Industri Farmasi dan Obat Tradisional Diproyeksi Tumbuh 9%
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional tahun 2019 ini diproyeksi mampu tembus hingga 9% seiring dengan segmen pasar yang masih potensial. Hal ini ditopang oleh bertambahnya jumlah penduduk terutama adanya bonus demografi dan peningkatan daya beli masyarakat.
"Segmen yang masih menjanjikan di industri ini, di antaranya produk kosmetik, perawatan kulit, dan personal care. Sepanjang tahun 2018, nilai PDB-nya mencapai Rp50 triliun. Apalagi, industri ini memproduksi kebutuhan manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Menurutnya sektor industri ini masih menjadi andalan, karena pertumbuhannya mampu melampaui pertumbuhan ekonomi. Apalagi produknya diminati di pasar global. Indonesia sendiri diyakini Menperin punya potensi karena bahan bakunya banyak serta tumbuhnya masyarakat kelas menengah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN), industri farmasi dan kosmetik termasuk juga industri obat tradisional menjadi salah satu sektor andalan. "Artinya, kelompok industri ini diprioritaskan pengembangannya karena berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian nasional di masa yang akan datang," imbuhnya.
Pemerintah menyadari bahwa pembinaan industri farmasi, kosmetik dan jamu merupakan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi. Dalam pembinaannya, selain pemenuhan terhadap regulasi dari sisi kesehatan, juga diperlukan fasilitasi atau pembinaan untuk menjamin standar dan kualitas produk.
“Tentunya, Kemenperin tidak bisa jalan sendiri untuk mengawal kebijakan industri tersebut. Peran kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan dan BPOM sangat penting sebagaimana peran asosiasi dunia usaha sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan serta evaluasi kebijakan kepada pemerintah," jelas Airlangga.
Oleh karena itu, era industri 4.0 merupakan momentum untuk melakukan transformasi digital yang akan dapat menciptakan nilai tambah baru dalam industri farmasi dan kosmetik. Misalnya, pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi ke tingkat konsumen melalui e-commerce.
Guna meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance serta tax holiday, melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Di samping itu, Kemenperin tengah memfokuskan pengembangan pendidikan vokasi industri yang berbasis kompetensi, serta menjalankan program keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja agar tenaga kerja lokal mampu bersaing.
"Segmen yang masih menjanjikan di industri ini, di antaranya produk kosmetik, perawatan kulit, dan personal care. Sepanjang tahun 2018, nilai PDB-nya mencapai Rp50 triliun. Apalagi, industri ini memproduksi kebutuhan manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Menurutnya sektor industri ini masih menjadi andalan, karena pertumbuhannya mampu melampaui pertumbuhan ekonomi. Apalagi produknya diminati di pasar global. Indonesia sendiri diyakini Menperin punya potensi karena bahan bakunya banyak serta tumbuhnya masyarakat kelas menengah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN), industri farmasi dan kosmetik termasuk juga industri obat tradisional menjadi salah satu sektor andalan. "Artinya, kelompok industri ini diprioritaskan pengembangannya karena berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian nasional di masa yang akan datang," imbuhnya.
Pemerintah menyadari bahwa pembinaan industri farmasi, kosmetik dan jamu merupakan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi. Dalam pembinaannya, selain pemenuhan terhadap regulasi dari sisi kesehatan, juga diperlukan fasilitasi atau pembinaan untuk menjamin standar dan kualitas produk.
“Tentunya, Kemenperin tidak bisa jalan sendiri untuk mengawal kebijakan industri tersebut. Peran kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan dan BPOM sangat penting sebagaimana peran asosiasi dunia usaha sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan serta evaluasi kebijakan kepada pemerintah," jelas Airlangga.
Oleh karena itu, era industri 4.0 merupakan momentum untuk melakukan transformasi digital yang akan dapat menciptakan nilai tambah baru dalam industri farmasi dan kosmetik. Misalnya, pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi ke tingkat konsumen melalui e-commerce.
Guna meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance serta tax holiday, melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Di samping itu, Kemenperin tengah memfokuskan pengembangan pendidikan vokasi industri yang berbasis kompetensi, serta menjalankan program keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja agar tenaga kerja lokal mampu bersaing.
(akr)