Rekonsiliasi Pembangunan Pelabuhan Marunda Masih Buntu
A
A
A
JAKARTA - Persoalan hukum pembangunan Pelabuhan Marunda masih berlarut-larut. Upaya rekonsiliasi sudah pernah beberapa kali dilakukan PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nasional (KBN).
Sayangnya upaya PT KCN tersebut belum mendapatkan tanggapan positif dari pihak KBN. Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum PT KCN Juniver Girsang menanggapi harapan Menteri Perhubungan Budi Karya agar ada rekonsiliasi antara PT KCN dengan PT KBN.
"Kita sudah inisiatif membuka berbagai komunikasi untuk rekonsiliasi seperti rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi. Tapi yang terjadi kami malah digugat oleh KBN," kata Juniver kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Juniver menjelaskan, pihaknya menghendaki agar segala persoalan yang terjadi dapat segera diselesaikan secara adil dan tidak berlarut-larut. Buktinya pihaknya terus berupaya membuka komunikasi agar terjadi rekonsiliasi.
Sebelumnya, Menhub Budi Karya berharap pembangunan Pelabuhan Marunda tidak berhenti. Untuk itu perlu ada upaya-upaya rekonsiliasi di antara para pemegang saham, yang saat ini tengah menghadapi proses sengketa di peradilan.
Lebih lanjut Juniver Girsang menegaskan, kliennya yang merupakan perusahaan swasta sangat mengharapkan adanya kepastian berusaha dan investasi. Termasuk kepastian hukum atas kesepakatan-kesepakatan bisnis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
“Kami ini swasta, tidak perlu panggung macam-macam, yang penting kepastian usaha. Sesuai undang-undang PT, kami ini mencari keuntungan untuk kemaslahatan orang banyak, bukan mencari keributan," kata Direktur Utama PT KCN, Widodo.
Diketahui Pelabuhan Marunda dioperasikan PT KCN, yang merupakan anak perusahaan dari PT KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU). Pembangunan Pelabuhan Marunda kini menuai polemik berlarut-larut.
Hal ini bermula saat KTU memenangkan tender sebagai mitra bisnis pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004. Setahun kemudian, KTU dan KBN bersepakat membentuk anak perusahaan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% berupa goodwill yang tidak akan terdelusi dan KTU 85 %. Proyek pembangunan infrastruktur ini dari awal di sepakati Non APBN/APBD.
Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012 usai Posisi Direktur Utama beralih dari Rahardjo ke Sattar Taba. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50.
Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan oleh KTU karena belakangan diketahui tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN sebagai salah satu pemilik saham KBN dan juga Dewan Komisaris PT KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di KCN hingga saat ini. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.
Sayangnya upaya PT KCN tersebut belum mendapatkan tanggapan positif dari pihak KBN. Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum PT KCN Juniver Girsang menanggapi harapan Menteri Perhubungan Budi Karya agar ada rekonsiliasi antara PT KCN dengan PT KBN.
"Kita sudah inisiatif membuka berbagai komunikasi untuk rekonsiliasi seperti rekomendasi yang dikeluarkan oleh Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi. Tapi yang terjadi kami malah digugat oleh KBN," kata Juniver kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Juniver menjelaskan, pihaknya menghendaki agar segala persoalan yang terjadi dapat segera diselesaikan secara adil dan tidak berlarut-larut. Buktinya pihaknya terus berupaya membuka komunikasi agar terjadi rekonsiliasi.
Sebelumnya, Menhub Budi Karya berharap pembangunan Pelabuhan Marunda tidak berhenti. Untuk itu perlu ada upaya-upaya rekonsiliasi di antara para pemegang saham, yang saat ini tengah menghadapi proses sengketa di peradilan.
Lebih lanjut Juniver Girsang menegaskan, kliennya yang merupakan perusahaan swasta sangat mengharapkan adanya kepastian berusaha dan investasi. Termasuk kepastian hukum atas kesepakatan-kesepakatan bisnis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
“Kami ini swasta, tidak perlu panggung macam-macam, yang penting kepastian usaha. Sesuai undang-undang PT, kami ini mencari keuntungan untuk kemaslahatan orang banyak, bukan mencari keributan," kata Direktur Utama PT KCN, Widodo.
Diketahui Pelabuhan Marunda dioperasikan PT KCN, yang merupakan anak perusahaan dari PT KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU). Pembangunan Pelabuhan Marunda kini menuai polemik berlarut-larut.
Hal ini bermula saat KTU memenangkan tender sebagai mitra bisnis pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004. Setahun kemudian, KTU dan KBN bersepakat membentuk anak perusahaan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% berupa goodwill yang tidak akan terdelusi dan KTU 85 %. Proyek pembangunan infrastruktur ini dari awal di sepakati Non APBN/APBD.
Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012 usai Posisi Direktur Utama beralih dari Rahardjo ke Sattar Taba. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50.
Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan oleh KTU karena belakangan diketahui tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN sebagai salah satu pemilik saham KBN dan juga Dewan Komisaris PT KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di KCN hingga saat ini. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.
(poe)