Berharap Sertifikat Halal Terbit Lebih Cepat
A
A
A
Pengusaha siap dengan diwajibkannya sertifikasi halal bagi produknya. Bahkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan membantu sosialisasi IKM agar mereka mendaftarkan produknya untuk mendapat sertifikasi halal. Direktur Jenderal IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih mengaku belum ada pembicaraan lagi dengan BPJPH.
Gati yakin setelah peraturan Menteri Agama (PMA) keluar untuk membahas aturan teknis, pihaknya akan kembali berdiskusi.
“Saya juga akan membuat anggaran khusus untuk sosialisasi tahun depan. Walaupun itu bukan kewenangan saya, jika tidak disosialisai dengan baik khawatir kisruh, banyak yang tidak mengerti,” ungkapnya.
Selama ini menurut laporan yang didapatnya, kendala sertifikasi halal ada pada waktu yang lama dan biaya.
Gati optimistis dengan kehadiran BPJPH, akan banyak lembaga pemeriksa halal atau laboratoriumnya yang tersebar di setiap kota kabupaten.
“Lembaga apa pun asal diakui internasional, laboratoriumnya juga harus banyak agar memudahkan produsen mendapatkan sertifikasi halal,” ucap Gati yang berharap sertifikat halal ini diakui dunia.
Dengan begitu ketika akan masuk ke negara tertentu bisa langsung diakui karena sudah besertifikat halal. Perihal halal bagi Gati bukan cuma produk saja yang halal, tetapi juga proses. Karena itu perlu dibangun ekosistem halal sehingga masyarakat dapat lebih tenang.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman (Gappmi) Adhi S Lukman mengaku menunggu peraturan mengenai waktu transisi serta jangan sampai masa transisi terlalu dekat sehingga akan mengganggu peredaran produk.
“Tantangan bagi UKM dan bagi BPJPH adalah kesiapan LPH dan MUI mengenai proses pendaftaran, logo, ketentuan biaya. Prinsipnya kami sudah bahas dengan BPJPH. Skema pembiayaan masih menunggu keputusan Menteri Keuangan,” ujar Adhi.
Adhi juga menegaskan, Gapmmi akan mengawal implementasinya agar tidak merugikan pelaku usaha yang berujung merugikan konsumen. “Kami hanya ingatkan jangan sampai terlalu mendadak karena persiapan kemasan dan lainnya butuh waktu. Semua akan bertahap, awal untuk produk berbasis hewani,” jelasnya.Jika Gappmi sebagai produsen masih menunggu peraturan, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) lebih selektif memilih hanya produk yang besertifikat halal yang bisa masuk ritel modern.
Dengan ketentuan semua produk wajib besertifikasi halal, mereka berhak untuk menolak jika ada produk yang belum ada label halal. Bagi UKM yang berupaya masuk ritel modern pun ada tahapan dari Pusat Industri Rumah Tangga (PIRT) yang harus dimiliki UKM.
“Tidak mudah untuk lulus. Bahkan beberapa kementerian membantu para UKM untuk dapat PIRT. UKM yang terseleksi sudah dipastikan memiliki sertifikasi halal sehingga kami mudah mengecek,” ujar Sekretaris Jenderal Aprindo, Solihin.
Aturan menyangkut label halal bagi peritel ialah masalah display . Selama ini memang ada aturan khusus untuk memisahkan produk halal dan nonhalal. Dengan keberadaan BPJPH, lembaga penguji halal menjadi banyak.
Namun, menurut Solihin, hal itu patut disyukuri. Karena selama ini jumlah pemohon yang banyak tidak sebanding dengan tenaga yang dimiliki lembaga sertifikasi halal.
“Butuh kesabaran menunggu proses, kalau banyak bisa lebih cepat dan efisien. Para pengusaha pun tidak malas untuk membuat sertifikat karena cepat,” terangnya. Ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia Ilham Habibi melihat sisi lain dari industri halal.
Menurutnya, secara tidak langsung mengharuskan pengusaha untuk berinovasi. Misalnya gelatin terbuat dari babi ternyata karena memang babi itu yang paling bagus untuk dijadikan gelatin saat ini. Sebab belum ada yang membuat inovasi.
Ada gelatin yang lebih bagus dari babi. Namun karena sudah menjadi standar atau kebiasaan, industri hanya menggunakan yang ada. Memang untuk mengubah sesuatu itu diperlukan biaya, energi, dan waktu yang terbuang.
Menurut Ilham, industri banyak yang tidak suka akan hal itu karena merasa selama ini sudah menggunakannya dan merasa baik-baik saja sehingga tidak perlu ada yang diubah.
“Ada banyak standar lain yang sebetulnya bisa kita ubah. Belum bisa kita jajaki ke arah situ karena membutuhkan usaha yang ekstra untuk mencapai sesuatu yang lebih,” ungkapnya. Justru di situ menurut Ilham potensi untuk berinovasi guna meningkatkan daya saing, juga produktivitas.
