Konversi ke BBG, biaya angkut lebih murah
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo meyakinkan jika pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dibarengi dengan konversi BBM ke BBG justru akan menguntungkan sektor angkutan barang dan jasa dari segi biaya.
Widjajono menilai angkutan barang dan jasa seperti truk bisa menghemat pengeluaran transportasi melalui pemakaian Bahan Bakar Gas LGV ataupun CNG yang lebih murah dibandingkan dengan harga minyak.
"Truk-truk pengangkut barang itu bisa saja dipakaikan konverter asalkan jaraknya cukup jauh misalnya satu di anyer terus satu lagi dimana, dan kita tinggal dirikan terminal-terminal untuk pengisian gas itu,sekarang memang belum ada tapi kalau niat saya rasa tidak ada yang sulit untuk realisasikan," ujarnya seusai acara diskusi bersama Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi di Jakarta, Jumat (27/1/2012).
Sementara itu, Deputy Director Reforminer Institute Komaidi menyampaikan hal yang tidak berbeda jauh. Penggunaan BBG memang harus difokuskan pada angkutan barang dan jasa tetapi dengan sistem yang berbeda, mengingat untuk biaya dan persiapan infrastruktur Bahan Bakar Gas masih sangat kurang. Jika masalah infrastruktur tidak dibenahi, maka program ini justru akan membuat biaya angkut meningkat sehingga harga barang dan jasa pun akan ikut naik.
"Kalaupun harga Bahan Bakar Minyak ini dinaikkan, maka inflasi pasti akan naik yang terdorong dari kenaikan harga barang dan jasa. Nah, kita bisa atasi hal tersebut dengan kebijakan Presiden untuk menahan harga dengan memberikan insentif kepada para pengusaha berupa pengembalian dana transportasinya dan menegaskan jika ada yang menaikkan harga maka cabut surat izinnya," ungkap Komaidi.
Normalnya, menurut Komaidi, jika kenaikan dilakukan maka kenaikan Rp1.000-Rp1.500 per liter akan mendorong tambahan inflasi hingga 1-1,6 persen dan jika ada peredamanan kebijakan maka inflasi tidak akan sebesar angka tersebut.
Widjajono menilai angkutan barang dan jasa seperti truk bisa menghemat pengeluaran transportasi melalui pemakaian Bahan Bakar Gas LGV ataupun CNG yang lebih murah dibandingkan dengan harga minyak.
"Truk-truk pengangkut barang itu bisa saja dipakaikan konverter asalkan jaraknya cukup jauh misalnya satu di anyer terus satu lagi dimana, dan kita tinggal dirikan terminal-terminal untuk pengisian gas itu,sekarang memang belum ada tapi kalau niat saya rasa tidak ada yang sulit untuk realisasikan," ujarnya seusai acara diskusi bersama Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi di Jakarta, Jumat (27/1/2012).
Sementara itu, Deputy Director Reforminer Institute Komaidi menyampaikan hal yang tidak berbeda jauh. Penggunaan BBG memang harus difokuskan pada angkutan barang dan jasa tetapi dengan sistem yang berbeda, mengingat untuk biaya dan persiapan infrastruktur Bahan Bakar Gas masih sangat kurang. Jika masalah infrastruktur tidak dibenahi, maka program ini justru akan membuat biaya angkut meningkat sehingga harga barang dan jasa pun akan ikut naik.
"Kalaupun harga Bahan Bakar Minyak ini dinaikkan, maka inflasi pasti akan naik yang terdorong dari kenaikan harga barang dan jasa. Nah, kita bisa atasi hal tersebut dengan kebijakan Presiden untuk menahan harga dengan memberikan insentif kepada para pengusaha berupa pengembalian dana transportasinya dan menegaskan jika ada yang menaikkan harga maka cabut surat izinnya," ungkap Komaidi.
Normalnya, menurut Komaidi, jika kenaikan dilakukan maka kenaikan Rp1.000-Rp1.500 per liter akan mendorong tambahan inflasi hingga 1-1,6 persen dan jika ada peredamanan kebijakan maka inflasi tidak akan sebesar angka tersebut.
()