Waspadai Maraknya Jebakan Investasi Fiktif

Sabtu, 23 November 2019 - 13:26 WIB
Waspadai Maraknya Jebakan Investasi Fiktif
Waspadai Maraknya Jebakan Investasi Fiktif
A A A
JAKARTA - Fenomena penipuan dengan modus investasi semakin marak terjadi. Jenisnya pun beragam, mulai emas, komoditas perkebunan, hingga valuta asing. Semua investasi tersebut menjanjikan keuntungan yang menggiurkan, tapi ternyata berujungdengan penipuan.

Dari tahun ke tahun, kasus tentang investasi fiktif terus bertambah, bahkan kerugian yang dihasilkan pun sudah semakin meningkat. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama kurun waktu sampai Oktober 2019, pihaknya sudah banyak menghentikan 250 lembaga investasi bodong.

Hal ini dipertegas Direktur Pengelolaan Investasi Otoritas Jasa Keuangan Sujanto. Dia mengatakan, untuk kasus investasi bodong, pihaknya terus mencermati dan berupayamenanganinya dengan sangat cepat sebab hal ini memengaruhi dan memberikan kerugian yang sangat besaruntuk semua sektor ekonomi.

Dia mengatakan modus penipuan yang berkedok investasi ini pun beragam, dari media sosial seperti arisan daring hingga investasi konvensional, seperti kasus arisan daring tanpa riba yang telah banyak memakan korban dankerugian besar.

“Biasanya masyarakat masih tenang-tenang saja jika masih mendapatkan untung. Akan tetapi, mereka baru bergerak ketika dua-tiga bulan sudah tidak mendapatkan keuntungan dari hasil investasinya. Jika sudah begitu, mereka akan menyalakan pemerintah. Sebenarnya edukasi tentang investasi sangat penting agar tidak terjebak kasus arisan daring ataupun investasi dalam bentuk multilevel marketing,” jelas Sujanto.

Untuk investasi yang bergerak di bidang financial technology (fintech), biasanya banyak menawarkan skema peer to peer lending. “Pola investasi yang seperti ini biasanya memiliki daya tarik dengan nilai bunga lebih besar. Bahkan, nilainya bisa jauh lebih tinggi bila dibandingkan bunga bank konvensional pada umumnya. Ini yang menjadi daya tari masyarakat untuk ikut berinvestasi, tapi tidak tahu itu legal atau tidak,” ungkapnya.

Tak heran bila banyak masyarakat yang mulai tertarik untuk menjalankan investasi secara fintech, sedangkan untuk pola investasi konvensional biasanya menawarkan pada pola penyimpanan uang, emas, atau lahan.

“Kalau pola investasi konvensional yang banyak beredar di masyarakat berupa tawaran saham, obligasi, atau investasi properti yang disertai dengan janji manis akan dapat pendapatan yang lebih tinggi,” lanjut Sujanto.

Jika melihat lebih detail tentang investasi yang ingin dilakukan, adalah salah satu cara tepat agar tidak terkena “jeratan” investasi bodong. Pengamat ekonomi David Sumual mengatakan, jika berbicara tentang investasi bodong, sebenarnya ada dua hal yang mempengaruhi, yaitu perusahaan yang tidak memiliki izin dan menawarkan produknya yang tidak sesuai dengan aturan perbankan dan otoritas jasa keuangan.

“Ada dua faktor yang memengaruhi investasi bodong, bisa dari perusahaannya yang tidak memiliki izin atau produk yang ditawarkan itu memang bodong, dan juga bisa kedua-duanya fiktif. Yang harus diingat di sini,setiap pelaku usaha keuangan selalu memiliki izin pasti karena dalam dunia keuangan sangat teratur sekali, tidak mungkin tidak memiliki izin,” jelas David.

Hal senada juga disampaikan Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji. Menurutnya, peran lembaga terkait seperti OJK adalah melindungi masyarakat dari segala investasi bodong.Namun, hal ini tentunya yang terkait tentang investasi di bidang keuangan,seperti investasi yang bergerak di bidang asuransi, pasar modal, dana pensiun,dan beberapa lembaga keuanganlainnya. “Jika investasi tersebut masihdalam lingkup perlindungan OJK,tentunya akan dibantu untukmenyelesaikan hak-hak konsumen yangmemang menjadi masalah,” papar Aji.
Saat investasi, tentunya masyarakatmenyerahkan hartanya kepada pihakketiga untuk dikelola agar mampuberkembang dengan baik.

Aji memberikan beberapa tips agar masyarakat mampu terhindar dari jeratan pelaku investasi bodong. Pertama adalah mencari informasi sebanyak mungkin terkait perusahaan atau lembaga tersebut.

“Ada baiknya untuk mempelajari dahulu produknya baru bergabung, jangan bergabung dahulu, terus mempelajarinya ini yang salah. Makanya sering sekali terjadi sengketa karena konsumen kurang memahami produk,”jelasnya.

Kedua , ada baiknya untuk mengecek legalitas perusahaan keuangan tersebutke lembaga resmi seperti OJK. “Harus dicek dulu legalitasnya, agar tahu bahwa lembaga tersebut bukan lembaga investasi bodong,” tegas Aji.

Ketiga , jangan langsung tergiur dengan imbalan besar. Ada baiknya untuk membandingkan terlebih dahulu dengan investasi yang ditawarkan olehlembaga resmi. “Penawaran yang tidak terlalu tinggi biasanya bukan investasi ilegal,” ungkapnya. (Aprilia S Andyna)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5678 seconds (0.1#10.140)