Industri tak permasalahkan harga gas
A
A
A
Sindonews.com — Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menyatakan, selalu siap untuk membeli gas bumi dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah. Sekjen FIPGB Achmad Widjaya mengatakan, harga gas bukan menjadi masalah asalkan pemerintah bisa menjamin pasokan sesuai kebutuhan industri nasional.
Selama ini, lanjutnya, pemerintah menyatakan bahwa ekspor gas lebih diprioritaskan karena harga di dalam negeri tidak memenuhi keekonomian. “Kami sudah membayar USD10 per MMBTU. Sekarang, kami sudah membayar USD8-12 per MMBTU. Tinggal Jawa Barat yang masih sekitar USD6 per MMBTU. Di mana gasnya? Dalam hal ini, pemerintah dan BP Migas tidak membela industri,” kata Achmad di Jakarta, Kamis (2/2/2012).
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum FIPGB Ahmad Safiun. “Jangan dianggap bahwa seakan-akan industri tidak mau membayar mahal. Tapi sekarang pasokannya juga tidak menentu,” jelasnya.
Lebih lanjut Achmad Widjaya mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus pada pembangunan jalur pipa untuk penyaluran gas Perusahaan Gas Negara (PGN) bagi industri di Medan, Sumatera Utara.
“Tidak usah harus menunggu membangun jalur pipa dari Arun ke Belawan yang sejauh 380 km. Itu butuh 3-5 tahun. Percepat saja bangun FSRU di Belawan, sekaligus pipanisasinya,” ujarnya.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur jalur pipa gas merupakan kunci dari kepastian pasokan gas bagi industri nasional. “Sampai saat ini, tidak ada kepastian. Katanya, soal kuota sudah ditetapkan, tapi kami belum tahu seperti apa. Seharusnya, Maret ini, PGN sudah menentukan harga, tapi tidak ada kepastian juga,” jelasnya.
Sementara, dia menuturkan, industri pengguna gas bumi terbagi atas tiga kelompok, yakni yang tidak tergantikan dengan energi lainnya seperti, industri baja, keramik, gelas kaca, sarung tangan, dan kaca lembaran.
Sedangkan kelompok kedua adalah industri pengguna tapi tidak punya pipanisasi, seperti tekstil dan karet. “Dan, kelompok Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan pupuk, terkait pemerintah,” ucapnya.
Selama ini, lanjutnya, pemerintah menyatakan bahwa ekspor gas lebih diprioritaskan karena harga di dalam negeri tidak memenuhi keekonomian. “Kami sudah membayar USD10 per MMBTU. Sekarang, kami sudah membayar USD8-12 per MMBTU. Tinggal Jawa Barat yang masih sekitar USD6 per MMBTU. Di mana gasnya? Dalam hal ini, pemerintah dan BP Migas tidak membela industri,” kata Achmad di Jakarta, Kamis (2/2/2012).
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum FIPGB Ahmad Safiun. “Jangan dianggap bahwa seakan-akan industri tidak mau membayar mahal. Tapi sekarang pasokannya juga tidak menentu,” jelasnya.
Lebih lanjut Achmad Widjaya mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus pada pembangunan jalur pipa untuk penyaluran gas Perusahaan Gas Negara (PGN) bagi industri di Medan, Sumatera Utara.
“Tidak usah harus menunggu membangun jalur pipa dari Arun ke Belawan yang sejauh 380 km. Itu butuh 3-5 tahun. Percepat saja bangun FSRU di Belawan, sekaligus pipanisasinya,” ujarnya.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur jalur pipa gas merupakan kunci dari kepastian pasokan gas bagi industri nasional. “Sampai saat ini, tidak ada kepastian. Katanya, soal kuota sudah ditetapkan, tapi kami belum tahu seperti apa. Seharusnya, Maret ini, PGN sudah menentukan harga, tapi tidak ada kepastian juga,” jelasnya.
Sementara, dia menuturkan, industri pengguna gas bumi terbagi atas tiga kelompok, yakni yang tidak tergantikan dengan energi lainnya seperti, industri baja, keramik, gelas kaca, sarung tangan, dan kaca lembaran.
Sedangkan kelompok kedua adalah industri pengguna tapi tidak punya pipanisasi, seperti tekstil dan karet. “Dan, kelompok Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan pupuk, terkait pemerintah,” ucapnya.
()