,89% (yoy) disusul oleh kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga sebesar 4,70% (yoy) dan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 4,05% (yoy).
Secara spasial, dari tujuh kota perhitungan inflasi enam kota mengalami deflasi, antara lain Kota Bogor sebesar 0,40% (mtm); Kota Cirebon sebesar 0,16% (mtm); Kota Sukabumi sebesar 0,14% (mtm); Kota Tasikmalaya sebesar 0,11% (mtm); Kota Bandung sebesar 0,08% (mtm) dan Kota Depok sebesar 0,05% (mtm). Dari tujuh kota, hanya Kota Bekasi yang mengalami inflasi sebesar 0,17% (mtm). Inflasi yang terjadi di Kota Bekasi didukung terutama oleh kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau.
Kepala Perwakilan BI Jawa Barat Doni P Joewono mengatakan, dalam rangka menjaga stabilitas harga di Jawa Barat, TPID dan kota-kabupaten se-Jawa Barat telah menyusun strategi pengendalian inflasi 2019. “Meliputi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif,” jelas dia, Selasa (5/3/2019).
Berbagai program yang direkomendasikan, kata dia, antara lain Integrated farming antara klaster ayam ras dengan klaster jagung. Kemudian penguatan peran BUMDes pangan dengan BUMD pangan sebagai holding company-nya.
Selain itu, juga melakukan pembangunan pasar induk daerah, rekomendasi penyusunan Perda untuk menetapkan batas atas biaya pendidikan. Termasuk untuk perbaikan kualitas data neraca pangan di tingkat Provinsi dan kota/kabupaten se-Jawa Barat.
Tahun ini kata dia, pihaknya membuat kisaran sasaran infasi sebesar 3,5%±1% (yoy). Bank Indonesia pun mengapresiasi deflasi Februari 2019 lalu. Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Barat mengalami penurunan dari 133,89 pada Januari 2019 menjadi 133,82 pada Februari 2019. Penurunan IHK tersebut menunjukan angka deflasi sebesar 0,05% (mtm).
Kelompok barang yang mengalami deflasi adalah kelompok Bahan Makanan sebesar 0,85% (mtm) serta kelompok Transpor, Komunikasi & Keuangan sebesar 0,01% (mtm). Secara komoditas, andil deflasi bulanan terbesar berasal dari telur ayam ras, bawang merah, cabai merah, daging ayam ras serta bensin. Inflasi Jawa Barat pada Februari 2019 tercatat sebesar 2,61% (yoy) atau secara tahun kalender sebesar 0,28% (ytd).
Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Sandang sebesar 4,89% (yoy) disusul oleh kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga sebesar 4,70% (yoy) dan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 4,05% (yoy).
Secara spasial, dari tujuh kota perhitungan inflasi enam kota mengalami deflasi, antara lain Kota Bogor sebesar 0,40% (mtm); Kota Cirebon sebesar 0,16% (mtm); Kota Sukabumi sebesar 0,14% (mtm); Kota Tasikmalaya sebesar 0,11% (mtm); Kota Bandung sebesar 0,08% (mtm) dan Kota Depok sebesar 0,05% (mtm). Dari tujuh kota, hanya Kota Bekasi yang mengalami inflasi sebesar 0,17% (mtm). Inflasi yang terjadi di Kota Bekasi didukung terutama oleh kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau.
(akr)