Karolina Yunita, Mitra Binaan PLN Alumni S2 Australia yang Tekuni Bisnis Tenun Kupang

Rabu, 25 September 2019 - 16:08 WIB
Karolina Yunita, Mitra Binaan PLN Alumni S2 Australia yang Tekuni Bisnis Tenun Kupang
Karolina Yunita, Mitra Binaan PLN Alumni S2 Australia yang Tekuni Bisnis Tenun Kupang
A A A
JAKARTA - “It’s not about what type of job you do, but it’s about how you do your job that makes you succeed,” tegas Karolina Yunita M. Liwulangi dengan aksen British-nya. Wanita asal Nusa Tenggara Timur yang akrab disapa Nita tampak fasih berbahasa Inggris.

Pernah mengenyam pendidikan master jurusan bahasa Inggris di La Trobe University Melbourne, Australia, tak lantas membuatnya lupa akan tanah air.

“Kain tenun membawa saya ke luar negeri untuk kali pertama. Saya merasa harus mengembangkannya,” kenang Nita.

Pada waktu itu, tahun 2007, Nita tengah menunggu wisuda S1 Jurusan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana, Kupang. Sambil mengisi waktu, anak pertama dari delapan bersaudara ini membantu Ibunya berjualan sayur di pasar.

Kebetulan kepala museum yang membeli sayur di lapaknya berbahasa Inggris. Nita pun mengeluarkan kemampuan berbahasa Inggrisnya. Kepala museum terheran-heran dan mengajak Nita untuk ikut program Pertukaran Pemuda (Australian Indonesian Youth Exchange Program) ke Australia.

Dia terpilih sebagai perwakilan NTT karena memahami proses pembuatan kain tenun, mulai dari pemetikan kapas, diikat, diwarnai sampai ditenun. Nita pun membawa kain tenun khas Kupang beserta aksesorisnya untuk dipakai pada saat pentas budaya di sekolah-sekolah dan kampus di Australia. “Dari situ saya merasa bahwa kain tenun harus dilestarikan,” ucap Nita.

Namun usai lulus S1, Nita tak langsung terjun dalam bisnis tenun. Dirinya merasa bahwa pendidikan tinggi adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan derajat keluarganya.

“Setelah diwisuda sebagai lulusan terbaik, saya melihat cara orang memperlakukan keluarga saya berbeda. Keluarga saya lebih dihormati dan dipandang. Ini menginspirasi saya untuk kuliah setinggi-tingginya,” jelas Nita.

Pada tahun 2011, Nita mendapat beasiswa Australian Development Scholarship (ADS) untuk kuliah S2 di La Trobe University, Melbourne, Australia. Dia pun memboyong suaminya ke Australia.

Usai studi selama dua tahun, Nita dan keluarga kecilnya kembali ke kampung halaman untuk menjadi dosen di salah satu kampus swasta di Kupang.

Dua tahun mengajar, wanita kelahiran Sidoarjo tahun 1984 ini memutuskan untuk mengundurkan diri dan bersama suaminya fokus mengembangkan Smart Learning Center Kupang (Smart LCK) yang sudah berdiri sejak tahun 2015.

“Anak saya dan saya sering sakit, sehingga saya sering ijin. Akhirnya saya putuskanlah untuk resign. Selain itu, saya lebih senang bekerja dengan jadwal saya sendiri. Akhirnya kami putuskan untuk memberi waktu sepenuhnya untuk Smart LCK. Kebetulan suami saya pernah bekerja di Jepang selama enam tahun. Jadi saya mengajar Bahasa Inggris, suami saya Bahasa Jepang,” tutur Nita.

Di sela-sela kesibukan, Nita kembali tergugah untuk menekuni hobinya, yaitu membuat aksesoris dari kain tenun. Berawal dari keisengan membuat anting-anting untuk diri sendiri, kemudian pesanan mulai berdatangan.

Tak hanya dijual secara online, Nita juga sering berkeliling ke sekolah atau kampus untuk menjajakan kerajinan tangannya.

“Saya sering bertemu orang dan mereka bilang: ‘Hai, saya kenal kamu. Kamu S2 dari Australia kan? Sudah jadi dosen ngapain di sini jualan anting?’ Hal itu saya ambil sebagai cambukan. If people underestimate, I’m going to show them it’s not about what type of job that you do, it’s about how you do your job that makes you succeed. Show them karena itu bukan soal dimana kamu bekerja atau pekerjaan apa yang kamu kerjakan, tapi ini tentang bagaimana kamu mengerjakan pekerjaanmu, sekecil apapun tugasnya,” tuturnya.

Dari situ, dengan dibantu suaminya, Nita mulai serius memproduksi aksesoris dari kain tenun dan melahirkan brand Ensikei (Nita’s Collection Kupang). Selain karena nilai historisnya, bisnis ini dipilih karena ramah lingkungan, yaitu memanfaatkan potongan-potongan kain tenun yang tak terpakai lagi.

Pada akhir 2018, Nita bergabung dengan PLUT NTT dan sejak Juni 2019, Ensikei menjadi mitra binaan PLN. Selain memberikan modal usaha, PLN juga memfasilitasi Ensikei untuk berpartisipasi dalam berbagai macam pameran baik di dalam maupun di luar negeri, seperti pameran Festival Indonesia 2019 yang baru saja berlangsung di Seoul, Korea Selatan pada 20-22 September 2019.

Pada kegiatan yang digelar oleh KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia), Nita memamerkan hasil kerajinan tangan baik dalam bentuk aksesoris, tas maupun kain dan selendang.

“Pengalaman yang sangat luar biasa dan menyenangkan. Pelayanan PLN selama kegiatan sangat baik. Kami sangat berterima kasih atas kesempatan ini. Banyak hal yang dapat kami pelajari untuk pengembangan bisnis kami ke depan, khususnya dalam hal networking,” ungkap Nita.

Dengan menjadi mitra binaan PLN, Nita berharap bisnis kain tenunnya dapat berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas, baik di dalam maupun luar negeri.

“Karena saya tidak hanya menjual produk, tapi saya juga berbicara tentang cerita Kain itu, sehingga masyarakat mengenal kain tenun. Ini adalah salah satu cara saya melestarikan budaya Indonesia,” tutup Nita.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4880 seconds (0.1#10.140)