Temuan Desa Fiktif Akibat Pengawasan Lemah dan SDM Terbatas

Rabu, 06 November 2019 - 05:40 WIB
Temuan Desa Fiktif Akibat...
Temuan Desa Fiktif Akibat Pengawasan Lemah dan SDM Terbatas
A A A
JAKARTA - Laporan adanya desa tak berpenduduk atau desa fiktif yang menerima kucuran dana desa hingga Rp1 miliar bukanlah hal baru. Kondisi demikian terjadi akibat lemahnya pengawasan oleh pihak terkait.

Penilaian itu disampaikan anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supraktikno dan ekonom Indef Bhima Yudisthira merespons apa yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tentang fakta adanya desa fiktif.

Temuan desa fiktif demikian disampaikan Sri Mulyani saat melaporkan evaluasi kinerja APBN tahun anggaran 2019 di ruang rapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jakarta Selatan. Berdasarkan laporan yang diterima Menkeu, kemunculan desa-desa palsu itu ternyata hanya untuk mendapatkan alokasi dana desa dari pemerintah pusat.

Baik Hendrawan maupun Bhima menekankan pentingnya pengawasan untuk menyelamatkan uang negara. Hendrawan menyebut pihak yang harus bertanggung jawab pada pengawasan adalah inspektorat kementerian terkait maupun pemerintah daerah, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjalankan sistem pengendalian internal dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal.

”Sebab kalau tidak, siapa sih orang yang tidak suka mendapatkan dana lebih besar dengan program-program yang terkadang fiktif? Asumsi kita ini harus berubah. Harusnya orang kan cenderung menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya sehingga kalau terjadi, justru kita heran kalau tidak terjadi penyimpangan. Asumsinya begitu,” ujar Hendrawan di Gedung DPR Senayan Jakarta kemarin.

Pihak DPR sendiri, menurut Hendrawan, akan melakukan telah lebih detail laporan tersebut. Namun dia menggariskan, substansi bukan soal temuan dana fiktif tersebut, tapi bagaimana proses administrasinya dan pertanggungjawaban keuangannya. Untuk itu DPR akan melakukan cek dan cek ulang untuk mendapatkan laporan yang lebih detail. ”Jangan sampai kita belum memiliki bahan laporan yang seksama, terus rebut sendiri,” urainya.

Hendrawan juga menekankan pentingnya database yang akurat sehingga bisa dijadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan publik yang efektif. ”Pohon besarnya begitu. Substansi pemikiran kita begitu. Itu sebabnya kalau kita tidak memiliki data yang akurat, kebijakan publik kita tidak akan jelas arah dan efektivitasnya,” urainya.

Bhima Yudisthira juga melihat temuan desa fiktif sebagai fenomena lama yang terjadi karena lemahnya pengawasan terhadap 75.000 desa yang ada di Indonesia. “Apa BPK dan KPK masuk mengawasi ribuan desa dengan SDM terbatas? Jelas kalau praktik desa fiktif ini dibiarkan akan merugikan negara," ujar Bhima.

Melihat kondisi tersebut Bhima menggarisbawahi pentingnya penguatan pengawasan. Besarnya dana desa yang mencapai triliunan rupiah yang dikucurkan pemerintah akan mampu menciptakan lapangan kerja bila dikelola secara maksimal dan penggunaannya diawasi agar tidak bocor.

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Abdul Halim Iskandar saat dimintai konfirmasi adanya temuan desa fiktif menyatakan, proporsi pengelolaan desa ada di lintas kementerian, provinsi, dan kabupaten. Berdasar telaahnya, dia mengaku adanya desa yang memang penduduknya sudah tidak ada.

"Misal lima desa di Jawa Timur yang terdampak lumpur Lapindo harus eksodus dan hilang, memang tidak ada dana desa yang mengalir. Tapi dalam posisi ini Kemendes PDTT lebih pada memantau melakukan verifikasi dan pelaporan dari pendamping desa. Saat ini belum bisa meng-cover satu desa satu pendamping," urainya.

Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengaku saat masih menjabat sebagai menteri dalam negeri dia sudah menghentikan aliran dana desa ke desa-desa fiktif dimaksud.

Investigasi
Merespons temuan desa fiktif, Menkeu Sri Mulyani menegaskan akan menginvestigasinya. Proses investigasi yang akan melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diarahkan untuk mendapatkan data pasti dari desa di Indonesia mengingat seluruh desa akan mendapatkan suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.

"Untuk menginventarisasi desa-desa di Indonesia karena kemarin kami mendengar ada alokasi dana desa untuk desa yang ternyata baru saja dibuat. Jadi kami akan lihat karena sebetulnya ada mekanisme untuk pembentukan desa serta identifikasi mengenai pengurusnya," jelasnya.

Berdasarkan data Kemenkeu, realisasi transfer dana desa hingga akhir September 2019 sudah mencapai Rp44 triliun atau 62,9% dari pagu APBN 2019. Realisasi tersebut secara nilai meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp37,9 triliun atau 63,2% dari target APBN 2018.

Berapa jumlah desa fiktif? Kemendagri menyebut ada lima desa yang berada di salah satu kabupaten, Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun berdasar laporan yang disampaikan Ikatan Mahasiswa Indonesia Konawe (IMIK) Jakarta, jumlahnya jauh lebih besar, yakni 56 desa. Mereka pun menuduh Pemerintah Kabupaten Konawe telah melakukan manipulasi data penerima dana desa. Desa dilaporkan fiktif karena belum ditetapkan dalam perda, tetapi menerima dana desa.

Kasus tersebut bahkan sudah masuk proses penyelidikan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK RI, La Ode Muhammad Syarif, saat menghadiri dan memberikan pengarahan pada rangkaian penandatanganan MoU dan perjanjian kerja sama (PKS) antara Pemprov Sultra dan kabupaten-kota dengan Dirjen Pajak, Bank Sultra dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di salah satu hotel di Kendari beberapa waktu lalu.

"Kasus desa fiktif di Konawe yang kini ramai diperbincangkan, KPK sudah mengetahui secara detail akar permasalahannya, namun tidak bisa saya jelaskan satu per satu di sini," katanya.

Selain itu penyidik Polda Sultra juga telah melakukan penyelidikan kasus yang sama. Bahkan kepolisian juga telah memanggil dan memintai keterangan sejumlah kepala desa dan pejabat lain dari wilayah Kabupaten Konawe.

Kapolda Sultra Brigjen Polisi Iriyanto dalam keterangan di media menjelaskan bahwa penanganan kasus desa fiktif itu juga akan meminta pihak KPK untuk pendamping dalam proses penanganannya.

Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa saat dimintai keterangan mengenai dugaan desa fiktif di wilayahnya belum bisa menjawabnya dan seakan-akan masih berupaya menghindari saat awak media untuk mempertanyakan masalah itu. (Neneng Zubaidah/Abdul Rochim/Rina Anggraini/Dita Angga/Ant)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0668 seconds (0.1#10.140)