Pasokan gas dijamin aman
A
A
A
Sindonews.com - Menjelang persiapan realisasi pengalihan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG), kebutuhan pasokan gas khususnya untuk dalam negeri dijamin berada dalam kondisi aman.
"Suplai gas kita masih banyak seperti di Masela kemudian discovery getting oil juga masih banyak, jadi cukuplah sebenarnya pasokan gas kita," ungkap Juru Bicara BP Migas I Gde Pradnyana kepada Sindonews di Hotel Le Meredien Jakarta, Selasa (17/1/2012).
Wacana yang belakangan muncul meragukan kebijakan pemerintah dalam pengalihan ke BBG, apalagi pasokan gas yang dimungkinkan tidak mampu memenuhi pasokan dalam negeri.
Namun, Pradnyana menjelaskan bahwa wacana ini muncul karena mindset yang berkembang di masyarakat kecenderungan masih berkutat pada mindset perminyakan.
"Orang kebanyakan mindsetnya masih mindset minyak, kalau minyak kan kita bisa produksi dulu kemudian cari pembeli. Kalau gas kita tidak bisa karena pada dasarnya kontrak gas itu kontrak jangka panjang. Sehingga kita tidak memasok gas, kemudian cari pembeli dulu melainkan setelah dapat pembeli baru kita produksikan gasnya," ujarnya.
Pradnyana menegaskan bahwa untuk pemesanan gas saat ini, hanya akan dapat diperoleh sekitar 15 tahun yang akan datang karena harus melewati prosedural produksi dimana gas harus ada pembeli terlebih dahulu sebelum diproduksi.
Dalam berita sebelumnya salah satu langkah yang ditempuh pemerintah dalam rangka pembatasan BBM adalah program konversi BBM ke BBG.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Evita Legowo, untuk menyukseskan program tersebut, pemerintah mengklaim sudah mengalokasikan pasokan gas hingga 20 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Gas yang berasal dari PT Pertamina (Persero), PT Medco E&P Indonesia, dan Perusahaan Gas Negara (PGN), bersumber dari gas bumi dari Jakarta, Surabaya, Gresik, Palembang, Bekasi dan Medan. Dari sisi kebutuhan, Jakarta diperkirakan akan menghabiskan BBG terbesar sekitar 8,2 MMSCFD per tahun.
"Sampai 2014 pasokan gas itu sudah tersedia," kata Evita. (ank)
"Suplai gas kita masih banyak seperti di Masela kemudian discovery getting oil juga masih banyak, jadi cukuplah sebenarnya pasokan gas kita," ungkap Juru Bicara BP Migas I Gde Pradnyana kepada Sindonews di Hotel Le Meredien Jakarta, Selasa (17/1/2012).
Wacana yang belakangan muncul meragukan kebijakan pemerintah dalam pengalihan ke BBG, apalagi pasokan gas yang dimungkinkan tidak mampu memenuhi pasokan dalam negeri.
Namun, Pradnyana menjelaskan bahwa wacana ini muncul karena mindset yang berkembang di masyarakat kecenderungan masih berkutat pada mindset perminyakan.
"Orang kebanyakan mindsetnya masih mindset minyak, kalau minyak kan kita bisa produksi dulu kemudian cari pembeli. Kalau gas kita tidak bisa karena pada dasarnya kontrak gas itu kontrak jangka panjang. Sehingga kita tidak memasok gas, kemudian cari pembeli dulu melainkan setelah dapat pembeli baru kita produksikan gasnya," ujarnya.
Pradnyana menegaskan bahwa untuk pemesanan gas saat ini, hanya akan dapat diperoleh sekitar 15 tahun yang akan datang karena harus melewati prosedural produksi dimana gas harus ada pembeli terlebih dahulu sebelum diproduksi.
Dalam berita sebelumnya salah satu langkah yang ditempuh pemerintah dalam rangka pembatasan BBM adalah program konversi BBM ke BBG.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Evita Legowo, untuk menyukseskan program tersebut, pemerintah mengklaim sudah mengalokasikan pasokan gas hingga 20 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Gas yang berasal dari PT Pertamina (Persero), PT Medco E&P Indonesia, dan Perusahaan Gas Negara (PGN), bersumber dari gas bumi dari Jakarta, Surabaya, Gresik, Palembang, Bekasi dan Medan. Dari sisi kebutuhan, Jakarta diperkirakan akan menghabiskan BBG terbesar sekitar 8,2 MMSCFD per tahun.
"Sampai 2014 pasokan gas itu sudah tersedia," kata Evita. (ank)
()