Arab Saudi dan Rusia Perang Harga Minyak, Tapi Pertempuran Sebenarnya dengan AS
A
A
A
LONDON - Bentrokan antara Arab Saudi dan Rusia terkait harga minyak mentah dunia, tampaknya bakal membuat kedua negara terjebak dalam pertempuran sengit dalam memperebutkan pangsa pasar. Akan tetapi analis mengatakan perang sebenarnya adalah dengan industri minyak Amerika Serikat (AS).
Disengaja atau tidak, perang harga terbuka telah menghantam industri minyak Negeri Paman Sam -julukan AS- dimana terjadi penurunan harga minyak secara besar-besaran sejak pekan sebelumnya. Anjloknya harga minyak bisa berdampak besar terhadap perekonomian AS, membuat industri kecil juga merasakan serta mengetuk AS dari posisinya sebagai produsen minyak terbesar di dunia, kata analis.
Ketegangan antara Arab Saudi dan Rusia telah meningkat sejak Rusia gagal menyetujui untuk memperdalam pemotongan produksi mencapai 1.800.000 barel per hari dalam menanggapi penurunan tajam permintaan global. Seperti diketahui pelemahan permintaan disebabkan oleh terhentinya sebagian besar perjalanan internasional di seluruh dunia dan kebijakan karantina jutaan orang akibat penyebaran wabah virus corona.
Keretakan antara Arab Saudi dan Rusia tampaknya telah melebar setelah OPEC dan Rusia mengakhiri pertemuan dengan menutup kesepakatan kerja sama lebih dari tiga tahun yang terjalin antara OPEC dan produsen non-OPEC. Arab Saudi segera merespon dengan menawarkan diskon harga jual dan mengumumkan peningkatan produksi, tindakan itu langsung memicu penurunan curam pada harga minyak dunia.
Rusia mengklaim industri minyak akan mempertahankan pangsa pasar dan dapat bertahan di tengah penurunan harga. "Sementara pemimpin OPEC mempertahankan harapan bahwa runtuhnya harga akan menjadi katalis untuk rekonsiliasi, Presiden Putin mungkin tidak cepat menyerah," tulis Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC.
"Kami takut bahwa itu bisa menjadi (berlarut-larut), sebagai strategi Rusia tampaknya menargetkan tidak hanya perusahaan AS," sambungnya. Dia mencatat bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin telah dipengaruhi oleh Igor Sechin, Chairman Perusahaan Minyak Terbesar Rusia Rosneft.
Sechin diketahui telah lama menentang kesepakatan produksi OPEC dan marah oleh sanksi AS terhadap perdagangan Rosneft. Rusia juga marah oleh sanksi AS yang mengulur-ulur upaya untuk menyelesaikan jalur Nord Stream 2, yang akan mengambil gas alam ke Eropa.
"Tidak ada pertanyaan ini adalah penghinaan besar bagi Rusia yang memiliki Nord Stream 2 pipa konstruksi, namun harus berhenti," kata Daniel Yergin, Wakil Ketua IHS Markit.
AS telah menentang pipa tersebut karena akan meningkatkan dominasi Rusia pada pasar energi Eropa. "Pejabat administrasi Trump telah berulang kali membual tentang kemampuan AS untuk menghukum lawan kebijakan luar negerinya dengan tajam mengurangi ekspor minyak mereka, dan untuk melindungi dari dampak harga karena pasokan energi domestik yang melimpah," paparnya.
Disengaja atau tidak, perang harga terbuka telah menghantam industri minyak Negeri Paman Sam -julukan AS- dimana terjadi penurunan harga minyak secara besar-besaran sejak pekan sebelumnya. Anjloknya harga minyak bisa berdampak besar terhadap perekonomian AS, membuat industri kecil juga merasakan serta mengetuk AS dari posisinya sebagai produsen minyak terbesar di dunia, kata analis.
Ketegangan antara Arab Saudi dan Rusia telah meningkat sejak Rusia gagal menyetujui untuk memperdalam pemotongan produksi mencapai 1.800.000 barel per hari dalam menanggapi penurunan tajam permintaan global. Seperti diketahui pelemahan permintaan disebabkan oleh terhentinya sebagian besar perjalanan internasional di seluruh dunia dan kebijakan karantina jutaan orang akibat penyebaran wabah virus corona.
Keretakan antara Arab Saudi dan Rusia tampaknya telah melebar setelah OPEC dan Rusia mengakhiri pertemuan dengan menutup kesepakatan kerja sama lebih dari tiga tahun yang terjalin antara OPEC dan produsen non-OPEC. Arab Saudi segera merespon dengan menawarkan diskon harga jual dan mengumumkan peningkatan produksi, tindakan itu langsung memicu penurunan curam pada harga minyak dunia.
Rusia mengklaim industri minyak akan mempertahankan pangsa pasar dan dapat bertahan di tengah penurunan harga. "Sementara pemimpin OPEC mempertahankan harapan bahwa runtuhnya harga akan menjadi katalis untuk rekonsiliasi, Presiden Putin mungkin tidak cepat menyerah," tulis Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC.
"Kami takut bahwa itu bisa menjadi (berlarut-larut), sebagai strategi Rusia tampaknya menargetkan tidak hanya perusahaan AS," sambungnya. Dia mencatat bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin telah dipengaruhi oleh Igor Sechin, Chairman Perusahaan Minyak Terbesar Rusia Rosneft.
Sechin diketahui telah lama menentang kesepakatan produksi OPEC dan marah oleh sanksi AS terhadap perdagangan Rosneft. Rusia juga marah oleh sanksi AS yang mengulur-ulur upaya untuk menyelesaikan jalur Nord Stream 2, yang akan mengambil gas alam ke Eropa.
"Tidak ada pertanyaan ini adalah penghinaan besar bagi Rusia yang memiliki Nord Stream 2 pipa konstruksi, namun harus berhenti," kata Daniel Yergin, Wakil Ketua IHS Markit.
AS telah menentang pipa tersebut karena akan meningkatkan dominasi Rusia pada pasar energi Eropa. "Pejabat administrasi Trump telah berulang kali membual tentang kemampuan AS untuk menghukum lawan kebijakan luar negerinya dengan tajam mengurangi ekspor minyak mereka, dan untuk melindungi dari dampak harga karena pasokan energi domestik yang melimpah," paparnya.
(akr)