Target Penerimaan Pajak 2020 Dinilai Sulit Dicapai

Rabu, 08 Januari 2020 - 15:01 WIB
Target Penerimaan Pajak...
Target Penerimaan Pajak 2020 Dinilai Sulit Dicapai
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai tantangan penerimaan pajak di tahun 2020 tidak jauh berbeda dengan tahun 2019. Ekonomi pada tahun ini pun masih dipenuhi dengan ketidakpastian.

"Kinerja pertumbuhan penerimaan dapat diperkirakan tidak mengalami perubahan besar. Namun, untuk mencapai target penerimaan pajak di tahun 2020 pertumbuhan penerimaan perlu meningkat sebesar 23,3% (dari realisasi 2019)," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/1/2020). (Baca Juga: Target Pajak Tak Pernah Tercapai dalam 10 Tahun Terakhir)

Menurutnya, hal ini sulit untuk direalisasikan. Pemerintah pun memiliki opsi untuk menurunkan target penerimaan dalam APBN-P. Namun pilihan ini menjadi sulit, mengingat pemerintah pernah berkomitmen untuk tidak ada lagi APBN-Perubahan demi menjaga kredibilitas APBN.
"Demi menjaga kesinambungan fiskal dan mencegah pelebaran defisit yang akan menaikkan porsi pembiayaan dari utang, maka revisi target di APBN menjadi pilihan paling rasional dan reasonable," ungkapnya.

Selain itu, diperlukan pemantapan strategi untuk menggenjot penerimaan pajak yang sustain dan berkeadilan. Selain reformasi perpajakan yang sedang berjalan, salah satu terobosan baru oleh pemerintah yakni melalui omnibus law perpajakan.

Menurut Yustinus, perlu diperhatikan bahwa omnibus law perpajakan harus berada pada rel yang sama dengan reformasi perpajakan, yakni dengan memastikan omnibus law perpajakan memiliki visi yang sama dengan reformasi perpajakan.

"Kebutuhan penerimaan negara yang terus meningkat tetap harus memperhatikan pentingnya menjaga iklim bisnis dan fairness praktik perpajakan," tuturnya.

Adapun strategi lainnya yang dapat dilakukan antara lain, pertama, memperluas basis pajak melalui tindak lanjut data perpajakan pasca-amnesti dan hasil akses/pertukaran informasi, terutama dalam rangka penegakan hukum, terutama dengan sinergi kelembagaan.

Kedua, menginisiasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai common identifier (penanda tunggal) seluruh transaksi dan aktivitas warga negara. Selain itu juga perlu dilakukan pemutakhiran data NIK pada database sektor keuangan. Dalam jangka pendek, NIK harus digunakan sebagai identitas wajib dalam Faktur Pajak pada setiap transaksi yang melibatkan orang pribadi.

Ketiga, perbaikan administrasi perpajakan (core tax system) harus didukung dan dituntaskan, termasuk perbaikan administrasi dan tata kelola perpajakan terhadap isu-isu utama yang belum tercakup dalam omnibus law (misalkan melalui survei persepsi wajib pajak, identifikasi permasalahan di lapangan, dan upaya duduk bersama antara otoritas pajak, DPR, dan komunitas wajib pajak).

Keempat, pemeriksaan pajak dan penegakan hukum yang terukur dan profesional untuk menciptakan efek kejut dan efek bola salju kepatuhan pajak.

Kelima, melakukan evaluasi menyeluruh dan reorientasi skema fasilitas perpajakan yang selama ini telah digelontorkan. Insentif harus diarahkan pada upaya mendorong ekspor, memperkuat reindustrialisasi, memperkuat UMKM dan koperasi, meningkatkan produktivitas modal, mengintegrasikan ekonomi Indonesia dalam global value chain, mendorong penyerapan tenaga kerja, dan mendukung riset dan pengembangan.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6210 seconds (0.1#10.140)