Dalam konteks bisnis konvensional, pengusaha harus bisa melihat itu sebagai kekuatan yang harus diuraikan dan diperkuat. Kehadiran BPJPH diharapkan mampu menciptakan inovasi untuk industri halal di Indonesia. Pasar lokal dan dunia sekalipun dapat disentuh oleh para saudagar muslim di Indonesia. (Ananda Nararya)
Gati yakin setelah peraturan Menteri Agama (PMA) keluar untuk membahas aturan teknis, pihaknya akan kembali berdiskusi.
“Saya juga akan membuat anggaran khusus untuk sosialisasi tahun depan. Walaupun itu bukan kewenangan saya, jika tidak disosialisai dengan baik khawatir kisruh, banyak yang tidak mengerti,” ungkapnya.
Selama ini menurut laporan yang didapatnya, kendala sertifikasi halal ada pada waktu yang lama dan biaya.
Gati optimistis dengan kehadiran BPJPH, akan banyak lembaga pemeriksa halal atau laboratoriumnya yang tersebar di setiap kota kabupaten.
“Lembaga apa pun asal diakui internasional, laboratoriumnya juga harus banyak agar memudahkan produsen mendapatkan sertifikasi halal,” ucap Gati yang berharap sertifikat halal ini diakui dunia.
Dengan begitu ketika akan masuk ke negara tertentu bisa langsung diakui karena sudah besertifikat halal. Perihal halal bagi Gati bukan cuma produk saja yang halal, tetapi juga proses. Karena itu perlu dibangun ekosistem halal sehingga masyarakat dapat lebih tenang.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman (Gappmi) Adhi S Lukman mengaku menunggu peraturan mengenai waktu transisi serta jangan sampai masa transisi terlalu dekat sehingga akan mengganggu peredaran produk.
“Tantangan bagi UKM dan bagi BPJPH adalah kesiapan LPH dan MUI mengenai proses pendaftaran, logo, ketentuan biaya. Prinsipnya kami sudah bahas dengan BPJPH. Skema pembiayaan masih menunggu keputusan Menteri Keuangan,” ujar Adhi.
Adhi juga menegaskan, Gapmmi akan mengawal implementasinya agar tidak merugikan pelaku usaha yang berujung merugikan konsumen. “Kami hanya ingatkan jangan sampai terlalu mendadak karena persiapan kemasan dan lainnya butuh waktu. Semua akan bertahap, awal untuk produk berbasis hewani,” jelasnya.Jika Gappmi sebagai produsen masih menunggu peraturan, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) lebih selektif memilih hanya produk yang besertifikat halal yang bisa masuk ritel modern.
Dengan ketentuan semua produk wajib besertifikasi halal, mereka berhak untuk menolak jika ada produk yang belum ada label halal. Bagi UKM yang berupaya masuk ritel modern pun ada tahapan dari Pusat Industri Rumah Tangga (PIRT) yang harus dimiliki UKM.
“Tidak mudah untuk lulus. Bahkan beberapa kementerian membantu para UKM untuk dapat PIRT. UKM yang terseleksi sudah dipastikan memiliki sertifikasi halal sehingga kami mudah mengecek,” ujar Sekretaris Jenderal Aprindo, Solihin.
Aturan menyangkut label halal bagi peritel ialah masalah display . Selama ini memang ada aturan khusus untuk memisahkan produk halal dan nonhalal. Dengan keberadaan BPJPH, lembaga penguji halal menjadi banyak.
Namun, menurut Solihin, hal itu patut disyukuri. Karena selama ini jumlah pemohon yang banyak tidak sebanding dengan tenaga yang dimiliki lembaga sertifikasi halal.
“Butuh kesabaran menunggu proses, kalau banyak bisa lebih cepat dan efisien. Para pengusaha pun tidak malas untuk membuat sertifikat karena cepat,” terangnya. Ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia Ilham Habibi melihat sisi lain dari industri halal.
Menurutnya, secara tidak langsung mengharuskan pengusaha untuk berinovasi. Misalnya gelatin terbuat dari babi ternyata karena memang babi itu yang paling bagus untuk dijadikan gelatin saat ini. Sebab belum ada yang membuat inovasi.
Ada gelatin yang lebih bagus dari babi. Namun karena sudah menjadi standar atau kebiasaan, industri hanya menggunakan yang ada. Memang untuk mengubah sesuatu itu diperlukan biaya, energi, dan waktu yang terbuang.
Menurut Ilham, industri banyak yang tidak suka akan hal itu karena merasa selama ini sudah menggunakannya dan merasa baik-baik saja sehingga tidak perlu ada yang diubah.
“Ada banyak standar lain yang sebetulnya bisa kita ubah. Belum bisa kita jajaki ke arah situ karena membutuhkan usaha yang ekstra untuk mencapai sesuatu yang lebih,” ungkapnya. Justru di situ menurut Ilham potensi untuk berinovasi guna meningkatkan daya saing, juga produktivitas.
Dalam konteks bisnis konvensional, pengusaha harus bisa melihat itu sebagai kekuatan yang harus diuraikan dan diperkuat. Kehadiran BPJPH diharapkan mampu menciptakan inovasi untuk industri halal di Indonesia. Pasar lokal dan dunia sekalipun dapat disentuh oleh para saudagar muslim di Indonesia. (Ananda Nararya)
(nfl)