Pertamina tunggu realisasi pasokan gas
A
A
A
Sindonews.com - PT Pertamina (Persero) ternyata mendapat dukungan dari pemerintah dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk melanjutkan rencana proyek pembangunan infrastruktur gas bumi, terutama untuk revitalisasi aset Arun dan FSRU Jawa Tengah.
"Pertamina tentu saja tidak bisa maju sendiri tanpa dukungan dari Pemerintah dan juga BP Migas dalam hal kepastian pasokan LNG. Dalam pertemuan tingkat tinggi di antara pejabat tertinggi instansi terkait, Pertamina telah mendapatkan dukungan dan tinggal menunggu realisasi dukungan itu," kata Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun dalam keterangan persnya di Jakarta Jumat (27/1/2012).
Dia juga menambahkan sedangkan untuk kepastian investasi mengenai alokasi pasokan liquefied natural gas (LNG) justru belum diperoleh kepastian. Padahal dirinya mengatakan Pertamina telah meminta kepada Pemerintah dan BP Migas, serta produsen untuk bisa mendapatkan kepastian lokasi pasokan LNG.
Terkait dengan keekonomian gas bumi, Harun menegaskan harga yang masih bisa diterima konsumen domestik saat ini adalah sekitar USD9 per mmbtu atau hampir tiga kali lipat dari harga LNG Tangguh yang diekspor dengan hanya USD3,35 per mmbtu.
"Dengan harga yang jauh lebih baik ini tentu akan memberikan keekonomian proyek hulu yang lebih baik, meningkatkan
pendapatan negara dan menghindari potensi kerugian negara seperti ekspor LNG ke Fujian," tegasnya.
Dirinya menjelaskan bisnis gas bumi memiliki karakter supply driven yang berarti pertumbuhan konsumsinya sangat dipengaruhi oleh kepastian pasokan yang menjadi modal awal untuk berinvestasi infrastruktur.
Untuk membangun infrastruktur tersebut, memang diperlukan kepastian konsumen awal dan Pertamina telah mengidentifikasi potensi permintaan bahkan telah menerima surat resmi permintaan konsumen gas baik di Jawa maupun Aceh.
"PLN dan Pertamina juga sudah menandatangani Head of Agreement Perjanjian Jual Beli Gas untuk pasokan ke PLTGU Tambak Lorok. PT Pupuk Iskandar Muda yang nanti juga direncanakan mengelola pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer yang sekarang masih mati suri, telah menyatakan permintaan gas kepada Pertamina. Listrik dan pupuk merupakan dua prioritas khusus pemerintah saat ini selain industri lainnya," jelas Harun.
Menurutnya dengan kisaran kemampuan konsumen domestik itu sudah cukup menjembatani antara kebutuhan penerimaan negara dan misi pemerintah dan BP Migas untuk menjadikan sektor migas sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional dimana gas bumi sebagai bahan baku dan sumber energi domestik yang jauh lebih murah dibanding minyak.
"Kebutuhan LNG Indonesia pada 2014 diperkirakan akan mencapai 10 juta metrik ton atau separuh dari LNG yang selama ini diekspor. LNG tersebut diperlukan untuk FSRU Jawa Barat tiga juta MTA yang akan beroperasi awal Maret 2012, FSRU Jawa Tengah dengan kapasitas tiga juta MTA yang akan mulai beroperasi kuartal pertama 2013," ungkapnya.
Selanjutnya, Harun menjelaskan untuk revitalisasi kilang Arun di Aceh menjadi LNG Receiving Terminal dengan total kapasitas tiga juta MTA akan mulai beroperasi pada awal 2013 dan mini LNG Receiving Terminal bersama PLN untuk Tanjung Batu, Batakan, Balikpapan, Semberah, Bali, Pomala, Jeneponto, Tello, Minahasa dan Halmahera dengan total kapasitas satu juta MTA. (ank)
"Pertamina tentu saja tidak bisa maju sendiri tanpa dukungan dari Pemerintah dan juga BP Migas dalam hal kepastian pasokan LNG. Dalam pertemuan tingkat tinggi di antara pejabat tertinggi instansi terkait, Pertamina telah mendapatkan dukungan dan tinggal menunggu realisasi dukungan itu," kata Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun dalam keterangan persnya di Jakarta Jumat (27/1/2012).
Dia juga menambahkan sedangkan untuk kepastian investasi mengenai alokasi pasokan liquefied natural gas (LNG) justru belum diperoleh kepastian. Padahal dirinya mengatakan Pertamina telah meminta kepada Pemerintah dan BP Migas, serta produsen untuk bisa mendapatkan kepastian lokasi pasokan LNG.
Terkait dengan keekonomian gas bumi, Harun menegaskan harga yang masih bisa diterima konsumen domestik saat ini adalah sekitar USD9 per mmbtu atau hampir tiga kali lipat dari harga LNG Tangguh yang diekspor dengan hanya USD3,35 per mmbtu.
"Dengan harga yang jauh lebih baik ini tentu akan memberikan keekonomian proyek hulu yang lebih baik, meningkatkan
pendapatan negara dan menghindari potensi kerugian negara seperti ekspor LNG ke Fujian," tegasnya.
Dirinya menjelaskan bisnis gas bumi memiliki karakter supply driven yang berarti pertumbuhan konsumsinya sangat dipengaruhi oleh kepastian pasokan yang menjadi modal awal untuk berinvestasi infrastruktur.
Untuk membangun infrastruktur tersebut, memang diperlukan kepastian konsumen awal dan Pertamina telah mengidentifikasi potensi permintaan bahkan telah menerima surat resmi permintaan konsumen gas baik di Jawa maupun Aceh.
"PLN dan Pertamina juga sudah menandatangani Head of Agreement Perjanjian Jual Beli Gas untuk pasokan ke PLTGU Tambak Lorok. PT Pupuk Iskandar Muda yang nanti juga direncanakan mengelola pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer yang sekarang masih mati suri, telah menyatakan permintaan gas kepada Pertamina. Listrik dan pupuk merupakan dua prioritas khusus pemerintah saat ini selain industri lainnya," jelas Harun.
Menurutnya dengan kisaran kemampuan konsumen domestik itu sudah cukup menjembatani antara kebutuhan penerimaan negara dan misi pemerintah dan BP Migas untuk menjadikan sektor migas sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional dimana gas bumi sebagai bahan baku dan sumber energi domestik yang jauh lebih murah dibanding minyak.
"Kebutuhan LNG Indonesia pada 2014 diperkirakan akan mencapai 10 juta metrik ton atau separuh dari LNG yang selama ini diekspor. LNG tersebut diperlukan untuk FSRU Jawa Barat tiga juta MTA yang akan beroperasi awal Maret 2012, FSRU Jawa Tengah dengan kapasitas tiga juta MTA yang akan mulai beroperasi kuartal pertama 2013," ungkapnya.
Selanjutnya, Harun menjelaskan untuk revitalisasi kilang Arun di Aceh menjadi LNG Receiving Terminal dengan total kapasitas tiga juta MTA akan mulai beroperasi pada awal 2013 dan mini LNG Receiving Terminal bersama PLN untuk Tanjung Batu, Batakan, Balikpapan, Semberah, Bali, Pomala, Jeneponto, Tello, Minahasa dan Halmahera dengan total kapasitas satu juta MTA. (ank)
()