Pembatasan atau kenaikan harga?

Rabu, 01 Februari 2012 - 09:02 WIB
Pembatasan atau kenaikan...
Pembatasan atau kenaikan harga?
A A A
Sindonews.com - Semua pihak telah mafhum, subsidi bahan bakar minyak (BBM) perlu dikurangi dan kemudian dananya dialihkan untuk membiayai infrastruktur, terutama infrastruktur transportasi.

Pasalnya, nyaris semua kota di Indonesia saat ini mengalami kemacetan lalu lintas yang parah. Waktu tempuh dari suatu tempat ke tempat lain menjadi semakin lama, penggunaan BBM semakin tidak efisien. Rakyat merasakan betapa jumlah serta kualitas fasilitas angkutan umum tidak memadai. Persoalannya, bagaimana cara melakukan pengurangan subsidi BBM yang tepat? Kelihatannya, pemerintah hingga saat ini belum menemukan cara pengurangan subsidi yang tepat.

Pemerintah tidak tahu mana yang mesti dilakukan lebih dahulu dan mana yang mesti belakangan. Selama bertahun-tahun, pemerintah telah mewacanakan untuk melakukan pembatasan BBM. Jumlah BBM bersubsidi, khususnya premium, akan dibatasi dan diarahkan untuk pindah ke BBM nonsubsidi (pertamax, super, primax, dan sebagainya). Ini bertujuan agar subsidi BBM bisa dikurangi dan subsidi tidak “dinikmati” oleh kelompok yang dinilai tidak berhak. Skenario demi skenario silih berganti dipaparkan ke publik.

Larangan untuk membeli BBM bersubsidi semula akan dikenakan kepada pemilik kendaraan dengan mesin di atas 2.000 cc.Pelarangan kemudian diubah ke kendaraan baru yang dikeluarkan pada tahun tertentu dan diubah lagi menjadi pelarangan terhadap sepeda motor. Rencana penjatahan dengan menggunakan berbagai media muncul ke publik seperti smart-card dan radio frekuensi. Meskipun DPR sudah membuka opsi “menaikkan harga”seperti pada APBN 2011 misalnya, pemerintah tetap bersikukuh dengan program pembatasan.

Pokoknya subsidi yang sangat besar dan tidak tepat sasaran akan dipecahkan dengan program pembatasan BBM! Terlebih UU APBN 2012 telah melarang pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Jadilah program pembatasan BBM menjadi keputusan pemerintah yang sangat bulat. Lalu muncullah skenario pembatasan BBM yang paling akhir seperti yang diumumkan oleh pejabat dengan melakukan pembatasan BBM untuk wilayah Jawa-Bali mulai 1 April 2012.

Pembatasan akan dikenakan terhadap pemilik kendaraan pribadi (pelat hitam) tanpa memandang tahun pembuatan maupun kapasitas mesin. Artinya, semua kendaraan pelat hitam di luar sepeda motor harus siap-siap untuk pindah menggunakan bahan bakar minyak nonsubsidi,seperti pertamax,yang harganya hampir dua kali lipat premium. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pemerintah dan BPH Migas menyatakan “siap” untuk mengimplementasikan program pembatasan BBM mulai 1 April 2012.

Ternyata dalam dengar pendapat dengan Komisi VII DPR 30 Januari 2012, diindikasikan program pembatasan ini masih sulit untuk diterapkan pada 1 April 2012.Ini lantaran infrastruktur yang tidak memadai. Jadilah rencana pembatasan BBM mentah kembali. Kembali ke pertanyaan mendasar: apakah program pembatasan BBM merupakan jawaban yang tepat untuk mengurangi subsidi BBM? Penulis sudah bertahun-tahun menyatakan lewat berbagai media, pembatasan BBM merupakan kebijakan yang secara substansi salah, tidak sejalan dengan kebijakan energi yang baku (diversifikasi), tidak aplikatif, sehingga tidak layak untuk diterapkan dan harus dibatalkan untuk selamanya.

Alasannya,program ini akan menggiring ketahanan energi nasional dalam jangka panjang menjadi semakin rawan karena kebutuhan energi nasional akan semakin tergantung pada energi (minyak) impor. Menggiring rakyat secara massal untuk pindah dari premium ke pertamax berarti menggiring rakyat untuk pindah dari minyak ke minyak.

Mestinya, rakyat digiring untuk pindah dari minyak ke nonminyak agar ketergantungan pada energi impor bisa dikurangi. Pasalnya, produksi minyak nasional sangat rendah dan terus turun,sedangkan harga minyak dunia cenderung semakin mahal.

Program pembatasan sangat sulit untuk diimplementasikan karena membutuhkan biaya pengawasan yang mahal guna mencegah munculnya pasar gelap BBM. Di samping program ini berpotensi mengurangi pertumbuhan ekonomi, pemerintah bisa dinilai melabrak Keputusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2004 yang telah mencabut Pasal 28 b ayat 2 UU Migas sebagai payung hukum bagi pemberlakuan harga pasar untuk komoditas BBM.

Strategi mengurangi subsidi BBM yang tepat adalah dengan diversifikasi, kurangi pemakaian minyak, pindah ke nonminyak.Energi nonminyak yang tersedia di dalam negeri dalam jumlah yang mencukupi untuk kebutuhan jangka panjang dan harga yang lebih murah dari BBM adalah: gas. Selain itu, bahan bakar gas lebih ramah lingkungan. Namun, lantaran pindah ke gas membutuhkan pembangunan infrastruktur yang banyak, program ini bersifat jangka menengah dan panjang karena itu mustahil bisa selesai pada 1 April 2012.

Adapun dalam jangka pendek, pengurangan subsidi BBM bisa dilakukan secara efisien dan cepat dengan jalan menaikkan harga BBM bersubsidi. Ini tidak butuh pengawasan.Hanya butuh perubahan UU APBN 2012 dan penjelasan yang jujur dan transparan. Pembatasan BBM supaya dilupakan saja!

DR KURTUBI
Pengajar Pascasarjana FEUI dan Universitas Paramadina
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6960 seconds (0.1#10.140)