Pembatasan BBM rentan timbulkan pasar gelap
A
A
A
Sindonews.com - Masih lemahnya mekanisme pengawasan pemerintah terhadap rencana pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, tetap membuka ruang kemungkinan terjadinya penyelewengan atau kebocoran.
Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef)Ahmad Erani Yustika mengungkapkan, mekanisme dan cara yang dipergunakan pemerintah untuk mengelola dan menekan konsumsi BBM dengan cara melarang mobil pribadi menggunakan bahan bakar jenis Premium terlihat sangat lemah. "Selama yang dipakai cara seperti itu, penyimpangan pasti terjadi," tegas Erani, Sabtu (7/1/2012).
Dia mencontohkan, jika hanya kendaraan umum yang diperbolehkan membeli Premium, akan lahir pasar gelap dari pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi dan kelemahan pemerintah. Pengusaha atau supir angkutan umum bisa berpikir untuk mengisi penuh tangki kendaraan miliknya dan menjual kembali dengan sedikit menaikkan harga. "Rentan dan tidak bisa dikontrol," tandasnya.
Selain itu kebocoran bisa juga terjadi di SPBU-SPBU. Petugas SPBU bisa saja mengisi bahan bakar premium ke mobil pelat hitam jika pemilik kendaraan berani membayar harga lebih tinggi dari harga yang ditetapkan. Keuntungan yang besar menjadi bahan pertimbangan petugas SPBU untuk melakukan penyelewengan.
Erani juga melihat kemungkinan semakin banyaknya penjual bensin eceran yang memanfaatkan lemahnya sistem pengawasan dan pengaturan. "Kalau dijual eceran dalam Jumlah besar akan terjadi kelangkaan," imbuhnya.
Dia melihat, lebih baik pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi hingga harga keekonomian. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu khawatir terjadi penyelewengan dan penyelundupan. "Hasilnya sama saja dengan pembatasan, bahkan lebih simple. Tidak perlu monitoring. Pembatasan itu sejatinya ya kenaikan harga," katanya. (ank)
Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef)Ahmad Erani Yustika mengungkapkan, mekanisme dan cara yang dipergunakan pemerintah untuk mengelola dan menekan konsumsi BBM dengan cara melarang mobil pribadi menggunakan bahan bakar jenis Premium terlihat sangat lemah. "Selama yang dipakai cara seperti itu, penyimpangan pasti terjadi," tegas Erani, Sabtu (7/1/2012).
Dia mencontohkan, jika hanya kendaraan umum yang diperbolehkan membeli Premium, akan lahir pasar gelap dari pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi dan kelemahan pemerintah. Pengusaha atau supir angkutan umum bisa berpikir untuk mengisi penuh tangki kendaraan miliknya dan menjual kembali dengan sedikit menaikkan harga. "Rentan dan tidak bisa dikontrol," tandasnya.
Selain itu kebocoran bisa juga terjadi di SPBU-SPBU. Petugas SPBU bisa saja mengisi bahan bakar premium ke mobil pelat hitam jika pemilik kendaraan berani membayar harga lebih tinggi dari harga yang ditetapkan. Keuntungan yang besar menjadi bahan pertimbangan petugas SPBU untuk melakukan penyelewengan.
Erani juga melihat kemungkinan semakin banyaknya penjual bensin eceran yang memanfaatkan lemahnya sistem pengawasan dan pengaturan. "Kalau dijual eceran dalam Jumlah besar akan terjadi kelangkaan," imbuhnya.
Dia melihat, lebih baik pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi hingga harga keekonomian. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu khawatir terjadi penyelewengan dan penyelundupan. "Hasilnya sama saja dengan pembatasan, bahkan lebih simple. Tidak perlu monitoring. Pembatasan itu sejatinya ya kenaikan harga," katanya. (ank)
()