Catatan Akhir Tahun, Ancaman Resesi Ekonomi Terus Membayangi
A
A
A
JAKARTA - Ancaman resesi ekonomi global diyakini masih akan membayangi pertumbuhan nasional, dimana IMF tahun ini memangkas pertumbuhan ekonomi negara berkembang ke angka 3,9% ketika pada 2018 sempat tumbuh 4,5%. Dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi, Anggota Komisi I DPR Fadli Zon mengatakan, setelah tahun lalu bisa tumbuh 3,6%, ekonomi global tahun ini diperkirakan hanya akan menyentuh angka 3,0%.
"Membaca proyeksi tersebut, tentunya sulit menyangkal bahwa resesi ekonomi global tengah menghadang di depan mata. Dan gelombang resesi tersebut pasti akan berimbas pada perekonomian Indonesia,” ujar politisi Gerindra it dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi 2019 dengan tema “Hadapi Resesi, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Prioritas Pembangunan”, Jumat (27/12/2019).
Menurutnya karena hanya ditopang oleh konsumsi, dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus mengalami stagnansi di kisaran 5%. ”Di tengah turunnya harga komoditas, ekspor masih belum menolong banyak. Apalagi di tengah situasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China,” urainya.
Perlambatan juga terjadi di bidang investasi. Tahun ini, kata Fadli, investasi Indonesia mengalami perlambatan signifikan. Di kwartal ketiga 2019, investasi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,21%, padahal pada kuartal sebelumnya masih tumbuh 5,01%.
Meski demikian, gelombang resesi memang seolah belum terasa. Hal ini terjadi salah satunya karena saat ini kita masih menikmati “stabilitas semu” nilai tukar Rupiah. “Saya sebut sebagai stabilitas semu karena stabilitas Rupiah yang terjadi saat ini sebenarnya bertumpu pada derasnya “hot money” atau aliran dana-dana jangka pendek, bukan oleh kuatnya fundamental ekonomi,” urainya.
Menurutnya, investor masih mengalirkan uangnya ke Indonesia karena tingkat bunga masih lebih tinggi jika dibanding negara-negara lain. Namun, derasnya arus modal yang distimulasi selisih suku bunga lebar ini bisa kapan saja berhenti, yang membuat ekonomi Indonesia jadi rentan.
"Krisis bisa datang tiba-tiba. Pemerintah seharusnya waspada. Target-target pembangunan yang tak masuk akal sebaiknya disesuaikan kembali dengan situasi ekonomi dan kemampuan keuangan Pemerintah. Sebab, tanpa target dan orientasi yang jelas, kegiatan pembangunan hanya akan menguapkan anggaran belaka, tapi tak akan memberikan efek pengganda yang berarti," katanya.
"Membaca proyeksi tersebut, tentunya sulit menyangkal bahwa resesi ekonomi global tengah menghadang di depan mata. Dan gelombang resesi tersebut pasti akan berimbas pada perekonomian Indonesia,” ujar politisi Gerindra it dalam catatan akhir tahun bidang ekonomi 2019 dengan tema “Hadapi Resesi, Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Prioritas Pembangunan”, Jumat (27/12/2019).
Menurutnya karena hanya ditopang oleh konsumsi, dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus mengalami stagnansi di kisaran 5%. ”Di tengah turunnya harga komoditas, ekspor masih belum menolong banyak. Apalagi di tengah situasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China,” urainya.
Perlambatan juga terjadi di bidang investasi. Tahun ini, kata Fadli, investasi Indonesia mengalami perlambatan signifikan. Di kwartal ketiga 2019, investasi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,21%, padahal pada kuartal sebelumnya masih tumbuh 5,01%.
Meski demikian, gelombang resesi memang seolah belum terasa. Hal ini terjadi salah satunya karena saat ini kita masih menikmati “stabilitas semu” nilai tukar Rupiah. “Saya sebut sebagai stabilitas semu karena stabilitas Rupiah yang terjadi saat ini sebenarnya bertumpu pada derasnya “hot money” atau aliran dana-dana jangka pendek, bukan oleh kuatnya fundamental ekonomi,” urainya.
Menurutnya, investor masih mengalirkan uangnya ke Indonesia karena tingkat bunga masih lebih tinggi jika dibanding negara-negara lain. Namun, derasnya arus modal yang distimulasi selisih suku bunga lebar ini bisa kapan saja berhenti, yang membuat ekonomi Indonesia jadi rentan.
"Krisis bisa datang tiba-tiba. Pemerintah seharusnya waspada. Target-target pembangunan yang tak masuk akal sebaiknya disesuaikan kembali dengan situasi ekonomi dan kemampuan keuangan Pemerintah. Sebab, tanpa target dan orientasi yang jelas, kegiatan pembangunan hanya akan menguapkan anggaran belaka, tapi tak akan memberikan efek pengganda yang berarti," katanya.
(akr)