PLN maksimalkan energi geothermal
A
A
A
Sindonews.com - PT PLN (Persero) akan memaksimalkan penggunaan energi panas bumi (geothermal) sebagai alternatif energi mix. Hal tersebut mengingat penggunaan energi baru terbarukan (EBT) ini baru akan mencapai 20 persen hingga tahun 2025 mendatang.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji yang ditemui dalam acara diskusi METI mengatakan pihaknya akan memaksimalkan energi geothermal hingga 13 persen dan PLTA enam persen, menjadi 19 persen dari energi yang dibangkitkan pembangkit milik PLN di 2020.
"Di 2020 dan 2025 itu jadi 20 persen dari geotermal dan lima persen kita cari itu dari biomassa," tegasnya di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Rabu (25/1/2012).
"Saat ini untuk geotermal dan PLTA itu 11 persen, kira-kira enam persen Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan lima persen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), itu lah renewable yang paling besar yang dipakai PLN," tambahnya.
Dia mengatakan, energi biomassa kembali mempunyai masalah di pengaturan konsesi dan tarif. "Kita punya beberapa Independent Power Producer (IPP) yang mengandalkan biomassa namun tidak performance karena tidak mendapatkan pasokan cangkang kelapa sawit. Adapun PLTU di Belitung yang sempat mengalami keterlambatan pasokan karena cangkang setempat diekspor ke Malaysia atau ke Eropa," paparnya.
"Sehingga PLTU Cangkang harus mendapatkan pasokan dari Kalimantan dan itu tentu tidak bisa kontinu," tambah dia.
Lebih lanjut Nur menambahkan, masalah tarif juga yang menjadi hambatan dalam penggunaan energi renewable dengan harga yang lebih rasional.
"Tarif dalam hal ini perlu diingat PLN adalah sebuah korporasi yang bertujuan untung itu jelas. Oleh karena itu tarif renewable ada dua. Pertama, jika tarif lebih rendah dari tarif listrik BBM maka kita akan beli. Yang kedua kalau dia mereduksi biaya, mengurangi biaya, bagaimana Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Thailand dengan 25 sen adalah pilihan terbaik karena di bawah BBM," kata dia.
"Di Indonesia, tidak tepat karena Thailand tidak punya batu bara. Tetapi bagaimana di kita memakai tenaga surya itu rasional. Jika PLN disuruh memilih yang rasional sebagai contoh kita mengembangkan Lahendong unit lima itu dengan harga 15 sen per kwh itu sangat mahal lebih baik kita membuat PLTU batu bara yang harganya lebih murah," pungkasnya. (ank)
Direktur Utama PLN Nur Pamudji yang ditemui dalam acara diskusi METI mengatakan pihaknya akan memaksimalkan energi geothermal hingga 13 persen dan PLTA enam persen, menjadi 19 persen dari energi yang dibangkitkan pembangkit milik PLN di 2020.
"Di 2020 dan 2025 itu jadi 20 persen dari geotermal dan lima persen kita cari itu dari biomassa," tegasnya di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Rabu (25/1/2012).
"Saat ini untuk geotermal dan PLTA itu 11 persen, kira-kira enam persen Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan lima persen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), itu lah renewable yang paling besar yang dipakai PLN," tambahnya.
Dia mengatakan, energi biomassa kembali mempunyai masalah di pengaturan konsesi dan tarif. "Kita punya beberapa Independent Power Producer (IPP) yang mengandalkan biomassa namun tidak performance karena tidak mendapatkan pasokan cangkang kelapa sawit. Adapun PLTU di Belitung yang sempat mengalami keterlambatan pasokan karena cangkang setempat diekspor ke Malaysia atau ke Eropa," paparnya.
"Sehingga PLTU Cangkang harus mendapatkan pasokan dari Kalimantan dan itu tentu tidak bisa kontinu," tambah dia.
Lebih lanjut Nur menambahkan, masalah tarif juga yang menjadi hambatan dalam penggunaan energi renewable dengan harga yang lebih rasional.
"Tarif dalam hal ini perlu diingat PLN adalah sebuah korporasi yang bertujuan untung itu jelas. Oleh karena itu tarif renewable ada dua. Pertama, jika tarif lebih rendah dari tarif listrik BBM maka kita akan beli. Yang kedua kalau dia mereduksi biaya, mengurangi biaya, bagaimana Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Thailand dengan 25 sen adalah pilihan terbaik karena di bawah BBM," kata dia.
"Di Indonesia, tidak tepat karena Thailand tidak punya batu bara. Tetapi bagaimana di kita memakai tenaga surya itu rasional. Jika PLN disuruh memilih yang rasional sebagai contoh kita mengembangkan Lahendong unit lima itu dengan harga 15 sen per kwh itu sangat mahal lebih baik kita membuat PLTU batu bara yang harganya lebih murah," pungkasnya. (ank)
()