Keunikan Bentuk Rumah Tahan Gempa
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pernah merilis cara mengurangi risiko bencana. Salah satunya dengan membangun rumah tahan gempa.
Hebatnya, ternyata konstruksi bangunan tradisional Indonesia itu justru yang tahan gempa. Misalnya Rumah Gadang dari Sumatera Barat yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 Skala Richter sekali pun. Rumah Tua Bali Utara juga dianggap tahan gempa karena memiliki konstruksi yang memanfaatkan saka atau tiang kayu dan lambang serta sineb sebagai balok.
Rumah Joglo yang berbahan kayu juga menghasilkan kemampuan meredam getaran atau guncangan yang efektif, lebih fleksibel, dan stabil. Rumah tradisional lain seperti Rumah Kaki Seribu, Rumoh Aceh, Omo Hada, Rumah Laheik, dan Woloan.
Di Indonesia sudah banyak dibangun rumah tahan gempa, bahkan bentuknya unik. Rumah dome salah satunya. Rumah dome mirip Iglo, rumah khas suku Eskimo. Rumah dome ini dibangun pascagempa pada 2006 di Dusun Nglepen, Desa Sumberharjo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini rumah tersebut dikenal sebagai rumah Teletubbies yang menjadi destinasi wisata menarik.
Sementara itu, di dunia saat ini sedang menjadi tren rumah dari kontainer. Rumah kontainer terbuat dari balok baja yang padat dan sangat kuat. Ketika tergabung dalam satu unit atau beberapa unit yang terhubung, mereka dapat menahan angin. Untuk gempa bumi sebagai unit solid, getaran, atau guncangan tidak akan membuat kontainer retak.
Di dalam kontainer kemungkinan akan berantakan, namun tidak akan hancur seperti bangunan tradisional. Bahkan jika mendapat tekanan langsung, struktur kontainer tetap tidak runtuh. Bagi sebagian warga Amerika Serikat, setidaknya rumah kontainer 100 kali lebih aman dan lebih kuat daripada struktur perumahan konvensional.
Dilansir containerpad.com, rumah kontainer mulai dikenal awal abad ke-20. Rumah itu merupakan perpaduan yang menarik antara tempat penampungan darurat, rumah-rumah kemanusiaan.
Rumah kontainer dianggap sebagai pengingat akan perdamaian, perlindungan, dan keinginan manusiawi untuk kembali menggunakan kembali barang tersebut. Didorong oleh keinginan untuk kehidupan yang berkelanjutan dengan menggunakan barang bekas dan inovatif, rumah kontainer abad ke-21 terus mendorong persepsi, membangun kembali dan menghubungkan karakter modern dengan asal yang sederhana.
Kini ada lebih dari 100.000 pencarian setiap bulan di AS untuk rumah kontainer. Rumah kontainer telah berubah dari ide awal untuk aktivitas darurat berkembang menjadi tren yang dikembangkan oleh imajinasi.
Di Indonesia masih diyakini konstruksi kayu paling tahan gempa karena sifatnya yang elastis tetapi kuat. Praktisi konstruksi Wira Pradana mengatakan, jika masih menggunakan batu bata dan semen maka bangunan akan menjadi keras.
"Apabila ada guncangan, sisi lain bergerak yang lain diam, dia akan terus membentur lama-lama akan hancur. Kalau elastis, dia akan mengikuti gerakan," jelasnya.
Wira menambahkan, kayu yang dipasang menyilang antara kayu berserat dan yang tidak berserat kemudian direkatkan. Kayu-kayu tersebut akan kuat ditekan hingga berat empat ton akan kuat. Berbeda dengan batu bata yang jika ditabrak oleh motor sudah berlubang.
Konstruksi kayu ini kuat untuk pergerakan tanah yang horizontal dan vertikal. Jika tanahnya terbuka atau amblas, tentu ini sulit dihindari.
