Aset Jalan Hauling Bernilai Bagi Pertamina
A
A
A
JAKARTA - Aset PT. Pertamina (Persero) merupakan aset bangsa Indonesia, mengingat perseroan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kepemilikannya 100% milik negara. Dengan demikian menyelamatkan aset Pertamina berarti menyelamatkan aset bangsa Indonesia.
Pengamat ekonomi yang juga akademisi Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng mengatakan, Pertamina menghadapi masalah terkait dengan keberadaan aset. Ia mencontohkan, beberapa kasus di antaranya, Pertamina berkonflik dengan Pemerintah Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait aset jalan raya sepanjang 60 km.
Jalan Hauling di Kabupaten Barito Timur (Bartim) yang dibangun Pertamina digugat oleh pemerintah daerah Propinsi bersama perusahaan swasta yang dalam beberapa tahun terakhir mengklaim aset Pertamina tersebut.
"Aset Jalan Hauling merupakan aset yang bernilai bagi Pertamina. Aset ini telah diserahkan pengelolaannya kepada Patra Jasa anak perusahaan Pertamina. Pendapatan atas aset ini sedikitnya Rp. 30 miliar setiap tahunnya. Ini merupakan jumlah yang tidak sedikit dalam menopang pendapatan Pertamina," kata Salamuddin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Mungkin karena itu, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Kalteng dan perusahaan swasta yang memanfaatkan aset Pertamina bagi kegiatan pertambangan batubara tersebut, berencana menghadap Menteri BUMN untuk meminta agar aset jalan Hauling diserahkan kepada pemerintah daerah.
Mungkin publik bertanya, Bagaimana Pertamina bisa punya aset jalan raya sepanjang 60 km? Bukankah pertamina adalah perusahaan migas, bukan perusahaan jalan tol?. Dijelaskan Salamuddin, pada era orde baru Pertamina adalah agen pembangunan. Peran pertamina dalam pembangunan ekonomi sangat besar.
Terutama pasca boom minyak. Keuangan Pertamina merupakan penopang pembangunan ekonomi nasional saat itu. Dr. Kurtubi dalam seminar di Universitas Mataram (UNRAM) beberapa waktu lalu mengutarakan, bahwa Jalan Langko yang merupakan jalan kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) dibangun dengan uang Pertamina pada era kepemimpinan Ibnu Sutowo.
Kurtubi ingin menjelaskan bagaimana kiprah Pertamia membangun bangsa. Pertamina membangun jalan jalan nasional, pelabuhan, bandara, kawasan industri, dan lain sebagainya. Presiden secara leluasa menggunakan keuntungan hasil migas untuk merasakan instruksi presiden (inpres). Sekolah, puskesmas, rumah sakit dibangun dati hasil minyak.
Wajar karena saat itu pertamina adalah pemegang mandat dari negara untuk memguasai dan sekaligus mengelola migas. Jika seluruh yang dibangun Pertamina menjadi aset Pertamina sekarang maka aset perseroan sangatlah besar, tersebar di seluruh penjuru tanah air, apakah berupa jalan, jembatan, pelabuhan, AirPort dan pun sebagainya.
"Namun aset aset tersebut ada yang dilepas, disumbangkan atau dihibahkan bagi kepentingan umum. Sebagian dipertahankan karena masih menopang bisnis perusahaan," terang dia.
Bisakah Aset Pertamina Diselamatkan?
Salamuddin mengatakan, mudahnya prosedur menggubahan aset, maka akan membuka peluang moral hazard dari pihak pihak tertentu ingin menguasai aset pertamina untuk kepentingan pribadi maupun kelompok atau oligarki kekuasaan tertentu.
Prosedur menghibahkan aset Pertamina, kata dia, tidak terlalu sulit, yakni tinggal diputuskan di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), karena RUPS-nya tunggal yakni Pemerintah, maka sebetulnya tinggal keputusan. Hanya memerlukan alasan yang banyak dan masuk akal untuk menghibahkan atau menjual aset tersebut ke pihak lain.
Dijelaskannya, pemihakan menteri BUMN dan komisaris utama Pertamina faktor penting yang menentukan apalah aset pertamina bisa diselamatkan atau tidak. Jika Menteri BUMN dan komisaris nanti memutuskan untuk melepaskan kepemilikan aset, dan mencoretnya dari neraca Pertamina, maka lenyap hilanglah aset Pertamina tersebut.
Apakah ini akan terjadi dalam kasus jalan Hauling di Barito Timur? Ini sangat bergantung pada pemihakan Menteri BUMN Erik Tohir, dan Komisasris Utama Pertamina Basuki Cahaya Purnama. Jika aset ini sampai lepas maka ini akan menjadi preseden buruk bagi Pertamina yang lain nantinya. Kasus ini bisa menjadi pembuka jalan bagi pelepasan aset pertamina yang lain dengan alasan bukan “core” bisnis.
