Marketing Outlook 2020 (2): The FALL & The RISE

Sabtu, 28 Desember 2019 - 09:37 WIB
Marketing Outlook 2020 (2): The FALL & The RISE
Marketing Outlook 2020 (2): The FALL & The RISE
A A A
Selama tiga minggu ini saya akan menguraikan kajian akhir tahun Inventure mengenai Marketing Outlook 2020. Tulisannya akan terbagi menjadi tiga bagian.

Pertama adalah “The 3 Market MEGASHIFT” mengenai tiga kekuatan dahsyat yang mendisrupsi pasar Indonesia. Kedua, “The FALL & the RISE of the Industries” mengenai industri-industri yang porak-poranda oleh tiga kekuatan disrupsi di atas. Dan ketiga, “The 7 LEAP Strategies” mengenai strategi untuk sukses di era MEGASHIFT.

Berikut ini adalah bagian kedua yaitu: The FALL and the RISE of the Industries.

The Fall & The Rise
Di tulisan bagian pertama saya sudah menguraikan bahwa tiga disrupsi yaitu: disrupsi digital (digital disruption), disrupsi milenial (millennial disruption), dan disrupsi leiser (leisure disruption) telah menghasilkan MEGASHIFTS di pasar Indonesia.

MEGASHIFTS ini menyebabkan banyak produk dan bisnis berguguran (“The FALL”) tapi banyak juga produk dan bisnis yang tumbuh pesat (“The RISE”).

Di industri media, entertainment, dan telko misalnya, media cetak (koran, majalah), TV kabel, layanan telko tradisional (voice, SMS) hingga album musik menjadi kian surut. Namun di sisi lain layanan on-demand, streaming services, model bisnis subscription, original content dari OTT seperti Netflix, hingga individual content creator justru berkembang pesat.

Di pasar perbankan, bank-bank mulai tak mengembangkan kantor cabang dan ATM karena layanan seperti mobile banking mampu menghasilkan user experience yang lebih baik. Di satu sisi layanan berbasis kartu kartu (kartu kredit dan debit) kian ditinggalkan konsumen milenial. Namun di sisi layanan berbasis smartphone seperti digital payment dan digital lending justru tumbuh pesat.

Di sektor automotif, para inkumben seperti Toyota, Honda, atau Suzuki kini was-was karena seiring dikeluarkannya Perpres 55/2019 mengenai Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik kini pemain-pemain automotif Cina mulai curi start untuk mendominasi pasar kendaraan listrik di Indonesia. Dekade 2020-an bakal ditandai lahirnya era kendaraan listrik, sekaligus berakhirnya era kendaraan bensin/solar (internal combation engine, ICE).

Di sektor ritel, department store, hypermarket/supermarket hingga trade center mulai berguguran. Namun di sisi lain minimarket, online shopping, artisan shop/store, digital POS, hingga leisure retail justru tumbuh pesat.

Sementara di sektor pariwisata perilaku millennial travellers juga mulai bergeser. Biro perjalanan konvensional, tour guide tradisional, losmen, hingga group tour mulai ditinggalkan. Sebaliknya staycation, instagramable destination, hotel butik, nomad tourism, hingga akomodasi berbasis apps seperti Airy atau OYO kian menjamur.

First, UNLEARN
Apapun industrinya, Anda tak akan bisa mengelak dari terjangan disrupsi yang menyebabkan begitu banyak bisnis berguguran di satu sisi, namun banyak juga bisnis baru yang lahir di sisi lain.

Pertanyaannya, apakah Anda akan ikut arus yang berguguran atau melakukan lompatan strategis untuk masuk ke bisnis-bisnis yang bertumbuh pesat.

Tentu saja Anda harus mengambil pilihan yang kedua. Untuk survive di pasar yang mengalami inflection point, Anda mau tak mau harus melakukan melompat dari bisnis-bisnis yang obsolet ke bisnis-bisnis baru yang lukratif. Itu sebabnya saya mengatakan tahun 2020 adalah: “the LEAP year”.

LEAP Strategy diawali dengan UNLEARN, yaitu menganggap diri kita “tak tahu semuanya”. Survive dari disrupsi itu bukanlah semata masalah teknologi digital atau inovasi model bisnis. Yang terpenting justru adalah masalah mindset. Yaitu mindset yang menganggap bahwa kita telah “tahu semuanya”.

Ketika kita sudah merasa tahu semuanya maka semakin sulit pula kita menanggalkannya.

Itu sebabnya disruptor di industri automotif bukanlah Toyota yang “tahu semuanya” tentang automotif, tapi oleh Tesla dan Google. Disruptor perhotelan bukan Hilton tapi Airbnb yang “tak tahu semuanya”. Disruptor layanan taksi bukanlah Blue Bird tapi Uber.

Mindset “tahu semuanya” telah membutakan mata, hati, dan pikiran kita mengenai hal baru yang tidak kita ketahui.

Di tengah disrupsi, mindset yang diperlukan bukanlah “tahu semuanya”, tapi justru sebaliknya “tak tahu semuanya”.

Kita tak cukup sebatas LEARNING tapi juga UNLEARNING yaitu mengosongkan hal-hal usang yang selama berpuluh tahun kita ketahui dan kita yakini kebenarannya.

Unlearning akan mengosongkan isi pikiran kita sebersih mungkin sebersih kanvas kosong.

Yuswohady
Managing Partner Inventure

(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2909 seconds (0.1#10.140)