Masih Miliki Banyak Kewajiban, HIL Belum Perpanjang Izin Usaha di BKPM

Kamis, 17 Oktober 2019 - 19:03 WIB
Masih Miliki Banyak Kewajiban, HIL Belum Perpanjang Izin Usaha di BKPM
Masih Miliki Banyak Kewajiban, HIL Belum Perpanjang Izin Usaha di BKPM
A A A
JAKARTA - Majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali dibikin geleng-geleng kepala oleh H Infrastructure Limited (HIL). Perusahaan asal Selandia Baru yang menggugat pailit PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) itu, belum bisa melengkapi berkas gugatan yang diajukannya sendiri.

Padahal majelis hakim sudah meminta HIL untuk segera melengkapi dokumennya sejak dua kali persidangan sebelumnya. Adapun dokumen atau legal standing yang belum bisa dipenuhi oleh HIL diantaranya anggaran dasar perusahaan yang seharusnya sudah dilegalisasi oleh KBRI Selandia Baru.

Selain itu, HIL juga belum memiliki perpanjangan izin dari BKPM. Saat ini HIL hanya mengantongi izin yang sudah kadaluarsa sejak 31 Desember 2017.

Pihak HIL mengaku bahwa tidak memiliki izin perpanjangan dengan alasan bahwa izin diperlukan apabila perusahaan mau mengerjakan proyek di Indonesia. Sehingga, ketika tidak beroperasi di proyek atau tidak memiliki proyek, maka izin tidak perlu diperpanjang.

Namun majelis hakim memutuskan untuk memberikan kesempatan terakhir kepada HIL untuk melengkapi seluruh legal standing tersebut hingga hari Senin (28/10/2019), saat sidang selanjutnya digelar. "Sidang ditunda sampai pekan depan," ujar Ketua Majelis Abdul Kohar menutup persidangan, Kamis (17/10/2019).

Kuasa hukum BCK, Hendry Muliana Hendrawan dari AKHH Lawyers mengaku heran dengan alasan HIL yang tidak memperpanjang izin lantaran tidak sedang mengerjakan proyek. Menurutnya, memang terdapat ketentuan dalam Pasal 41 ayat 5 Peraturan BKPM No 13 Tahun 2017 yang isinya menyatakan bahwa "dalam penyelenggaraan kegiatannya, harus memiliki izin perwakilan".

"Jadi pemahaman izin 'dalam menyelenggarakan kegiatannya' itu, pemohon mengartikan secara sempit yaitu hanya saat pengerjaan proyek," kata Hendry.

Menurutnya, alasan HIL tersebut sangat tidak masuk akal. "Masa tidak memperpanjang izin karena tidak sedang mengerjakan proyek. Padahal mereka masih memiliki banyak kewajiban di Indonesia," tambahnya.

Dan selama HIL masih memiliki kewajiban penyelesaian proyek seperti penyelesaian utang kepada vendor, sub kontraktor, supplier, hingga laporan pajak yang belum selesai maupun masalah hukum lainnya terkait kewajiban HIL selama beroperasi di Indonesia, maka hal tersebut seharusnya masih dikategorikan memiliki proyek dan beroperasional di Indonesia. Sehingga wajib untuk memiliki izin operasi.

Jika HIL tidak ingin memperpanjang izin usahanya, justru dikhawatirkan HIL ingin melepaskan diri dari kewajiban-kewajibannya di Indonesia alias agar HIL tidak bisa dituntut. Meski begitu, Hendry menyerahkan seluruhnya kepada majelis hakim dalam melakukan penilaian. "Nanti kita lihat saja bagaimana interpretasi hakim pada sidang selanjutnya," ujar Hendry.

Seperti diketahui, HIL mengajukan gugatan pailit kepada BCK dengan nomor gugatan 46/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN Niaga Jkt.Pst. HIL mengklaim bahwa BCK memiliki utang dan tidak mau membayar terkait kerjasama operasi (joint operation/JO) di proyek Karaha di Jawa Barat.

Klaim tersebut lantas dibantah BCK lantaran pihaknya telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada para vendor sesuai porsinya, yakni 30%. Sedangkan HIL yang memiliki porsi di JO sebesar 70% dan selaku penanggung jawab proyek, justru belum memenuhi kewajibannya kepada para vendor.

Selain itu, ada atau tidaknya utang BCK kepada HIL juga harus dibuktikan terlebih dahulu di forum arbitrase di Singapore International Arbitration Center (SIAC). Pada 2017 lalu, sejatinya HIL telah mengajukan gugatan di SIAC dengan nomor perkara 401 of 2017. Namun SIAC membatalkan permohonan tersebut pada November 2018. Hal itu dikerankan HIL tidak menanggapi SIAC meskipun sudah dipanggil sebanyak 11 kali.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2341 seconds (0.1#10.140)