Pengamat ekonomi yang juga akademisi Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng mengatakan, Pertamina menghadapi masalah terkait dengan keberadaan aset. Ia mencontohkan, beberapa kasus di antaranya, Pertamina berkonflik dengan Pemerintah Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait aset jalan raya sepanjang 60 km.
Jalan Hauling di Kabupaten Barito Timur (Bartim) yang dibangun Pertamina digugat oleh pemerintah daerah Propinsi bersama perusahaan swasta yang dalam beberapa tahun terakhir mengklaim aset Pertamina tersebut.
"Aset Jalan Hauling merupakan aset yang bernilai bagi Pertamina. Aset ini telah diserahkan pengelolaannya kepada Patra Jasa anak perusahaan Pertamina. Pendapatan atas aset ini sedikitnya Rp. 30 miliar setiap tahunnya. Ini merupakan jumlah yang tidak sedikit dalam menopang pendapatan Pertamina," kata Salamuddin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Mungkin karena itu, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Kalteng dan perusahaan swasta yang memanfaatkan aset Pertamina bagi kegiatan pertambangan batubara tersebut, berencana menghadap Menteri BUMN untuk meminta agar aset jalan Hauling diserahkan kepada pemerintah daerah.
Mungkin publik bertanya, Bagaimana Pertamina bisa punya aset jalan raya sepanjang 60 km? Bukankah pertamina adalah perusahaan migas, bukan perusahaan jalan tol?. Dijelaskan Salamuddin, pada era orde baru Pertamina adalah agen pembangunan. Peran pertamina dalam pembangunan ekonomi sangat besar.
Terutama pasca boom minyak. Keuangan Pertamina merupakan penopang pembangunan ekonomi nasional saat itu. Dr. Kurtubi dalam seminar di Universitas Mataram (UNRAM) beberapa waktu lalu mengutarakan, bahwa Jalan Langko yang merupakan jalan kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) dibangun dengan uang Pertamina pada era kepemimpinan Ibnu Sutowo.
Kurtubi ingin menjelaskan bagaimana kiprah Pertamia membangun bangsa. Pertamina membangun jalan jalan nasional, pelabuhan, bandara, kawasan industri, dan lain sebagainya. Presiden secara leluasa menggunakan keuntungan hasil migas untuk merasakan instruksi presiden (inpres). Sekolah, puskesmas, rumah sakit dibangun dati hasil minyak.
Wajar karena saat itu pertamina adalah pemegang mandat dari negara untuk memguasai dan sekaligus mengelola migas. Jika seluruh yang dibangun Pertamina menjadi aset Pertamina sekarang maka aset perseroan sangatlah besar, tersebar di seluruh penjuru tanah air, apakah berupa jalan, jembatan, pelabuhan, AirPort dan pun sebagainya.
"Namun aset aset tersebut ada yang dilepas, disumbangkan atau dihibahkan bagi kepentingan umum. Sebagian dipertahankan karena masih menopang bisnis perusahaan," terang dia.
Bisakah Aset Pertamina Diselamatkan?
Salamuddin mengatakan, mudahnya prosedur menggubahan aset, maka akan membuka peluang moral hazard dari pihak pihak tertentu ingin menguasai aset pertamina untuk kepentingan pribadi maupun kelompok atau oligarki kekuasaan tertentu.
Prosedur menghibahkan aset Pertamina, kata dia, tidak terlalu sulit, yakni tinggal diputuskan di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), karena RUPS-nya tunggal yakni Pemerintah, maka sebetulnya tinggal keputusan. Hanya memerlukan alasan yang banyak dan masuk akal untuk menghibahkan atau menjual aset tersebut ke pihak lain.
Dijelaskannya, pemihakan menteri BUMN dan komisaris utama Pertamina faktor penting yang menentukan apalah aset pertamina bisa diselamatkan atau tidak. Jika Menteri BUMN dan komisaris nanti memutuskan untuk melepaskan kepemilikan aset, dan mencoretnya dari neraca Pertamina, maka lenyap hilanglah aset Pertamina tersebut.
Apakah ini akan terjadi dalam kasus jalan Hauling di Barito Timur? Ini sangat bergantung pada pemihakan Menteri BUMN Erik Tohir, dan Komisasris Utama Pertamina Basuki Cahaya Purnama. Jika aset ini sampai lepas maka ini akan menjadi preseden buruk bagi Pertamina yang lain nantinya. Kasus ini bisa menjadi pembuka jalan bagi pelepasan aset pertamina yang lain dengan alasan bukan “core” bisnis.
(akr)