Pemanfaatan Benih Lobster, Menteri Edhy Sebut Seperti Dua Sisi Mata Pedang
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memunculkan opsi pembesaran benih lobster, lantaran tingkat kelangsungan hidup (survival rate/SR) benih lobster di alam hingga dewasa hanya mencapai 1%. Meski begitu Ia menekankan harus ada keseimbangan terkait pemanfaatan benih lobster tersebut.
“Kalau tidak dibesarkan benih lobster ini akan mati, kemungkinan hidupnya tinggal 1 %. Tapi kalau dibesarkan oleh kita, dia bisa punya peluang sampai 70% hidupnya. Ya, beberapa lobster hanya 40%. Tapi Anda bandingkan 1% dengan 40% ini,” jelas Edhy.
Meskipun demikian, Edhy menegaskan, prinsip yang paling penting dalam pemanfaatan benih lobster ini adalah bagaimana menyeimbangkan agar nelayan pengambil benih lobster dan nelayan penangkap lobster dewasa dapat hidup berdampingan, tidak kehilangan mata pencahariannya. “Dua sisi mata pedang ini harus saya temukan dalam satu kesempatan yang sama,” imbuhnya.
Guna mempertahankan kelangsungan lobster di alam, Edhy menyebut ada beberapa aturan yang dapat diterapkan dalam pembesaran benih lobster ini. Salah satunya yaitu dengan mewajibkan pelaku pembesaran benih lobster mengembalikan sebanyak 5% hasil pembesarannya ke alam. Dengan ini kan otomatis yang tadinya kesempatan hidup benih lobster hanya 1%, kita bisa buat 5%,” ucapnya.
Edhy menambahkan, hal yang tak kalah penting yaitu memastikan tidak terjadi pengrusakan habitat lobster akibat penggunaan sianida dan bahan kimia berbahaya lainnya, blast fishing (penangkapan ikan dengan peledakan), serta cara-cara lainnya yang juga dapat merusak koral, termasuk pencemaran laut oleh limbah minyak.
“Jangan pertumbuhan terhambat hanya karena kita selalu bersembunyi di kedok lingkungan. Dan jangan juga dengan alasan lingkungan, tidak ada kehidupan. Saya juga inginkan pertumbuhan ekonomi juga tidak merusak lingkungan. Keduanya harus berjalan seimbang,” lanjutnya.
Menurut Edhy, dalam waktu dekat, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) akan bertemu dengan seluruh stakeholder terkait untuk membicarakan persoalan ini.
“Intinya adalah dalam langkah satu kebijakan yang akan kami ambil harus mempertimbangkan aspek ekonomi, tetap mempertahankan lapangan pekerjaan yang dulunya ada agar tetap ada, dan menghasilkan devisa negara, namun lingkungannya juga terjaga,” tandasnya.
Sebagai informasi, bukan hanya soal perdagangan benih lobster, saat ini KKP tengah menyempurnakan 29 peraturan sektor kelautan dan perikanan sehingga menghasilkan solusi terbaik untuk stakeholder, masyarakat umum, dan negara.
“Kalau tidak dibesarkan benih lobster ini akan mati, kemungkinan hidupnya tinggal 1 %. Tapi kalau dibesarkan oleh kita, dia bisa punya peluang sampai 70% hidupnya. Ya, beberapa lobster hanya 40%. Tapi Anda bandingkan 1% dengan 40% ini,” jelas Edhy.
Meskipun demikian, Edhy menegaskan, prinsip yang paling penting dalam pemanfaatan benih lobster ini adalah bagaimana menyeimbangkan agar nelayan pengambil benih lobster dan nelayan penangkap lobster dewasa dapat hidup berdampingan, tidak kehilangan mata pencahariannya. “Dua sisi mata pedang ini harus saya temukan dalam satu kesempatan yang sama,” imbuhnya.
Guna mempertahankan kelangsungan lobster di alam, Edhy menyebut ada beberapa aturan yang dapat diterapkan dalam pembesaran benih lobster ini. Salah satunya yaitu dengan mewajibkan pelaku pembesaran benih lobster mengembalikan sebanyak 5% hasil pembesarannya ke alam. Dengan ini kan otomatis yang tadinya kesempatan hidup benih lobster hanya 1%, kita bisa buat 5%,” ucapnya.
Edhy menambahkan, hal yang tak kalah penting yaitu memastikan tidak terjadi pengrusakan habitat lobster akibat penggunaan sianida dan bahan kimia berbahaya lainnya, blast fishing (penangkapan ikan dengan peledakan), serta cara-cara lainnya yang juga dapat merusak koral, termasuk pencemaran laut oleh limbah minyak.
“Jangan pertumbuhan terhambat hanya karena kita selalu bersembunyi di kedok lingkungan. Dan jangan juga dengan alasan lingkungan, tidak ada kehidupan. Saya juga inginkan pertumbuhan ekonomi juga tidak merusak lingkungan. Keduanya harus berjalan seimbang,” lanjutnya.
Menurut Edhy, dalam waktu dekat, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) akan bertemu dengan seluruh stakeholder terkait untuk membicarakan persoalan ini.
“Intinya adalah dalam langkah satu kebijakan yang akan kami ambil harus mempertimbangkan aspek ekonomi, tetap mempertahankan lapangan pekerjaan yang dulunya ada agar tetap ada, dan menghasilkan devisa negara, namun lingkungannya juga terjaga,” tandasnya.
Sebagai informasi, bukan hanya soal perdagangan benih lobster, saat ini KKP tengah menyempurnakan 29 peraturan sektor kelautan dan perikanan sehingga menghasilkan solusi terbaik untuk stakeholder, masyarakat umum, dan negara.
(akr)