Sementara sistem wallframe dengan baja ringan, juga konsepnya sama dengan kayu. Pengamat konstruksi Aga Citra menyebut struktur bangunan akan lebih fleksibel atau tidak melawan dorongan. (Ananda Nararya)
Hebatnya, ternyata konstruksi bangunan tradisional Indonesia itu justru yang tahan gempa. Misalnya Rumah Gadang dari Sumatera Barat yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 Skala Richter sekali pun. Rumah Tua Bali Utara juga dianggap tahan gempa karena memiliki konstruksi yang memanfaatkan saka atau tiang kayu dan lambang serta sineb sebagai balok.
Rumah Joglo yang berbahan kayu juga menghasilkan kemampuan meredam getaran atau guncangan yang efektif, lebih fleksibel, dan stabil. Rumah tradisional lain seperti Rumah Kaki Seribu, Rumoh Aceh, Omo Hada, Rumah Laheik, dan Woloan.
Di Indonesia sudah banyak dibangun rumah tahan gempa, bahkan bentuknya unik. Rumah dome salah satunya. Rumah dome mirip Iglo, rumah khas suku Eskimo. Rumah dome ini dibangun pascagempa pada 2006 di Dusun Nglepen, Desa Sumberharjo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini rumah tersebut dikenal sebagai rumah Teletubbies yang menjadi destinasi wisata menarik.
Sementara itu, di dunia saat ini sedang menjadi tren rumah dari kontainer. Rumah kontainer terbuat dari balok baja yang padat dan sangat kuat. Ketika tergabung dalam satu unit atau beberapa unit yang terhubung, mereka dapat menahan angin. Untuk gempa bumi sebagai unit solid, getaran, atau guncangan tidak akan membuat kontainer retak.
Di dalam kontainer kemungkinan akan berantakan, namun tidak akan hancur seperti bangunan tradisional. Bahkan jika mendapat tekanan langsung, struktur kontainer tetap tidak runtuh. Bagi sebagian warga Amerika Serikat, setidaknya rumah kontainer 100 kali lebih aman dan lebih kuat daripada struktur perumahan konvensional.
Dilansir containerpad.com, rumah kontainer mulai dikenal awal abad ke-20. Rumah itu merupakan perpaduan yang menarik antara tempat penampungan darurat, rumah-rumah kemanusiaan.
Rumah kontainer dianggap sebagai pengingat akan perdamaian, perlindungan, dan keinginan manusiawi untuk kembali menggunakan kembali barang tersebut. Didorong oleh keinginan untuk kehidupan yang berkelanjutan dengan menggunakan barang bekas dan inovatif, rumah kontainer abad ke-21 terus mendorong persepsi, membangun kembali dan menghubungkan karakter modern dengan asal yang sederhana.
Kini ada lebih dari 100.000 pencarian setiap bulan di AS untuk rumah kontainer. Rumah kontainer telah berubah dari ide awal untuk aktivitas darurat berkembang menjadi tren yang dikembangkan oleh imajinasi.
Di Indonesia masih diyakini konstruksi kayu paling tahan gempa karena sifatnya yang elastis tetapi kuat. Praktisi konstruksi Wira Pradana mengatakan, jika masih menggunakan batu bata dan semen maka bangunan akan menjadi keras.
"Apabila ada guncangan, sisi lain bergerak yang lain diam, dia akan terus membentur lama-lama akan hancur. Kalau elastis, dia akan mengikuti gerakan," jelasnya.
Wira menambahkan, kayu yang dipasang menyilang antara kayu berserat dan yang tidak berserat kemudian direkatkan. Kayu-kayu tersebut akan kuat ditekan hingga berat empat ton akan kuat. Berbeda dengan batu bata yang jika ditabrak oleh motor sudah berlubang.
Konstruksi kayu ini kuat untuk pergerakan tanah yang horizontal dan vertikal. Jika tanahnya terbuka atau amblas, tentu ini sulit dihindari.
Sementara sistem wallframe dengan baja ringan, juga konsepnya sama dengan kayu. Pengamat konstruksi Aga Citra menyebut struktur bangunan akan lebih fleksibel atau tidak melawan dorongan. (Ananda Nararya)
(nfl)