Persiapan pemerintah harus matang
A
A
A
Sindonews.com - Wakil ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengatakan, sebenarnya Pertamina sendiri belum siap untuk melaksanakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Jawa-Bali.
Priyo mengkhawatirkan, pembatasan BBM ini justru akan memancing sejumlah penyelewengan.
"Dalam persoalan ini sebenarnya harus ada persiapan yang matang dari pemerintah. Jangan sampai kalau ini belum siap, justru menimbulkan black market," ujar Priyo kepada wartawan di gedung DPR RI, Kamis (19/1/2012).
Dikatakan Priyo, karena ada disparitas harga antara harga yang digunakan untuk publik, umum maupun untuk industri. "Perbedaan-perbedaan ini akan menimbulkan orang untuk memanfaatkan," tuturnya.
Dan jangan sampai, katanya, jika ini sudah dijalankan dengan terburu-buru atau ketidaksiapan. Sehingga yang terjadi nantinya, tutur dia, masyarakat yang tadinya ingin membeli bensin tak bersubsidi, tetapi justru membeli bensin yang bersubsidi.
"Seringkali kan kita lihat di Jakarta pun mobil-mobil mewah termasuk Alpard dan sebagainya masih membeli bensin bersubsidi," ungkapnya.
Yang paling penting dalam persoalan ini, kata dia, adalah kesiapan Pemerintah dan Pertamina. "Kalau Pertamina sudah siap, Pemerintah tentunya tidak bisa menunda lagi karena beban subsidi ini sudah terlalu berat," imbuhnya.
Ditambahkannya, jika pemerintah memiliki keberanian, langkah-langkah untuk melakukan penguatan ini harusnya mencari alternatif lain. Tidak hanya membatasi BBM bersubsidi.
"Nah langkah salah satunya ya dicari, yakni mana yang akan dinaikkan untuk kepentingan publik, kepentingan industri dan sebagainya. Sebab BBM kita jika dibandingkan dengan BBM negara lain kan itu masih sangat murah," lanjutnya. (ank)
Priyo mengkhawatirkan, pembatasan BBM ini justru akan memancing sejumlah penyelewengan.
"Dalam persoalan ini sebenarnya harus ada persiapan yang matang dari pemerintah. Jangan sampai kalau ini belum siap, justru menimbulkan black market," ujar Priyo kepada wartawan di gedung DPR RI, Kamis (19/1/2012).
Dikatakan Priyo, karena ada disparitas harga antara harga yang digunakan untuk publik, umum maupun untuk industri. "Perbedaan-perbedaan ini akan menimbulkan orang untuk memanfaatkan," tuturnya.
Dan jangan sampai, katanya, jika ini sudah dijalankan dengan terburu-buru atau ketidaksiapan. Sehingga yang terjadi nantinya, tutur dia, masyarakat yang tadinya ingin membeli bensin tak bersubsidi, tetapi justru membeli bensin yang bersubsidi.
"Seringkali kan kita lihat di Jakarta pun mobil-mobil mewah termasuk Alpard dan sebagainya masih membeli bensin bersubsidi," ungkapnya.
Yang paling penting dalam persoalan ini, kata dia, adalah kesiapan Pemerintah dan Pertamina. "Kalau Pertamina sudah siap, Pemerintah tentunya tidak bisa menunda lagi karena beban subsidi ini sudah terlalu berat," imbuhnya.
Ditambahkannya, jika pemerintah memiliki keberanian, langkah-langkah untuk melakukan penguatan ini harusnya mencari alternatif lain. Tidak hanya membatasi BBM bersubsidi.
"Nah langkah salah satunya ya dicari, yakni mana yang akan dinaikkan untuk kepentingan publik, kepentingan industri dan sebagainya. Sebab BBM kita jika dibandingkan dengan BBM negara lain kan itu masih sangat murah," lanjutnya. (ank)
()